Mengubah kelamin akan melibatkan perubahan fisik, hormon, dan mental seseorang. Inilah yang membuatnya cukup sulit.
Penyandang kelamin ganda, Santi telah memilih menjadi perempuan pada 2012 lalu. Ia bahkan sudah menikah pada 2015 lalu dan dikaruniai seorang putra belum lama ini. Namun demikian, Desa Sokasari masih menyisakan empat empat warganya yang menderita kelainan serupa.
"Ada lima warga yang menderita kelainan kelamin. Satu sudah dioperasi, yakni Santi. Yang empat belum,” terang Ulumudin, Sekretaris Desa Sokasari, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, dilansir dari Liputan6, Jumat (3/11/2017).
Keempatnya adalah kakak beradik yang masih merupakan sepupu Santi, yakni SD (21), Z (14), T (6), N (4). Hingga kini belum ada satu pun dari mereka yang telah memutuskan untuk menjalani operasi kelamin sebagaimana Santi.
Ulum mengaku, alasan belum dilakukannya operasi pada empat warga lainnya adalah masalah biaya. Alasan lainnya adalah karena orangtua mereka menghendaki keempatnya dioperasi setelah menginjak usia dewasa.
Si sulung, SD, saat ini telah menginjak usia 21 tahun. Namun begitu, ia belum berkeinginan untuk operasi kendati sudah ada sukarelawan yang siap membantu serta ditanggung BPJS Kesehatan.
"Ya memang kondisinya seperti itu. Orang tuanya menginginkan SD tetap seperti itu saja, yakni menjadi perempuan. Alasan itulah dia menolak untuk dilakukan operasi," ucap Ulum.
Ciri Fisik
Ulum mengungkapkan, keluarga Toriqin (45) dan Seni (38) memiliki enam orang anak, empat di antara mereka menderita kelainan kelamin. Kelainan itu sudah mereka derita sedari lahir dengan ciri fisik yang berbeda-beda.
Ketiga anak mereka, yakni Z, T, dan N diberi nama laki-laki lantaran memiliki ciri fisik laki-laki. Meski begitu, alat kelamin laki-laki mereka tak sepenuhnya menyerupai kelamin laki-laki pada umumnya.
Sementara SD diberi nama perempuan karena secara fisik ia menyerupai seorang perempuan pada umumnya. Namun, tak jauh berbeda dengan Santi, ia juga memiliki suara yang berat. Kumis di wajahnya juga melebat sebagaimana laki-laki pada umumnya.
Hingga kini, tak ada satu orang pun yang telah memutuskan untuk melakukan upaya operasi.
“Ya, apapun keputusan yang diambil tentu diserahkan kembali ke pihak keluarga. Kami sebagai aparat desa bertugas untuk melakukan pendampingan agar mereka mendapatkan perawatan dan pengobatan dari tim medis," tandas Ulum.