The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga, Masa BI Malah Turunkan Rate
TS
aghilfath
The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga, Masa BI Malah Turunkan Rate
Spoiler for The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga, Masa BI Malah Turunkan Rate:
Quote:
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengkritik kebijakan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang belakangan gemar menurunkan suku bunga. Bahkan, dirinya menyebut jika orang nomor satu di BI itu merupakan sosok yang ugal-ugalan karena dalam dua bulan terakhir sudah beberapakali menurunkan suku bunga.
Menurut Faisal, jika melihat tren ekonomi dunia yang seperti saat ini, tidak seharusnya Agus Marto menurunkan suku bunga. Karena di beberapa negara, suku bunga justru dinaikan bukanya diturunkan seperti halnya di Indonesia.
"Nah di Indonesia, Gubernur BI-nya ugal-ugalan terus turunkan suku bunga, padahal trennya begini, mungkin dia ingin meng-entertain Presiden Jokowi biar terpilih lagi jadi Gubernur BI," ujarnya saat ditemui di Hotel Ambhara, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Menurutnya, jika hal tersebut tidak diubah, maka nilai tukar rupiah diprediksi akan tertekan. Apalagi, pada akhir tahun nanti The Fed akan menaikan suku bungnya. Keputusan tersebut setelah melihat dari kondisi ekonomi Amerika yang terus membaik. Sehingga 90% syarat untuk The Fed menaikan suku bunga sudah mencukupi dan memenuhi syarat.
"Akibatnya, ini bisa langsung bikin rupiah merosot dan cadangan devisa turun karena kalau enggak diintervensi BI sudah sampai Rp14.000 per USD. Amerika Serikat ekonominya keren walaupun Presiden-nya ugal-ugalan kita lihat pembukaan lapangan kerja 200 ribu tiap bulan, sebelumnya minus ada badai," katanya.
"Angka pengangguran turun lebih rendah capai 4,1%, terendah dalam 17 tahun, upah naik 2,4% lebih tinggi dari inflasi, inflasi juga naik karena permintaan naik, sudah 90% syarat kenaikan suku bunga terlampaui, The Fed akan naikan suku bunga Desember," imbuh dia.
Quote:
Fundamental Ekonomi Buka Peluang Apresiasi Rupiah
INILAHCOM, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis (9/10/2017) sore, bergerak melemah tipis sebesar tiga poin menjadi Rp13.517 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.514 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS, namun relatif terbatas di tengah kondisi dalam negeri yang dianggap masih memiliki fundamental ekonomi positif," kata Analis Binaartha Sekuritas Reza priyambada di Jakarta, Kamis (9/10/2017).
Menurut dia, dengan fundamental ekonomi yang positif maka masih terbuka peluang bagi rupiah untuk kembali terapresiasi terhadap dolar AS. Apalagi, saat ini Amerika Serikat juga sedang dibayangi ketidakpastian terkait kebijakan fiskalnya.
"Program reformasi pajak Amerika Serikat belum mendapatkan kesepakatan Senat AS. Kondisi itu membuat pelaku pasar keuangan khawatir program itu tidak bisa tercapai sehingga cenderung menahan transaksi ke aset berdenominasi dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa sentimen selanjutnya, pelaku pasar keuangan akan mencermati data neraca pembayaran yang akan dipublikasikan dalam waktu dekat ini, diharapkan sesuai dengan estimasi pasar sehingga dapat menopang pergerakan rupiah ke depannya.
Analis PT Bank Saudara Tbk Rully Nova mengatakan bahwa dengan perkiraan membaiknya ekonomi dunia dan harga komoditas akan mendukung perbaikan prospek pertumbuhan ekonomi nasional dan menjaga neraca keuangan Indonesia.
"Tren surplus neraca pembayaran dapat menjaga rupiah jangka panjang," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (9/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.514 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.524 per dolar AS.
Perlu analisis mendalam soal naik turunnya BI rate, memang langkah2 the fed selalu punya efek multiplier dan dominan pengaruhi nilai tukar kita dan itu selalu jadi momok selama ini, semoga fundamental ekonomi semakin baik hingga bisa meminimalisir efek perubahan yg terjadi di bank central amerika itu