- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kebohongan Dwi Hartanto 'The Next Habibie' Terbongkar


TS
pigmankafir
Kebohongan Dwi Hartanto 'The Next Habibie' Terbongkar


Kebohongan Dwi Hartanto 'The Next Habibie' Terbongkar


Quote:

Mahasiswa Indonesia program doktor di TU Delft Belanda, Dwi Hartanto, sudah meminta maaf atas klaimnya sebagai ahli kedirgantaraan dan sederet prestasinya yang ternyata palsu. Kebohongan Dwi terbongkar setelah alumni TU Delft di Indonesia menyelidiki latar belakangnya.
Penyelidikan tentang kebohongan Dwi, bermula saat dia diundang sebagai pembicara di salah satu konferensi tentang kedirgantaraan di Indonesia. Kala itu, alumni TU Delft di Indonesia menyelidiki background Dwi, namun tak menemukannya.
"Alumni yang awalnya nyelidiki ini adalah dosen di Indonesia, dulunya TU Delft juga, bidang aerospace engineering. Dia merasa ada yang aneh dengan Mas Dwi, lalu dicek backgroundnya. Agak dalam juga tuh ngeceknya,"kata salah seorang mahasiswa TU Delft
Mereka juga menanyakan ke European Space Agency (ESA), karena Dwi mengaku bekerja di sana. Namun ternyata setelah dikroscek, tidak ada nama Dwi Hartanto di ESA.
Dia tak tahu sejak kapan Dwi Hartanto berbohong. Namun menurutnya penyelidikan kasus Dwi sudah berlangsung cukup lama.
"Awal mula kecurigaan alumni itu sudah lama. Mungkin sudah setahunan," katanya.
Akhirnya, Dwi diinterogasi oleh PPI Delft, PPI Belanda, dan KBRI Den Haag, dan dia mengakui kesalahannya. Dwi yang menyelesaikan pendidikan S1 nya di Akprind Yogyakarta itu juga telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik.
"Selama ini kami enggak tahu kalau ternyata Mas Dwi berbohong," ujar teman Dwi yang enggan disebutkan namanya ini.
Dwi mengaku khilaf --tidak mengkoreksi, verifikasi, dan klarifikasi. Bahkan latar belakang pendidikan Dwi yang sebelumnya digembar-gemborkan bersinggungan dengan satelit, dibantahkan lewat pernyataannya.
Spoiler for Surat Permohonan Maaf:
Saya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi yang tidak benar terkait dengan pribadi, kompetensi, dan prestasi saya.
Saya mengakui dengan jujur, kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi, atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya.
Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Untuk itu saya berjanji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
Saya mengakui dengan jujur, kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi, atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya.
Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Untuk itu saya berjanji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
Quote:
4 Kebohongan Ilmuwan Indonesia Dwi Hartanto

Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Belanda, pernah memberikan penghargaan kepada Dwi atas prestasinya. Namun atas kebohongannya itu Kedutaan Besar Indonesia di Belanda mencabut penghargaan tersebut.
Dwi sudah memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas beredarnya informasi bohong mengenai dirinya di media sosial maupun media massa.
Berikut empat kebohongan yang telah dilakukan oleh putra kebanggaan Indonesia tersebut. Berikut daftarnya:
1. Pendidikan
Sebelumnya Dwi mengaku mengenyam pendidikan di Tokyo Institute of Technology,Jepang.
Kenyataannya Dwi merupakan lulusan S1 Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.
"Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, sepeiti informasi yang banyak beredar,"ujarnya dalam pernyataan resmi
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pendidikan program Master S2 nya ia jalani di TU Delft Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science dengan tesis berjudul "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi Satellite Mission", di bawah bimbingan Dr. Ir. Georgi Gaydadjiev, yang selesai pada Juli 2009.
Namun ia menambahkan bahwa penelitian masternya tersebut hanya bersinggungan dengan sistem satelit data telemetri dan ground network platform.
Kini dirinya tengah menyelesaikan pendidikan S3 di di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada fakultas yang sama di TU Delft, di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy".
"Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar," ujarnya.
2. Riset
Mengenai riset, sebelumnya Dwi mengatakan bahwa riset-riset yang selama ini ia kerjakan di Belanda sangat sensitif berkaitan dengan bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) juga Aribur Defence yang ia garap bersama para guru besar dari TU Delfi.
Nyatanya semua riset yang ia akui tersebut adalah tidak benar.
"Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft," tuturnya
3. Prestasi
Pada sebuah wawancara bersama Mata Najwa, Dwi mengaku jika ia merupakan seorang technical director pada proyek roket dan satelit hingga pemberitaaan yang menyatakan bahwa ia adalah satu-satunya orang non-Eropa yang masuk dalam ring 1 teknologi ESA.
Namun kemudia ia membatah kabar tersebut, "Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar," jelasnya.
4. Hasil karya
Sebelum akhirnya terbongkar, Dwi mengaku jika ia bersama timnya berhasil membuat Satellite Launch Vehicle (SLV) yang diberi nama The Apogee Ranger V7s (TARAV7s) yang didanai oleh Ministerie van Defensie (Kementerian Pertahanan Belanda), Nationaal Lucht-en Ruimtevaartlaboratorium (Laboratorium Antariksa Nasional Belanda).
Namun kenyataannya, satelit tersebut tidak ada.
"Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s," tuturnya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa proyek itu bukan dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR) buka pula dari proyek Airbus Defence atau Dutch Space.
Ketiga lembaga tersebut hanyalah sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan dan dana riset. Melalui surat pernyataannya Dwi Hartanto megakui kesalalahan dan merasa khilaf karena telah memberikan informasi yang tidak akurat dan cenderung melebih-lebihkan.

Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Belanda, pernah memberikan penghargaan kepada Dwi atas prestasinya. Namun atas kebohongannya itu Kedutaan Besar Indonesia di Belanda mencabut penghargaan tersebut.
Dwi sudah memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas beredarnya informasi bohong mengenai dirinya di media sosial maupun media massa.
Berikut empat kebohongan yang telah dilakukan oleh putra kebanggaan Indonesia tersebut. Berikut daftarnya:
1. Pendidikan
Sebelumnya Dwi mengaku mengenyam pendidikan di Tokyo Institute of Technology,Jepang.
Kenyataannya Dwi merupakan lulusan S1 Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.
"Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, sepeiti informasi yang banyak beredar,"ujarnya dalam pernyataan resmi
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pendidikan program Master S2 nya ia jalani di TU Delft Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science dengan tesis berjudul "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi Satellite Mission", di bawah bimbingan Dr. Ir. Georgi Gaydadjiev, yang selesai pada Juli 2009.
Namun ia menambahkan bahwa penelitian masternya tersebut hanya bersinggungan dengan sistem satelit data telemetri dan ground network platform.
Kini dirinya tengah menyelesaikan pendidikan S3 di di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada fakultas yang sama di TU Delft, di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy".
"Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar," ujarnya.
2. Riset
Mengenai riset, sebelumnya Dwi mengatakan bahwa riset-riset yang selama ini ia kerjakan di Belanda sangat sensitif berkaitan dengan bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) juga Aribur Defence yang ia garap bersama para guru besar dari TU Delfi.
Nyatanya semua riset yang ia akui tersebut adalah tidak benar.
"Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft," tuturnya
3. Prestasi
Pada sebuah wawancara bersama Mata Najwa, Dwi mengaku jika ia merupakan seorang technical director pada proyek roket dan satelit hingga pemberitaaan yang menyatakan bahwa ia adalah satu-satunya orang non-Eropa yang masuk dalam ring 1 teknologi ESA.
Namun kemudia ia membatah kabar tersebut, "Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar," jelasnya.
4. Hasil karya
Sebelum akhirnya terbongkar, Dwi mengaku jika ia bersama timnya berhasil membuat Satellite Launch Vehicle (SLV) yang diberi nama The Apogee Ranger V7s (TARAV7s) yang didanai oleh Ministerie van Defensie (Kementerian Pertahanan Belanda), Nationaal Lucht-en Ruimtevaartlaboratorium (Laboratorium Antariksa Nasional Belanda).
Namun kenyataannya, satelit tersebut tidak ada.
"Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s," tuturnya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa proyek itu bukan dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR) buka pula dari proyek Airbus Defence atau Dutch Space.
Ketiga lembaga tersebut hanyalah sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan dan dana riset. Melalui surat pernyataannya Dwi Hartanto megakui kesalalahan dan merasa khilaf karena telah memberikan informasi yang tidak akurat dan cenderung melebih-lebihkan.
Ngakunya Ilmuan Padahal Tukang Tipu.


Diubah oleh pigmankafir 08-10-2017 18:24
0
6.2K
Kutip
64
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan