- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Dunia Hiburan
Suka Duka Keliling Asia Tenggara dengan Sepeda Rp 1 Jutaan, Kasihan! Sepedanya Dicuri


TS
warunglink
Suka Duka Keliling Asia Tenggara dengan Sepeda Rp 1 Jutaan, Kasihan! Sepedanya Dicuri

Pemuda bernama Muchtar Aburaera (32 tahun) sukses mengelilingi negara-negara Asia Tenggara dengan mengayuh sepeda selama lima bulan. Sendiri alias solo turing tentu beragam cerita yang ditemuinya. Dari ponsel dicuri dalam masjid hingga sepeda yang ditungganginya hilang di curi saat di Vietnam

Solo turing sepeda yang lakoni Jalling, sapaan akrab Muchtar, mungkin tak seperti dengan para peturing sepeda kebanyakan yang dengan persiapan memadai dan tunggangan yang mumpuni.
Meski bisa dibilang hanya dengan sepeda standar, perlengkapan dan bekal seadanya ditambah obsesinya mengelilingi dunia, dia sukses menjajaki Malayasia – Brunai – Singapura – Thailand – Kamboja – Vietnam – Laos – Myanmar. “Tujuan saya ingin merasakan perjalanan jauh, merasakan suasana negara orang.” cerita Jalling kepada MAKASSARTERKINI.com, di Makassar, Jumat 03 Juni 2016.
Jalling masuki ke negara Malaysia melalui Nunukan, Tarakan, Kalimantan Utara pada awal Agustus 2015. Tujuannya adalah mendatangi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di kota Tawau untuk mendapat ijin perjalanan. Ke Nunukan, ia menumpangi Kapal Mesin Thalia di pelabuhan Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Melapor ke KJRI sangat penting bagi warga Indonesia atau warga Asing lainnya yang hendak masuk ke Malaysia. Ini adalah legalitas yang memudahkan kita untuk beraktivitas di negara orang termasuk minta izin ke negera-negara lain, tentunya melalui KJRI atau kantor Kedutaan perwakilan Indonesia ” jelas Jalling.
Quote:
Perjalanan sepeda pun dimulai. Tujuan Jalling saat itu hendak ke pelabuhan yang berada di kota Sandankan, meski sebelumnya berkeliling di kawasan ibukota Kinabalu. Ke Sandakan jaraknya pun tak main-main, ia menggayuh sepedanya selama 14 hari.
Kota itu dipilihnya untuk menyeberang ke Zamboanga, Mindanao, Filipina. Sayangnya saat berada di pelabuhan, dia dilarang menyeberang dengan alasan terjadi konflik di daerah Cebu, Filipina.“Disana saya dilarang untuk menyeberang karena katanya terjadi perang dan dikuatirkan teroris Abu Sayyaf melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, ” ujarnya.
Walau pelayaran ke Filipina dilarang, bukan berarti perjalanannya sampai disitu. Jalling kemudian punya rencana perjalanan baru, yakni mengurungkan niat ke Filipina dan memilih rencana perjalanan keliling Asia Tenggara, melalui Malaysia Timur dan Barat serta negara tetangganya. “Setelah mendapat informasi dari orang-orang disana, saya putuskan untuk melajahi Malaysia dan negara-negara tetangga. ”
Ia akhirnya kembali lagi ke kota Kinabalu dengan naik bus yang hanya ditempuh dalam waktu sehari. Dari situ kemudian naik kapal Ferry menuju pulau kota Labuan. Setelah istirahat sehari, perjalanan dilanjutkan ke Bandar Seri Begawan, Brunei.
Di negara kecil yang diapit Malaysia ini, Jalling cuma butuh sehari untuk melewatinya dan masuk lagi ke Serawak, Malaysia Timur. Melalui Bandara Internasional Miri, hari itu juga ia terbang ke bandara Changi, Singapura.
Ia pun tak ingin melepaskan begitu saja moment negara incaran para traveler seluruh dunia ini. Ia sempat berkeliling termasuk ke tempat yang cukup mainstream untuk berfoto-foto, yakni tugu Marlion.
Jallling sebenarnya peturing sepeda dengan modal cekak, karena itula dirinya tak mencari penginapan atau hotel untuk beristirahat, ia melewati malam-malam disana dengan tidur emperan jalan dan pernah satu malan nginap di dekat patung Singa itu. “Disana banyak ketemu orang Indonesia juga. Berkenalan dan foto bersama. ” kata dia.
Puas gowes dan berkeliling di negara ini selama seminggu, perjalanan dilanjutkan ke Johor, Malaysia. Setelah mendatangi dan nginap di Konsulat Jenderal RI disana, sepada pun dikayuh dengan tujuan Kuala Lumpur.
Quote:
Dari Johor ke Kuala Lumpur memakan waktu dua pekan menggayuh sepeda. Negara melayu ini belum habis dijalananinya untuk mencapai negara berikutnya, yakni Thailand.
Saat menuju perbatasan negara itu, ia melaju bersama berbagai macam kendaraan termasuk truk gandengan yang kerap menimbulkan sambaran angin. Malah di antara daerah Kedah – Perlis, ia disambar mobil truk hingga terpental ke pinggir jalan. Beruntung dirinya tidak ada yang luka, tapi sepedanya mengalami pecah ban bagian depan.
Ini kali pertama sejak membeli sepada ia mengalami masalah itu. Sialnya lagi, dia tidak membawa peralatan sepeda dan ban cadangan.
Beruntung ia ditolong oleh pengendara sepeda motor warga setempat setelah melambaikan tangan di pinggir jalan. “Ban pecah mungkin karena cuaca sangat panas saat itu, ” ujarnya.
Jalling pun dibonceng ke sebuah bengkel dan kedai di sekitar Kedah untuk membeli ban dalam baru dan beberapa peralatan sepeda.
Akhirnya tibalah dia di Bukit Kayu Hitam, kota yang berada diperbatasan Thailand. Dia mencapai kota itu dengan waktu tempuh selama satu bulan dari Johor.
Berada di Thailand, tempat yang menjadi sasarannya adalah Hat Nyai. Disini juga untuk meminta izin jalan di Konsulat. Karena izin yang diberikan di negara itu cukup singkat yakni dua Minggu sementara di Malaysia satu bulan akhirnya dia memutuskan untuk naik kereta dari stasiun di Songkhla, Hat Nyai menuju ibukota Thailand, Bangkok.
Ke kota ini berjarak sekitar 1500 kilometer lebih, yang ditempuh hanya sehari saja. Bila dilalui dengan sepeda mungkin memakan waktu kurang lebih 15 hari. “Terpaksa naik kerata karena izin yang diberikan cuma dua Minggu,” kata mantan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Fajar – Sekarang Universitas Fajar – ini.
Setibanya disana, gowes kemudian dilanjutkan menuju perbatasan negara Kamboja. Memakan waktu tujuh hari hingga di kota perbatasan bernama Trat. Pemandangan tebing dan pegunungan mulai terlihat. Kondisi mulai menanjak dan berkelok-kelok.
Quote:
Ceritanya kepada polisi setempat, bahwa sebelumnya dia secara tak sengaja berpapasang dengan warga meneteng senjata laras panjang dan mengarahkan ke dirinya. Panik. Beruntung dia tidak mendapat perlakuan kasar atau diculik.
“Jadi saya bilang, Indonesia.. Indonesia… I come from Indonesia. Saya mau ke Phnom Penh dengan bersepada. Maaf pak apakah bapak bisa membantu saya menunjukan jalannya? ” ceritanya saat mendapat ancaman. “Akhirnya mereka menunjukannya.”
Menurutnya inilah etape perjalanan paling sulit dan dilaluinya hampir satu pekan lamanya. Apa lagi bahasa warga setempat sudah jarang ditemui bisa berbahasa melayu. Walau bisa berbahasa inggris tapi sedikit-sedikit. “Sama sih dengan saya yang juga bisanya litle-litle speak english.”
Selepas dari jalur itu, ia menuju kota Phnom Penh yang ditempuhnya juga selama enam hari. Setelah melapor ke Kedutaan Besar RI disana, Jalling kemudian melanjutkan perjalanan ke negara Vietnam. Namun disini, dia sempat salah jalan dan menyadarinya setelah dua hari perjalanan.
“Saya hanya mengandalkan signboard dipinggir jalan. Saya ternyata salah arah. Saya memilih jalur domestik bukan jalur Internasional atau untuk para turis, ” katanya.
Karena dua hari berada di jalur salah ia terpaksa mengatasinya dengan naik kendaraan dari perbatasan ke Chau Dac, kota pertama di perbatasan. Mengingat, dia sudah menjadwalkan target-target tempat perjalanannya dan kuatir dideportasi paksa akibat izin yang telah ditentukan melebihi. “Jadi saya naik mobil bus, mobihome, hingga menumpang truk sampai Ho Chi Minh lalu lanjut ke Ha Noi, ibukota negara Vietnam. ”
Quote:

Dengan tas dipunggung yang terikat helm dan bendara kecil Indonesia berkibar-kibar di ransel, ia menempuh Vientiane, ibukota negara Loas pada 28 oktober 2015. Dari sini kemudian masuk lagi ke Nongkhai, Thailand untuk melapor diri lagi. Lalu masuk lagi ke negara Myanmar.
“Dari Myanmar kembali lagi ke Thailand. Di Myanmar saya cuma jalan-jalan saja. Untuk melihat negara itu,”
Nah, dari Bangkok perjalanan backpacker dilanjutkan ke Kuala Lumpur (KL). Jarak tempuh ke KL hanya sehari, lalu bermalam di stasiun.
Jalling kemudian melanjutkan perjalanan ke Johor untuk melapor lagi di Konsulat disana. Setalah itu, dia menuju pelabuhan di Johor untuk mencari kapal tujuan Batam pada 15 November 2015.
“Akhirnya saya pulang ke Indonsia. Dengan perasaan sangat senang. Bersyukurlah saya kembali ke tanah air. ”
Bukan kali ini saja, pria yang pernah kuliah di Institut Kesenian Jogjakarta (IKJ) ini melakukan turing panjang. Di Indonesia saja, Jalling pernah beberapa dua kali bersepeda dari Jogjakarta – Aceh (kilometer nol) – Jogjakarta sepanjang 2011 hingga 2013. Lalu turing selama delapan bulan dari Sumatera – Kalimantan – Jawa – Sulawesi – Nusa Tenggara Barat – Papua pada 2014.
“Soal sepeda sebenarnya saya pernah mengalami rusak parah, patah hingga tidak bisa dipakai lagi. Jadi sepeda itu saya simpan di museum Kata di negeri Laskar Pelangi, Blitung.” kata anak pertama dari tiga bersudara ini.
Diubah oleh warunglink 05-08-2017 07:11


anasabila memberi reputasi
1
6.2K
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan