Penulis novel Dewi Lestari. Foto/SINDOnews/Disfiyant Glienmourinsie
JAKARTA - Acara dialog "Perlakuan Pajak bagi Penulis dan Pekerja Seni lainnya" yang digagas Menteri Keuangan Sri Mulyani, dimanfaatkan oleh penulis novel kenamaan, Dewi Lestari. Perempuan dengan nama pena Dee ini ingin menyampaikan pandangannya mengenai pajak penulis.
Sepekan belakangan, masalah pajak penulis ramai diperbincangkan setelah penulis novel remaja, Tere Liye keberatan dengan beban pajak penulis.
Adapun Dee mengungkapkan, sejauh ini pemerintah sudah melakukan revisi terhadap tarif bruto perpajakan untuk penulis dan pekerja seni. Sebelum diubah, pendapatan bruto pajak penulis 100%. Namun sekarang sudah menjadi 50%.
"Kalau menurut saya pajak untuk penulis dibanding sebelumnya sudah ada perbaikan. Tadinya pendapatan bruto pajak penulis 100%. Sekarang setelah ada aturan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN), akhirnya hanya dikenakan 50%," cerita dia di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Hanya saja, karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat dan mungkin para petugas KPP masih ada yang belum tahu, pengenaan tarif tersebut belum seragam semuanya. Hal ini juga dirasakan Dee lantaran teman seprofesinya Tere Liye langsung menuliskan keberatannya akan pengenaan pajak penulis dan memutuskan untuk berhenti menulis.
"Permasalahannya sosialisasi, karena masih banyak KPP yang belum seragam dalam memahami hal tersebut dan belum banyak juga penulis yang tahu. Kalau menurut saya satu hal lagi, apakah pajak penulis dan perlakuan pajak penulis itu secara keseluruhan sudah tepat atau belum. Kalau menurut saya masih ada hal yang harus diperbaiki," imbuhnya.
Poin yang harus diperbaiki misalnya, penulis dikategorikan sebagai pekerja seni yang sama dengan penyanyi, aktris dan aktor. Namun sebetulnya pola pendapatan dan produksi penulis berbeda dengan profesi penyanyi, aktris dan aktor.
"Kami menulis itu panjang, pola pendapatan kami sangat jarang. Setahun hanya dua kali. Kalau kami menulis hari ini, saya baru bisa merasakan hasilnya setelah 18 bulan. Itu kan panjang. Lalu bagaimana dengan nafkah dan penghasilan kami dari bulan ke bulan. Itu yang menurut saya masih harus diperbaiki," pungkasnya.
(ven)
Sindo
Quote:
Bekraf dan Asosiasi Penulis Bersinergi
TERKAIT dengan masalah tingginya pajak penulis yang dikeluhkan penulis novel Tere Liye, Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan masalah perpajakan yang dihadapi penulis ialah permasalahan yang rumit. Selain Tere Liye, penulis buku best seller berjudul The Rise of Majapahit, Setyo Wardoyo, juga menyampaikan pendapatan bagi penulis tidak terlalu tinggi dan beban pajak pendapatan dari hasil penjualan buku juga lumayan besar.
“Sebetulnya masalah pajak penulis sudah lama kita bicarakan. Ini berkaitan dengan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan. Kami mengajukan keluhan-keluhan dan meminta solusinya seperti apa. Akhirnya sudah diambil keputusan yang cukup baik. Dua hari lalu Dirjen Pajak mengeluarkan surat (imbauan), tinggal sosialisasi sekarang,” kata dia.
Dirjen Pajak pun sudah mengeluarkan klarifikasi pada 6 September lalu. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak Hestu Yoga Saksama, wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun dapat memilih menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) yang besarnya 50% dari royalti, bukan omzet, yang diterima dari penerbit. NPPN itu diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.
“Nanti kita sosialisasikan. Bekraf bersama asosiasi penulis Satu Pena akan keliling Indonesia pada 2018 untuk sosialisasi dan mengedukasi pajak penulis. Masalah pajak memang hal yang rumit bukan hanya pajak penulis, pajak-pajak lainnya juga begitu.”
Ke depan, Triawan mengatakan bakal terus mengupayakan pelaku industri kreatif tetap bisa produktif dan hak-hak mereka terjamin. “Kita ingin para penulis bisa berkarya dan berkreasi terus-menerus dan kesejahteraannya terjamin,” ucapnya.
Masa transisi
Penulis Dewi Lestari mengatakan masalah pajak bagi penulis memang dirasa berat, terutama sebelum 2017 saat pendapatan royalti penulis, yang sudah sebelumnya dipotong 15%, masih harus dihitung bulat untuk dikenai pajak penghasilan.
“Tanpa ada kesempatan untuk pilihan memakai norma/NPPN ataupun pembukuan dikarenakan pajak royalti dianggap income pasif yang tidak mengeluarkan modal,” ujar Dewi Lestari.
Mulai 2017, akhirnya norma untuk penulis dibuat perpajakan, sebesar 50%. Menurut Dewi, hal itu perubahan positif. Masalahnya, pemahaman di KPP tampaknya belum seragam sehingga beberapa penulis ditolak soal hitungan NPPN mereka.
Dengan dirilisnya pernyataan dari Direktorat Jenderal Pajak yang mengklarifikasi norma bisa dipakai untuk pendapatan royalti, bagi Dewi itu menjadi hal melegakan karena setidaknya akan ada jaminan perlakukan KPP akan seragam.
Pendiri asosiasi penulis Satu Pena Hikmat Darmawan juga mengapresiasi respons pemerintah dalam menangani keluhan tingginya pajak yang ditanggung para penulis buku.
“Keluhan penulis seperti yang diungkapkan Dewi Lestari akhirnya disambut cepat oleh Kementerian Keuangan. NPPN bisa membantu penghitungan pajak yang lebih meringankan. Jadi penulis dianggap profesi dengan penghasilan bergerak,” ucapnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (9/9).
Karena belum meratanya sosialisasi NPPN di kantor perwakilan pajak dan terhadap para penulis, kata Hikmat, Satu Pena meminta kesempatan masa transisi untuk satu tahun pajak. (Pro/Ind/H-5)
MI
Sosialisasi itu penting banget. Dan akhirnya pendapatan bruto pajak penulis dari semula dikenakan 100% sekarang sudah menjadi 50%, semoga Tere Liye kembali berkarya lagi dengan tulisan-tulisannya
