- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
[EVENT SEJARAH] Begini Fakta Sejarah ‘Bambu Runcing’


TS
darkziie
[EVENT SEJARAH] Begini Fakta Sejarah ‘Bambu Runcing’
Quote:
Bambu Runcing Ciptaan Kiai Noer
![[EVENT SEJARAH] Begini Fakta Sejarah ‘Bambu Runcing’](https://s.kaskus.id/images/2017/08/12/9115125_20170812115422.jpg)
![[EVENT SEJARAH] Begini Fakta Sejarah ‘Bambu Runcing’](https://s.kaskus.id/images/2017/08/12/9115125_20170812115422.jpg)
Bagi bangsa Indonesia bambu runcing memiliki makna yang mendalam. Tidak ada gambar dan film sejarah yang tidak menampilkan bambu runcing, bahkan bambu runcing sudah seperti “senjata bangsa” , yang menjadi identitas perjuangan Negeri Ini.
Lebih dari itu bambu runcing selalu digunakan sebagai semangat kebangsaan bahwa selogan yang sering kita dengar seperti, saat perjuangan kita bisa merdeka hanya dengan bambu runcing melawan senjata api. Namun bisa jadi sebagian diantara kita selalu menggap bahwa bambu runcing adalah bagian dari kemiskinan dan keterbelakangan, ya tidak salah memang. Akan tetapi selalu ada fakta unik dalam setiap sejarah, begitu juga dengan bambu runcing, yang awal sejarahnya sangat unik.
Quote:
Dilansir dari Kompasiana, saat armada Jepang mendekati Pulau Jawa akhir Februari 1942, Belanda mengira akan menerjunkan pasukan payung Kalijati. Sehingga diperluaslah ribuan bambu yang diruncingkan ujungnya untuk menyambut pasukan para Jepang. Ternyata Jepang mendarat di pantai laut dekat Eretan, langsung menuju Subang dan mengancam Kalijati, yang segera jatuh juga.
Ribuan bambu tadi (yang niatnya digunakan oleh belanda untuk jebakan para penerjun payung Jepang) karena ujungnya runcing oleh Jepang justru akhirnya dijadikan alat latihan baris-berbaris para pemuda Seinendan, Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. Pasukan pemuda dengan penuh semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Tapi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh para pejuang ditunjukan dan digunakan untuk melawan Jepang maupun Belanda, sehingga bisa dibilang senjata makan tuan eh makan tuan-tuan.
Dikisahkan, Dr. Moestopo membakar ujungnya sampai hangus dan dimasukan kedalam kotoran kuda (telotong, Jawa). dan digunakan untuk menakut-nakuti Jepang, akhirnya Jepang lari terbirit-birit karena takut tetanus, dan Jepang pun menyerah di ujung bambu runcing. dari sinilah awal mulai bambu runcing menjadi buah bibir para pejuang, tentu saja cara penggunaannya tidak hanya seperti itu. dalam periode selanjutnya bambu runcing digunakan untuk bertempur secara nyata.
Melawan senjata yang lebih modern, biasanya di bagian ujung bambu runcing selalu diikatkan kain dua warna, merah dan putih, sebagai simbol bendera yang dikibarkan saat proklamasi (saat itu belum mengenal bendera negara) untuk mengingatkan pejuang bahwa Indonesia telah merdeka. Karena bambu runcing baru muncul dalam Perang Dunia kedua, dan tidak pernah digunakan dalam perang tradisional seperti Perang Aceh maupun Perang Dipenogoro, maka bisa dibilang bambu runcing termasuk “Senjata Modern, Tapi Sederhana” Bangsa Indonesia.
Keampuhan senjata ini diakui oleh bekas penajajah, yang terheran-heran, karena senjata tank-nya akhirnya dapat dihancurkan hanya dengan bambu runcing yang amat sederhana itu. Bambu runcing memang alat teramat sederhana, akan tetapi ditangan para pejuang heroik dan patriotik mempunyai keampuhan luar biasa, sehingga dapat mengalahkan persenjataan yang lebih moderen, seperti diakui oleh para penjajah di era terdahulu.
Bambu runcing sebagai weapon system merupakan perkembangan dari Perang Rakyat Semesta dalam Sishankamrata yang tergolong moderen dibanding dengan perang konvensional yang tidak mengikusertakan rakyat. Sistem persenjataan Indonesia mengenal adanya sistem senjata tekhnologi (sistek) dan sistem senjata sosial (sissos).
Ribuan bambu tadi (yang niatnya digunakan oleh belanda untuk jebakan para penerjun payung Jepang) karena ujungnya runcing oleh Jepang justru akhirnya dijadikan alat latihan baris-berbaris para pemuda Seinendan, Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. Pasukan pemuda dengan penuh semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Tapi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh para pejuang ditunjukan dan digunakan untuk melawan Jepang maupun Belanda, sehingga bisa dibilang senjata makan tuan eh makan tuan-tuan.
Dikisahkan, Dr. Moestopo membakar ujungnya sampai hangus dan dimasukan kedalam kotoran kuda (telotong, Jawa). dan digunakan untuk menakut-nakuti Jepang, akhirnya Jepang lari terbirit-birit karena takut tetanus, dan Jepang pun menyerah di ujung bambu runcing. dari sinilah awal mulai bambu runcing menjadi buah bibir para pejuang, tentu saja cara penggunaannya tidak hanya seperti itu. dalam periode selanjutnya bambu runcing digunakan untuk bertempur secara nyata.
Melawan senjata yang lebih modern, biasanya di bagian ujung bambu runcing selalu diikatkan kain dua warna, merah dan putih, sebagai simbol bendera yang dikibarkan saat proklamasi (saat itu belum mengenal bendera negara) untuk mengingatkan pejuang bahwa Indonesia telah merdeka. Karena bambu runcing baru muncul dalam Perang Dunia kedua, dan tidak pernah digunakan dalam perang tradisional seperti Perang Aceh maupun Perang Dipenogoro, maka bisa dibilang bambu runcing termasuk “Senjata Modern, Tapi Sederhana” Bangsa Indonesia.
Keampuhan senjata ini diakui oleh bekas penajajah, yang terheran-heran, karena senjata tank-nya akhirnya dapat dihancurkan hanya dengan bambu runcing yang amat sederhana itu. Bambu runcing memang alat teramat sederhana, akan tetapi ditangan para pejuang heroik dan patriotik mempunyai keampuhan luar biasa, sehingga dapat mengalahkan persenjataan yang lebih moderen, seperti diakui oleh para penjajah di era terdahulu.
Bambu runcing sebagai weapon system merupakan perkembangan dari Perang Rakyat Semesta dalam Sishankamrata yang tergolong moderen dibanding dengan perang konvensional yang tidak mengikusertakan rakyat. Sistem persenjataan Indonesia mengenal adanya sistem senjata tekhnologi (sistek) dan sistem senjata sosial (sissos).
Quote:
![[EVENT SEJARAH] Begini Fakta Sejarah ‘Bambu Runcing’](https://s.kaskus.id/images/2017/08/12/9115125_20170812120904.jpg)
Hanya dengan bambu runcing , Indonesia mampu mengusir penjajah! Demikian slogan kemerdekaan yang sering kita dengar. Namun tahukah anda dibalik itu semua terdapat peran besar sosok ulama dengan keyakinan Jihad Fii Sabilillah yang begitu lurus dan murni, Tawakkal Ilallah..?
Adalah Kiai Subchi, seorang ulama yang sangat tawadhu dikalangan masyarakat Parakan Temanggung, Jawa Tengah. Sosok ulama yang satu ini sangat dihormati masyarakat sekitar. Amalan khususnya Shalat lail, Tadarus al Qurán, — dikenal orang tak terpisah dengan kitab al Qurán, dan membaca kitab-kitab. Kiai Subchi tiap hari berkeliling kampung mengajar ngaji dan menjadi penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan, masyarakat sering mendatanginya untuk mencari solusi.
Seperti halnya orang-orang yang bersih kehidupannya, maka Kiai Subchi dianugerahi Allaahu Subhanahu waTaála mata bathin yang sangat peka, sehingga ditahun 1941, dia mengumpulkan para santri dan pemuda desa untuk mengadakan persiapan perang. Padahal pada saat itu situasi masih relative aman. Jepang belum masuk Jawa. Hadir dalam pertemuan tersebut Kiai Noer (Putera Kiai Subchi) dan lurah Masúd (Adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan tersebut dibentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Subchi sendiri. Pasukan yang baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal persenjataan. Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya. Namun senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab itu, Kiai Noer mengusulkan agar pasukan yang bari dibentuk ini dipersenjatai dengan cucukan (Bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit di obati.
Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh dan meraih kemenangan. Maka tidak ada jalan lain, Kiai Subchi pun mengumpulkan pasukan dengan bersenjatakan cucukan ini dan kemudian dengan penuh keyakinan, Kiai Subchi memanjatkan doá agar Allaah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan cucukan ini. Doá itu berbunyi : “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir,” dengan tiga kali membaca sembari menahan nafas. Disebabkan charisma yang dimiliki Kiai Subchi, para pemuda dengan senjata cucukan ini akhirnya bersemangat dan yakin jika senjata baru ini memiliki keistimewaan yang dahsyat. Hal ini akhirnya menjadi satu “ritual” yang tidak dilewatkan, setiap ada pasukan baru dengan senjata cucukan, mereka pasti mendatangi Kiai Subchi untuk meminta doánya.
Setahun setelah firasat Kiai Subchi, Jepang pun datang dan pecah perang besar antara Belanda melawan Jepang. Pasukan Jepang pernah ingin menguasai Parakan, namun dihadang oleh Pasukan Bambu Runcing Kiai Subchi. Dan akhirnya Jepang pun mengurungkan niatnya ke Parakan dan meneruskan geraknya ke Wonosobo. Kabar keberhasilan pasukan cucukan Kiai Subchi menghalau pasukan Jepang ini menjadi buah bibir pasukan lainnya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Magelang masih diduduki Jepang. Pasukan Hizbullah dari daerah Parakan dan daerah Kedu bersatu untuk mengusir Jepang dari Magelang. Dalam pertempuran tersebut Jepang terlihat sangat ketakutan menghadapi pasukan cucukan yang di pimpin Kiai Subchi. Hal ini menaikan pamor senjata cucukan atau Bambu Runcing.
Sejak itulah, seiring naiknya pamor cucukan, maka sosok Kiai Subchi pun menjadi terkenal. Apalagi pasukannya juga berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Para pejuang kemerdekaan pun berduyun-duyun datang ke Parakan, lengkap dengan bamboo runcingnya, untuk menemui Kiai Subchi dan meminta doá nya. Para pejuang itu datang dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta sampai kawasan Banyuwangi, dengan naik kereta api yang penuh sesak dengan bamboo runcing. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan di minta oleh Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya. Putera Kiai Subchi, Kiai Haji Noer mengatakan, “Nama semula bukan bambu runcing, tapi cucukan. Sedang nama bambu runcing ini baru-baru saja.”
Dirgahayu Indonesiaku





Diubah oleh darkziie 12-08-2017 05:14


tien212700 memberi reputasi
1
49.3K
Kutip
245
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan