Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi akan lebih leluasa memilih sosok calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ada tiga kriteria sosok cawapres yang bisa mendampingi Jokowi. Hal tersebut tergantung dengan isu yang berkembang di publik. Hal itu diungkapkan Direktur Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, dalam diskusi bertema 'Menakar Cawapres Potensial 2019' yang digelar Koordinatoriat Pressroom Parlemen, di Jakarta, Kamis (9/11).
Sirojudin mengatakan, dari beberapa survei terakhir, elektabilitas Jokowi semakin menguat. Di sisi lain, lawan potensialnya yakni Prabowo Subianto stagnan. Sementara tidak ada nama calon lain yang naik signifikan.
Menurut Sirojudin, elektabilitas Jokowi lebih baik dibanding Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dua tahun sebelum kembali maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2009.
"Maka sebetulnya Pak Jokowi punya kesempatan lebih leluasa memilih wakilnya, sama halnya dengan SBY di 2009. SBY tak tergantung pilihan dari partai karena elektabilitasnya kuat. Bahkan dia berani memilih Boediono, sesama Jatim, dimana hasilnya tetap tinggi," jelas Sirojudin.
Menurutnya, ada tiga kemungkinan Jokowi memilih cawapresnya pada Pilpres 2019. Pertama, jika isu yang jadi perhatian publik menyangkut keamanan dalam dan luar negeri, maka pilihan cawapres berlatar belakang kepolisian dan militer. "Karena harus bisa men-deliver pesan bahwa pasangan presiden adalah kuat. Pak Jokowi di 2014 memilih Pak JK, karena memberikan sinyal garansi bahwa JK berpengalaman, punya koneksi, dan bisa tangani ekonomi. Itu mengisi kekosongan Jokowi," kata Sirojudin Abbas.
Kedua, jika isu di publik masalah ekonomi, maka kebutuhan cawapres dari kalangan ekonom. Ketiga, jika isu suku agama ras dan antargolongan (SARA) menyita perhatian publik, maka harus memilih cawapres yang merepresentasikan Islam moderat, terbuka dan toleran. "Sebab ini terkait stabilitas lingkungan masyarakat," kata dia.
Sebagai contoh, jika yang dominan isu toleransi, maka salah satu calon potensial adalah Ketua PKB Muhaimin Iskandar. Bila isunya nasionalisme dan keamanan, maka bisa dipilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). "Kalau isunya ekonomi, bisa Sri Mulyani Indrawati atau yang lain," imbuhnya.
sumber
Quote:
Jakarta – Elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dua tahun menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (pilpres) 2019 lebih tinggi dibanding elektabilitas mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang Pilpres 2009. Menurut Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), jika tidak ada masalah besar, Jokowi bisa melewati Pilpres 2019 lebih baik dibandingkan SBY yang memenangi Pilpres 2009.
Dua tahun menjelang Pilpres 2019, elektabilitas Jokowi melalui jawaban langsung responden mencapai 38,9 persen, berdasarkan survei SMRC. Apabila dibandingkan dengan elektabilitas Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2007 atau dua tahun sebelum Pilpres 2009, Jokowi lebih tinggi. Ketika itu, SBY hanya meraih 27,6 persen. Sementara dalam bentuk pertanyaan semiterbuka, elektabilitas Jokowi sebesar 45,6 persen dan SBY hanya 33,4 persen.
“Dua petahana (Jokowi dan SBY) bisa dibandingkan, masing-masing dua tahun menjelang pilpres. Kecenderungannya adalah elektabilitas Jokowi lebih tinggi 2 tahun menjelang 2019, dibanding 2 tahun SBY menjelang 2009,” kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Hal itu disampaikan Djayadi saat merilis hasil survei bertajuk “Kecenderungan Dukungan Politik 3 Tahun Presiden Jokowi” Survei dilakukan pada 3-10 September 2017. Survei ini merupakan CSR SMRC.
Populasi survei yaitu seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum (pemilu). Artinya, mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Dari populasi itu dipilih secara acak 1220 responden. Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1057 atau 87 persen. Sebanyak 1057 responden ini yang dianalisis. Margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar ±3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
“Posisi Jokowi sekarang lebih baik dari posisi SBY dua tahun mejelang Pilpres 2009, ternyata SBY kembali dipilih sebagai presiden. Kalau melihat kecenderungan tersebut, dan tidak muncul masalah besar ke depan, secara teoritis Jokowi bisa melewati Pilpres 2019 secara lebih baik dari yang dijalani SBY,” ujar Djayadi.
Dia menuturkan, dua tahun menjelang Pilpres 2009, SBY menaikkan harga BBM. Kebijakan itu berdampak negatif yang cukup dalam secara elektoral. Meski begitu, melalui program-programnya, SBY dapat melewati masalah tersebut hingga memenangkan Pilpres 2009.
Sedangkan Jokowi pada periode yang sama, tidak dihadapkan dengan masalah tersebut. Kepuasan atas kinerja Jokowi sebagai presiden cenderung menguat.
Kalau dibandingkan dengan pengalaman SBY yang sama-sama petahana 2 tahun menjelang Pilpres 2009, kepuasan pada Jokowi lebih tinggi. Diungkapkan, kepuasan kinerja Presiden SBY pada September-Oktober 2006 sebesar 67 persen dan September 2007 turun menjadi 58 persen.
“Sedangkan pada Presiden Jokowi pada 2016 sebesar 69 persen, dan September 2017 sebesar 68 persen atau relatif stabil,” ungkap Djayadi.
yiiihhaaaa.....
lanjutkeun

