- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Bank negara batal tarik biaya isi ulang uang elektronik


TS
BeritagarID
Bank negara batal tarik biaya isi ulang uang elektronik

Pengisian data pada uang elektronik di Sentra Mandiri, Jakarta, Senin (18/9). Bank-bank negara batal menarik biaya isi ulang uang elektronik.
Kebijakan penarikan biaya isi ulang bagi pemilik uang elektronik dibatalkan sebagian. Setidaknya, bank-bank milik pemerintah yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (HIMBARA) batal menarik biaya isi ulang bagi nasabah.
Ketua HIMBARA Maryono mengatakan biaya isi ulang uang elektronik khusus HIMBARA tetap gratis.
Saat ini anggota HIMBARA adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).
Maryono, yang juga Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk itu menyatakan, langkah itu diambil sesuai dengan kesepakatan antara anggota HIMBARA.
"Juga arahan dari Kementrian Badan Usaha Milik Negara untuk menggratiskan biaya isi ulang elektronik," ujarnya kepada Bisnis, Senin malam (18/9/2017). Pembatalan ini juga selaras dengan besarnya penolakan dari masyarakat.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Suprajarto nasabah yang mengisi ulang uang elektronik miliknya tak akan dipungut biaya. "Kami akan lebih mengarahkan isi ulang melalui pemanfaatan teknologi," katanya kepada detikFinance, Selasa (19/9/2017).
Tapi penyedia uang elektronik bukan hanya bank negara. Setidaknya ada 25 lembaga, baik bank swasta dan lembaga keuangan juga menerbitkan uang elektronik.
PT Bank Central Asia (Tbk) masih mengkaji rencana biaya isi ulang ini. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, pihaknya mengalokasikan dana Rp80 miliar tiap tahun untuk uang elektronik BCA Flazz. Dana tersebut termasuk untuk pemeliharaan mesin EDC.
BCA akan tetap memprioritaskan nasabah namun tidak menutup kemungkinan menarik biaya isi ulang pada nasabah. "Tapi kalau memang untuk pelayanan masyarakat kita diminta 'free' ya kita 'free' lah," ujar Jahja seperti dikutip dari Iqplus, Selasa (19/7/2017).
HIMBARA juga belum bisa melaksanakan kesepakatan pembebasan biaya isi ulang ini. "Kami tetap mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur Bank Indonesia nanti," kata Maryono, Selasa (19/9/2017).
Jika Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sistem pembayaran mengatur adanya biaya isi ulang uang elektronik, maka HIMBARA bersedia mengikuti aturan yang ada.
Hingga kini BI, masih berkukuh akan mengatur isi ulang uang elektronik ini dikenakan biaya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menyatakan jika tak ada hambatan, aturan tersebut bakal diterbitkan dalam waktu dekat sering dengan momentum program elektronifikasi pembayaran tol.
"Kami sosialisasikan setelah ketentuannya (biaya isi ulang uang elektronik) keluar," ujarnya, seperti dinukil dari CNN Indonesia, Selasa (19/7/2017).
Gubernur BI Agus Martowardojo Jumat pekan lalu menyatakan masih menggodok aturan ini. Kemungkinan, aturan ini keluar sebelum akhir September.
Agus menjelaskan, rencana penarikan biaya isi ulang ini muncul karena ada aturan penggunaan non tunai untuk seluruh jalan tol di Indonesia. "Jumlahnya (biayanya) enggak besar," kata Agus.
Jika biaya isi ulang itu tak dikenakan, ketersediaan fasilitas isi ulang uang elektronik kemungkinan akan terbatas.
Tapi Yayasan Lembaga Konsumen dan pengacara konsumen David Tobing memprotes rencana BI.
Bahkan, David melaporkan Agus Martowardojo ke Ombudsman Republik Indonesia. Menurut David, rencana pengenaan biaya sekitar Rp1.500-Rp2.000 ini membebani masyarakat.
"(Rencana) Pengenaan biaya ini patut diduga bentuk tindakan maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan pada pengusaha, serta pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan," kata David di kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (18/9), seperti dikutip dari Kumparan.com.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai rencana penarikan biaya isi ulang ini kontradiktif.
Sebab, BI mendorong masyarakat untuk lebih banyak menggunakan uang elektronik. Di sisi lain justru dibebani pungutan.
"Ini jelas disinsentif bagi nasabah e-money, khususnya masyarakat pengguna jasa transportasi umum dan tol," ujar dia, kepada VIVA.co.id, Minggu (17/92017).
Menurut Bhima, bisnis uang elektronik sudah sangat menguntungkan bagi perbankan. "Uang hasil penjualan kartu sebenarnya tercatat sebagai fee based income bank," ujar dia.
Dalam hitungan Bhima, pada 2016, nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp7 triliun. Jika diasumsikan fee based income sebesar lima persen, maka bank penerbit uang elektronik sudah meraup untung Rp350 miliar.
Solusinya, menurut Bhima adalah mengembangkan elektronik berbasis perusahaan Fintech, atau bukan berbasis bank konvensional yang mahal.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ang-elektronik
---
Baca juga dari kategori BERITA :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
1.7K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan