- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita Pilu di Jakarta: Bayi Debora Meninggal karena Tak Ada Biaya


TS
aiko.akio
Cerita Pilu di Jakarta: Bayi Debora Meninggal karena Tak Ada Biaya

Jakarta - Cerita pilu bayi meninggal karena tak
ditangani tepat waktu akibat terbentur biaya kembali
terjadi di Ibu Kota Indonesia. Bayi Debora meninggal
karena sebuah rumah sakit swasta tak mau
melakukan perawatan tanpa uang muka.
Peristiwa pilu ini terjadi di wilayah Jakarta Barat.
Kisahnya sempat luput dari perhatian publik, namun
akhirnya dibuat viral oleh Birgaldo Sinaga di akun
Facebook-nya.
"Ibu bayi Debora menceritakan semuanya kepada
saya. Kita juga simpan bukti-bukti dokumen," kata
Birgaldo saat dihubungi detikcom, Sabtu (9/9/2017).
Cerita bayi Debora mengundang simpati, dibagikan
hampir 15 ribu kali dan mengundang 21 ribu lebih
reaksi di akun Facebook Birgaldo. Rumah Sakit (RS)
Mitra Keluarga Kalideres menepis cerita Birgaldo
dengan membuat rilis penjelasan soal peristiwa pilu
itu. RS punya versi cerita yang berbeda.
"Kami mengimbau agar masyarakat tidak mudah
menelan informasi tanpa mencerna dan mendalami
dahulu duduk persoalan sesungguhnya. Di atas
segalanya, kami menyampaikan rasa prihatin dan
belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada
keluarga Bapak-Ibu, T. Rudianto Simanjorang-Henny
Silalahi," demikian bunyi penggalan pernyataan
media RS Mitra Keluarga Kalideres.
Birgaldo menepis sejumlah keterangan dari RS Mitra.
Dia berkukuh pada versinya. Berikut ini cerita
lengkap Birgaldo yang ditegaskannya didapat dari
cerita Henny (ibunda bayi Debora):
DITOLAK KARENA KURANG UANG DP, BAYI DEBORA
MENINGGAL DI RS MITRA KELUARGA
"Inanng...bertahan kau nang...bertahan kau
nang...jangan pergi nang..jangan tinggalkan mamak
nang", jerit pilu Ibu Henny Silalahi sambil
menggoyang-goyangkan tubuh kaku putrinya Debora
di tempat tidur IGD RS Mitra Keluarga Kalideres.
Ia terus berteriak menangis histeris tidak terima
anaknya telah pergi meninggalkannya secepat itu. Di
depannya sang suami terdiam menahan ledakan
amarah. Matanya memerah berkaca-kaca. Laki-laki
berperawakan sedang itu akhirnya ikut menangis.
Tidak sanggup menahan air mata yang coba
ditahannya.
Minggu dini hari, 3 September 2017, sekitar pukul
02.30 WIB, bayi Debora sesak nafas. Nafasnya
tersengal satu-satu. Sebelumnya Debora batuk-batuk.
Batuknya berdahak. Ibu Henny segera
membangunkan suaminya Rudianto Simanjorang.
Mereka memutuskan membawa bayinya segera ke
rumah sakit Mitra Keluarga Kalideres.
Pukul 03.30 WIB, motor dihidupkan. Pagi buta
mereka menembus dinginnya malam membawa bayi
mungil Debora yang tampak pucat tertidur pulas.
Diboncengan, Bu Henny melihat bayi Debora sesak
nafas.
"Cepatan pa...", bisik Bu Henny ke telinga suaminya.
Suaminya memacu kencang motornya. Tidak begitu
jauh jarak dari rumah mereka hanya 3 km jaraknya.
Hanya sekitar 10 menit mereka sudah sampai di RS
Mitra Keluarga Kalideres.
Sesampai di rumah sakit sekitar pukul 03.40 WIB,
Debora langsung di bawa ke IGD. Ada dokter jaga di
sana. Dokter Iren. Tindakan pertolongan pertama
diberikan. Bayi Debora dicek suhu tubuhnya. Lalu
diberikan penguapan untuk mengencerkan dahaknya.
Sambil dilakukan pemeriksaan, ayah Debora
Rudianto diminta mengurus administrasi pasien.
Pukul 04.10 WIB, kedua orang tua Debora dipanggil
dokter Iren. Hasil diagnosa dokter Iren mengatakan
si bayi Debora harus segera dibawa ke ruang PICU.
Kondisinya memburuk. Pasien harus dimasukkan
segera ke ruang PICU untuk memberikan
pertolongan maksimal. Kedua orang tuanya
mengangguk cemas. Terbayang wajah bayi mungil
Debora yang mulai kesulitan bernafas. Dokter Iren
menyarankan segera mengurus ke bagian
administrasi.
"Maaf, Pak, bapak harus membayar uang muka
sebesar Rp19.800.000 agar anak Bapak bisa masuk
PICU," ujar Ifa petugas administrasi.
"Kami ada BPJS, Mba, tolonglah masukkan ke PICU.
Selamatkan dulu anak kami," mohon Pak Rudianto
sambil mengatupkan telapak tangannya di dada
memohon-mohon welas asih petugas.
"Maaf, Pak, rumah sakit ini belum ada kerja sama
dengan BPJS. Mohon selesaikan uang muka dulu
agar anak bapak bisa segera dimasukkan ke ruang
PICU," ujar Tina, petugas administrasi lainnya,
sambil menyorongkan sehelai kertas berisi daftar
harga uang muka pelayanan perawatan. Di kertas
daftar harga itu tertera angka Rp19.800.000 untuk
pelayanan PICU.
Kedua orang tua Debora tampak bingung. Mereka
tidak membawa uang sepeserpun. Dompet dan tas
mereka tertinggal di rumah karena buru-buru
membawa anaknya ke rumah sakit.
"Pa, segera pulang Pa, ambil uang kita," ujar Bu
Henny sambil bercucuran air mata meminta
suaminya segera mengambil uang balik ke rumah.
Rudianto, ayah bayi Debora segera berlari kecil
menuju parkiran motor. Keringat mengucur dari
dahinya. Ia memeluk istrinya sambil menguatkan
agar istrinya menjaga putri mereka di ruang IGD. Ia
segera menghidupkan motornya. Mengebut
membelah sunyinya jalan Peta Barat dan Selatan
dengan degub jantung berdetak kencang. Pukul 04.30
WIB ayah Debora kembali ke RS Mitra Keluarga
Kalideres. Ia langsung berlari ke salah satu ATM di
pojok rumah sakit itu. Ia menarik empat kali di ATM
BCA. Uangnya di rekening hanya tertinggal 5 juta
lebih.
"Ini, Mbak, lima juta rupiah. Barusan saya tarik dari
ATM. Mohonlah dimasukkan anakku di ruang PICU.
Saya berjanji siang nanti akan mencari
kekurangannya," mohon ayah Debora sambil
memelas. Uang dihitung Mbak Tina petugas
administrasi. Lima juta rupiah.
"Tapi maaf, Pak, ini masih kurang dari uang muka
PICU," jawab mbak Tina datar.
Ayah Debora memohon sekali lagi. Hanya itu uang
miliknya. Ia tidak tahu harus mencari ke mana lagi
karena masih subuh. Keluarganya yang lain masih
tidur. Ia berjanji siang hari akan membayar
kekurangannya yang penting bayinya segera
dimasukkan ke PICU.
"Saya harus telepon atasan saya dulu, Pak", balas
Tina.
Ayah Debora segera bergegas ke ruang IGD
menjenguk anaknya. Terlihat istrinya Henny
menangis sesunggukkan. "Bagaimana pa..sudah papa
berikan uang muka PICU?", tanya istrinya sambil
kebingungan. Suaminya terdiam sesaat. Ia hanya
menjawab lirih "uang kita hanya ada lima juta ma".
Sepuluh menit kemudian petugas administrasi
memanggil kedua orang tua Debora.
"Maaf pak atasan saya tidak memberi izin anak bapak
dimasukkan ke PICU sebelum bapak menyelesaikan
uang muka. Ini saya kembalikan uang lima jutanya",
ujar petugas administrasi itu. Sontak tangis pecah.
Ayah ibu Debora hanya bisa menangis. Bu Henny
menangis sesunggukkan. "Tolonglah mbak...anak
saya kritis. Dia kedinginan. Perlu segera masuk PICU.
Mohonlah mbak..mohon..", ucap suami Bu Henny
mengiba-iba sambil membungkukkan badannya
dengan kedua tangan mengatup.
Tak ada jawaban. Petugas itu hanya menjawab datar.
"Ini aturan rumah sakit Pak..silahkan bayar uang
muka sesuai daftar harga PICU". Sontak langit terasa
gelap. Kedua orang tua Debora ini lunglai. Ke mana
lagi harus mencari uang? Waktu terus berpacu.
Bayinya semakin sekarat. Wajahnya pucat. Nafasnya
tersengal karena batuk dahak dan tubuhnya
kedinginan.
Bu Henny mengontak teman-temannya. Ia mencoba
menghubungi teman-temannya untuk meminta
bantuan. Ia menelepon Iyoh teman baiknya agar
mengecek ke RS Koja. Sulit menelpon rumah sakit itu
untuk bertanya ruang PICU. Iyoh dan suaminya
segera bergegas ke RS Koja mencari ruang PICU.
Dokter Iren menemui kedua orang tua Debora.
"Bagaimana bu sudah diselesaikan di administrasi?",
tanya dokter Iren.
"Uang kami tidak cukup bu. Hanya lima juta. Kami
mohon agar bisa dimasukkan di PICU nanti siangan
kekurangannya akan kami penuhi", balas Bu Debora
memelas.
Dokter Iren tidak membantu apa-apa. Ia hanya
menyarankan memberi surat rujukan agar dibawa ke
rumah sakit yang ada kerjasama BPJSnya. Kedua
orang tua Debora hanya bisa pasrah. Mereka
bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Debora
harus dievakuasi ke rumah sakit yang ada BPJSnya
agar bisa menerima bayi Debora.
Pukul 06.00 WIB, kondisi Debora terus menurun. Ia
masih diruang IGD. Bu Henny mencoba
menghubungi koleganya. Pukul 06.17 WIB Bu Henny
memposting kegalauannya di akun fesbuknya.
"URGENT PLEASE, TOLONG BANTU CARI RS
SEKITARAN JAKARTA BARAT YG ADA RUANG PICU YG
KOSONG. PLEASE TELP KE 082168852971. PLEASE".
Beberapa temannya merespons. Seorang temannya
di Tangerang mencoba membantu. RS Tangerang ada
PICU. Bisa segera dibawa ke sana segera. Bu Henny
mencoba mengecek beberapa rumah sakit di Jakarta
yang masih ada ruang PICU. Ia mengecek RS Koja. Ia
meminta sahabatnya Iyoh mengecek ke RS Koja.
Waktu terus berjalan. Matahari merambat naik. Bayi
Debora terus berjuang bertahan hidup tanpa
bantuan medis yang optimal. Ia dibiarkan kedinginan
tanpa inkubator. Sementara kedua orang tuanya
terus berusaha mencari rumah sakit yang punya
ruang PICU.
Lamat-lamat dari samping ranjang Bu Henny terus
komat-kamit mengucap doa. "Bapa jangan ambil lagi
anakku. Bapa...dulu kakaknya Karunia sudah KAU
ambil Tuhan. Jangan lagi KAU ambil Debora dariku
Bapa", lirih Bu Henny sambil mengelap air matanya
yang jatuh bercucuran dengan punggung tangannya.
"Bertahan kau inang..mama masih berjuang mencari
rumah sakit untukmu. Bertahan ya inang..dulu kau
lahir prematur kau bisa bertahan inang. Sekarang
juga pasti bisa inang", isaknya sesunggukkan di
samping ranjang Debora sambil mengelus wajah
bayinya yang semakin pucat dingin.
Pukul 09.00 WIB, Dokter Irfan menemui kedua orang
tua Debora. Dokter pengganti Dokter Iren ini
memberi penjelasan. Entah apa yang dikatakannya.
Kedua orang tua Debora sudah tidak bisa lagi
mencerna apa penjelasan dokter Irfan. Yang mereka
tahu bayi Debora harus dibawa ke ruang PICU agar
bisa diselamatkan.
Pukul 09.39 WIB, Bu Henny menyodorkan
handphonenya ke dokter Irfan. Iyoh temannya
berhasil menemui dokter di RS Koja. Bayi Debora
akan dievakuasi secepatnya ke RS Koja. Dokter di
Koja ingin mendengar pandangan dokter Irfan atas
kondisi pasien. Kedua dokter itu berbicara melalui
telepon Bu Henny. Entah apa yang dipercakapkan
mereka. Bu Henny terus komat kamit merapal doa
menanti muzizat kesembuhan anaknya sambil
memperhatikan dokter Irfan.
Pukul 10.00 WIB, perawat memanggil kedua orang
tua Debora. Mereka mengabarkan kondisi bayi
Debora memburuk. Mereka memberikan tindakan
CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny
memegang tangan anaknya. Dingin sekali. Kedua
mata bayi Debora hanya nampak putihnya. Nyawa
Debora sudah tidak bisa diselamatkan. Sontak Bu
Debora menjerit histeris.
"Adekkkk...adekkk...bangun
dek...Inang..Inang..bangunnn. Jangan tinggalkan
mamak nak...maafkan mamak Inang..mamak sedang
berjuang membawamu ke PICU...inangg...", jerit pilu
Bu Debora di samping tubuh kaku bayi Debora.
Ia terus mengguncang tubuh Debora. Mencoba
membangunkannya. Bu Henny terus menjerit. Ia
menangis kencang. Matanya sembab. Ia terus
menjerit tidak terima bayi mungilnya mati di IGD.
Ayah Debora terguncang. Dadanya bergetar. Ia
menjerit memeluk bayi mungilnya. Kedua orang tua
Debora tidak menyangka bayinya meninggal dunia
hanya karena uang muka yang diminta rumah sakit
tidak bisa mereka cukupi.
Jumat pagi tadi, 8 September, sekitar pukul 09.00
WIB, saya mendengar semua kisah pilu itu di Balai
Kota. Malam sebelumnya Bu Henny menghubungi
saya via inbox. Ia salah satu follower saya. Saya tidak
mengenalnya sama sekali. Ia meminta saya
menolongnya. Saya tidak tahu apa yang bisa saya
tolong. Saya tahu melawan rumah sakit yang punya
uang dan kekuasaan itu tidak mudah. Jaringan
mereka kuat. Uang milik mereka tidak berseri.
Terbayang bagaimana kisah pasien Prita yang
menghebohkan itu akhirnya malah Prita yang
dilaporkan pihak rumah sakit yang dikritiknya.
Tapi saya harus datang. Saya hanya tahu
mendengarkan tangis orang yang sedang berduka
setidaknya bisa mengobati dukanya. Saya tidak tahu
bagaimana harus menolong mereka. Di kantin Balai
Kota, saya mendengar cerita pilu ini. Usai mendengar
cerita orang tua Debora, saya mengajak mereka ke
Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Sekitar pukul
13.30 WIB, kami tiba di RS Mitra Keluarga. Di sana
saya bertemu dengan petugas informasi bernama
Mbak Indri. Darinya saya dapat info bahwa RS Mitra
Keluarga belum bekerja sama dengan BPJS
meskipun selama ini sudah disosialisasikan ke publik
bahwa RS Mitra Keluarga bahwa pada Bulan
September 2017 sudah ikut BPJS. Saya juga bertemu
dengan Mbak Wulan petugas administrasi RS Mitra
Keluarga. Saya menanyakan biaya PICU. Ia
menyodorkan sehelai kertas putih dilapis plastik. Di
situ tertera daftar harga pelayanan dan perawatan.
Saya melihat untuk PICU tertulis RP.19.800.000,-.
Usai dari RS Mitra Keluarga, saya diajak kedua orang
tua Debora berjiarah ke makam anaknya di TPU
Tegal Alur. Kami naik taxi on line. Matahari begitu
pongah siang itu. Terik sekali. Pemakaman nampak
sunyi. Dua puluh langkah dari makam Debora, tangis
bu Henny pecah. "Dekkk...mamak datang lagi liat
kamu dekk. Mereka jahattt..jahattt..mereka jahatt
dek..mereka biarkan dedek kedinginan", ujar Bu
Henny sesunggukkan dengan air mata deras
membasahi pipinya. Di depannya sang suami
mencoba tegar. Ia hanya menaburi kembang sambil
menahan air matanya tumpah.
"Dekk...mamak janji setiap minggu akan liat dedek
ya. Maafkan mamak ya dek...tak ada lagi kawan
mamak malam-malam. Tak ada lagi yang mamak
gendong malam-malam. Mereka jahat dekk..mereka
jahat", tangis Bu Henny terus berulang.
Saya tak bisa menahan air mata. Ini kali ke dua saya
menangis sejak tiga hari lalu berjiarah ke makam
Emak di TPU Pondok Ranggon.
Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi
duka kita bisa cepat pulih karena kita masih punya
masa depan. Ada anak kita. Anak kita masa depan
yang bisa bisa kita lihat. Tapi bagaimana ketika kita
kehilangan anak? Masa depan apa yang hendak kita
rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam
dan sadisnya rumah sakit yang memaksa uang muka
baru dilayani?
Lamat-lamat kuping saya mendengar tangis Bu
Henny seperti suara lirih bayi mungil Debora yang
masih berumur 4 bulan. Saya mendengar suara lirih
dari kuburnya. "Mama apa salahku ma?".
Selamat jalan anakku Debora cantik..bisikkan kepada
malaikat di surga betapa kami menyayangimu.
Salam penuh dukaku
Birgaldo Sinaga
RS Mitra Keluarga Kalideres, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, punya versi cerita yang
berbeda. Berikut ini keterangan dari RS Mitra
Keluarga Kalideres:

Keterangan pers dari RS Mitra Keluarga Kalideres.
Foto: dok. FB Birgaldo Sinaga
Sumber : https://m.detik.com/news/berita/d-36...-tak-ada-biaya
Diubah oleh aiko.akio 09-09-2017 21:20
0
17.7K
63


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan