Kaskus

News

sniper2777Avatar border
TS
sniper2777
Polemik Kata "Pribumi" di Awal Kepemimpinan Anies Baswedan
JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung menyampaikan pidato politik pertamanya di hadapan warga pada Senin (16/10/2017) malam.

Salah satu hal yang disampaikan Anies yakni sejarah panjang Republik Indonesia yang terjadi di Jakarta, seperti Sumpah Pemuda, perumusan garis besar Republik Indonesia, hingga proklamasi kemerdekaan.

Anies mengatakan, setiap sudut di Jakarta menyimpan sejarah, sejak era Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, hingga Jakarta yang merupakan kisah pergerakan peradaban manusia.

Menurut Anies, berakhirnya penjajahan yang pernah terjadi di Jakarta selama ratusan tahun harus dijadikan momentum bagi pribumi melakukan pembangunan dan menjadi tuan rumah yang baik.

"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan (dijajah). Kini telah merdeka, saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Anies dalam pidato politiknya di Halaman Balai Kota DKI Jakarta.

Baca: Penjelasan Anies Baswesan Terkait Istilah Pribumi dalam Pidatonya

Kemerdekaan di Indonesia, kata Anies, direbut dengan usaha sangat keras sehingga alam kemerdekaan harus dirasakan semua warga.

Kata "pribumi" dalam pidato itu kembali menghangatkan dunia maya. Ucapan Anies dalam pidato politiknya itu dicerca, ada juga yang membela.

Keesokan harinya, Selasa (17/10/2017), Anies menjelaskan, kata "pribumi" yang dia sampaikan dalam pidato politiknya terkait dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia, termasuk Jakarta. Dia tidak merujuk penggunaan kata tersebut di era sekarang.

"Oh, istilah itu (pribumi) digunakan untuk konteks pada era penjajahan karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu," kata Anies.

Anies mengatakan, Jakarta adalah kota yang paling merasakan penjajahan Belanda di Indonesia. Menurut dia, warga Jakarta-lah yang melihat penjajahan itu di depan mata.

Penggunaan kata "pribumi" dilarang

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengingatkan, ada Undang-undang dan Instruksi Presiden yang melarang penggunaan kata "pribumi" dan "keturunan".

Sumarsono mengatakan, aturan itu untuk semua warga dan pejabat negara.

"Semua pejabat negara dan kita warga bangsa, hindari pakai istilah pribumi, itu UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis," ujar Sumarsono ketika dihubungi, Selasa.

Selain UU tersebut, hal ini juga diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

Baca: Ternyata, Ada UU dan Inpres yang Larang Penggunaan Kata Pribumi

Sumarsono mengatakan, penggunaan kata pribumi dan non-pribumi diganti dengan kata Warga Negara Indonesia.

Saat ditanya mengenai adanya aturan yang melarang penggunaan kata pribumi dan non-pribumi, Anies hanya menjawab, "Cukup ya."

Baca: Ditanya tentang Inpres yang Larang Penggunaan Kata Pribumi, Anies Bilang Cukup Ya

Dilaporkan ke Bareskrim

Organisasi sayap PDI-P, Banteng Muda Indonesia (BMI), melaporkan Anies ke polisi terkait pidatonya yang mengandung kata-kata pribumi.

BMI mulanya datang ke Polda Metro Jaya untuk membuat laporan pada Selasa. Namun, laporan ini tidak diterima. Polda Metro Jaya mengarahkan BMI agar membuat laporannya di Bareskrim Mabes Polri.

Selasa malam, BMI akhirnya melaporkan Anies ke Bareskrim Polri di Gambir, Jakarta Pusat.

Baca: Ingin Laporkan Anies soal Pidato Pribumi, BMI Diarahkan ke Bareskrim

"Kami melaporkan saudara Anies Baswedan terkait isi dari sebagian pidato politik kemarin mengenai kata pribumi dan non-pribumi. Kami dari Polda Metro Jaya tapi dilimpahkan ke Bareskrim," ujar Kepala Departemen Pidana Hukum dan HAM DPD Banteng Muda Indonesia DKI Jakarta Pahala Sirait seperti dikutip Tribunnews.com.

Pahala menyebut ucapan Anies tersebut tidak seusai dengan UU Nomor 40 tahun 2008 dan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998.

BMI melampirkan barang bukti berupa berkas lampiran pidato dan video Anies saat berpidato di Balai Kota.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno enggan menanggapi perihal pelaporan ini.

http://megapolitan.kompas.com/read/2017/10/18/08444021/polemik-kata-pribumi-di-awal-kepemimpinan-anies-baswedan






AHOKER BAPER!!!!!! emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak



Mengapa Ayah Ahok Bisa Ikut Belanda?

Kebanggaan Basuki Tjahya Purnama sebagai putera seseorang yang “ikut Belanda” mengejutkan publik DKI Jakarta. Lengkapnya Ahok menyebut: “Saya kecil tidur pakai sepatu piyama, sepatu, jas dari kecil. Sori saya bukan miskin-miskin amat. Sepatu kickers dulu paling top ayah saya beli lusinan. Soalnya ayah saya dulu ikut Belanda lo,” sebagimana dilansir dari detik.com, Jumat (16/12/2016).

Pengakuan Ahok ini menerbitkan tafsir bahwa “semasa kecil Ahok hidup sejahtera karena sang ayah, Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam), ikut Belanda.” Memang tahun 1967, ketika Ahok masih orok, Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam), ayah Ahok memang kesohor sebagai pengusaha tambang timah, sekaligus orang paling kaya di desanya. Saking kayanya, Ahok mengaku “diwarisi” 3-4 pulau di Belitung oleh almarhum Indra. Apa ini imbas dari “ikut Belanda” itu?

Pengakuan ini menarik karena frasa “ikut Belanda” semasa Ahok kecil tersebut cenderung negatif. Apalagi jika dinyatakan oleh seorang peranakan Cina. Penting pula ditelisik dalam bentuk apa frasa “ikut Belanda” itu? Apakah perkongsian bisnis, politik atau malah keduanya?

Sejarah mencatat, kebijakan segreasi kolonial Belanda telah memposisikan kalangan Tionghoa sebagai warga negara kelas dua. Strata kalangan Tionghoa berada di bawah bangsa Eropa dan di atas pribumi. Mereka menikmati kebijakan penganakemasan, khususnya di bidang perekonomian. Sebagai balasan, Kolonial Belanda mengutip pajak dari kalangan Tionghoa. Transasional sifatnya.

Pengamat politik ekonomi Ichsanudin Noorsy bahkan menyebut kekuatan Tionghoa telah membajak ekonomi Indonesia sejak masa penjajahan. Di mana, salah satu keuntungan “ikut Belanda” adalah jaringan konglomerasi peranakan Cina mewarisi sumber-sumber produksi dan kekayaan Indonesia ketika Jepang menduduki Indonesia. Tidak mau rugi, Belanda yang terusir itu lantas menjadikan kalangan Tionghoa sebagai kaki tangan untuk mengelola aset-aset yang dimiliki Belanda.

Jika ini makna Indra “ikut Belanda” yang dimaksud Ahok, wajar bila keluarganya menjadi orang kaya di Belitung. Tetapi, perlu dicatat bahwa kesejahteraan tersebut diraup dari kolam kebijakan diskriminasi terhadap pribumi.

Namun, jika perkongsian itu bersifat politik, tentu kita akan mengurut dada atas kebanggaan Ahok tersebut. Sulit membayangkan, pada fase di mana rakyat Indonesia berdarah-darah melawan Belanda, Ayah Ahok malah berpihak pada penjajah demi keuntungan pribadinya. Keberpihakan semacam ini tentu bukan tindakan nasionalis, malah membunuh nasionalisme itu sendiri.

Nasionalisme Tionghoa

Tidak bisa ditafik, peranakan Tionghoa anti nasionalisme semacam itu menyerak di pra dan era Republik Indonesia baru tegak. Pada masa itu, peranakan Tionghoa di Indonesia memang tidak berpadu. Nasionalisme kalangan Tionghoa terpecah menjadi tiga. Pertama, nasionalisme Tiongkok didukung Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) atau perkumpulan Tionghoa di Jakarta oleh orang-orang Tionghoa berpendidikan Barat. Kedua, nasionalisme Hindia Belanda didukung oleh Chung Hwa Hui (CHH) yang menganjurkan menerima kekawulaan Belanda dan aktif berpartisipasi dalam lembaga-lembaga politik lokal termasuk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).

Ketiga, nasionalisme Indonesia didukung oleh Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai masyarakat Indonesia dan menyetujui upaya kalangan nasionalis Indonesia dalam membentuk sebuah pemerintahan sendiri dan akhirnya Indonesia yang merdeka.

Para anggota PTI inilah yang bergabung dalam pergerakan nasional menuju proklamasi 17 Agustus 1945. Sementara kalangan Tiong Hoa Hwee Koan bersikap abai, atau boleh disebut sekadar cari makan di Indonesia. Tetapi mereka masih lebih baik ketimbang Chung Hwa Hui yang malah menghambat pembentukan negara Indonesia.

Fakta ini menerbitkan sikap waspada di tubuh pemerintah. Klausul “Presiden harus orang Indonesia asli” pada UUD 1945 sebelum amandemen menjadi bukti. Ada kekuatiran warga keturunan yang buram nasionalismenya mendadak menelikung kepentingan pribumi.

Ditarik lebih jauh, kita bisa berkaca pada Pidato Sukarno di Semarang tahun 1948. Pandangan ini tercatat dalam disertasi Mantan Menteri Agama Prof.Dr.Mukti Ali di IAIN Sunan Kalijogo Jogjakarta tahun 1970.

Bung Karno mengusulkan agar peranakan Arab mendapat status ‘stelsel pasif’, yaitu langsung dianggap dan dicatat sebagai WNI sebagaimana kalangan pribumi. Sementara warga keturunan Cina dan India dan lainnya digolongkan ‘stelsel aktif’. Artinya untuk jadi WNI mereka harus mendaftarkan diri dan mendapat SKBRI lebih dulu baru bisa dicatat sebagai WNI.

Pandangan Bung Karno ini tentu tidak ujug-ujug. Ini adalah penilaian yang berpijak pada kondisi dan situasi waktu itu di mana peranakan Cina tergolong akrab dengan Belanda. Juga peranakan Cina yang masih menganggap tanah Tiongkok adalah tumpah darahnya. Jadi, pemikiran ini adalah bentuk kewaspadaan Bung Karno dalam merawat politik nasionalisme.

Dan pernyataan Ahok kian mempertegas kewaspadaan ini. Ketika frasa “ikut Belanda” yang sejatinya memiliki citra negatif malah dinyatakan dengan terang, tegas dan penuh kebanggaan, publik wajar mempertanyakan kadar nasionalisme Ahok. Sebagai tokoh publik, Ahok berkewajiban untuk menjelaskan hubungan sang ayah dengan Belanda sehingga keluarganya bisa sejahtera.

Ada falsafah “like father like son”. Jika Indra benar-benar ikut Belanda secara politik, lantas apakah Ahok akan mengikuti jejak ayahnya? Bukankah Republik Rakyat Tiongkok selalu menyambut dengan tangan terbuka kalangan diaspora Tionghoa yang ingin pulang kampung?

http://politiktoday.com/mengapa-ayah-ahok-bisa-ikut-belanda/



Reklamasi adalah bentuk penjajahan emoticon-fuck



JAKARTA BARU AJA TERBEBAS DARI PENJAJAH emoticon-Ngakak


Ini muka2 penjilat penjajah emoticon-Busa:

Polemik Kata "Pribumi" di Awal Kepemimpinan Anies Baswedan





Polemik Kata "Pribumi" di Awal Kepemimpinan Anies Baswedan



0
4.2K
43
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan