- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Dunia Hiburan
Tere Liye Putuskan Kontrak Gramedia Karena Pajak Penulis untuk Negara Terlalu Tinggi


TS
paanjoel
Tere Liye Putuskan Kontrak Gramedia Karena Pajak Penulis untuk Negara Terlalu Tinggi

Quote:
Tere Liye memutuskan untuk berhenti menerbitkan buku di toko-toko konvensional maupun lewat Penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Republika. Di Facebook-nya, dia mengumumkan:
"Per 31 Juli 2017, berdasarkan permintaan kami, GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA dan REPUBLIKA Penerbit, efektif menghentikan menerbitkan seluruh buku Tere Liye," tulis Tere Liye di akun Facebook yang Ia kirim Selasa kemarin, tanggal 7 September 2017.
Tere Liye juga menyebutkan sebanyak 28 judul buku enggak akan dicetak ulang dan buku yang ada di toko akan dibiarkan.
""Diperkirakan per 31 Desember 2017, buku-buku Tere Liye tidak akan ada lagi di toko. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak-adilnya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini," kata Tere lagi.

Dilansir dari DetikHot, Public Relation PT Gramedia Pustaka Utama, Dionisius Wisnu, membenarkan mengenai kabar tersebut. "Iya benar,"
Namun, pria yang akrab disapa Wisnu tidak bisa mengatakan lebih rinci.
"Penerbit nggak bisa menyampaikan banyak terkait hal ini, karena itu sudah menjadi keputusan Tere Liye," tegas Dionisius Wisnu.
Setelah kabar mengejutkan tersebut, Tere Liye pun menjanjikan karya-karyanya akan tetap diposting lewat media sosial secara gratis. Serta akses lainnya yang mungkin pembaca bisa menikmati.
"Insya Allah, buku-buku baru atau tulisan-tulisan terbaru Tere Liye akan kami posting lewat media sosial page ini secara gratis, dan atau akses lainnya yang memungkinkan pembaca bisa menikmatinya tanpa harus berurusan dengan ketidakadilan pajak. Kami akan tetap aktif dalam berbagai acara literasi, page facebook ini juga akan terus dijalankan seperti biasa," tulis Tere Liye.
"Per 31 Juli 2017, berdasarkan permintaan kami, GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA dan REPUBLIKA Penerbit, efektif menghentikan menerbitkan seluruh buku Tere Liye," tulis Tere Liye di akun Facebook yang Ia kirim Selasa kemarin, tanggal 7 September 2017.
Tere Liye juga menyebutkan sebanyak 28 judul buku enggak akan dicetak ulang dan buku yang ada di toko akan dibiarkan.
""Diperkirakan per 31 Desember 2017, buku-buku Tere Liye tidak akan ada lagi di toko. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak-adilnya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini," kata Tere lagi.
Dilansir dari DetikHot, Public Relation PT Gramedia Pustaka Utama, Dionisius Wisnu, membenarkan mengenai kabar tersebut. "Iya benar,"
Namun, pria yang akrab disapa Wisnu tidak bisa mengatakan lebih rinci.
"Penerbit nggak bisa menyampaikan banyak terkait hal ini, karena itu sudah menjadi keputusan Tere Liye," tegas Dionisius Wisnu.
Setelah kabar mengejutkan tersebut, Tere Liye pun menjanjikan karya-karyanya akan tetap diposting lewat media sosial secara gratis. Serta akses lainnya yang mungkin pembaca bisa menikmati.
"Insya Allah, buku-buku baru atau tulisan-tulisan terbaru Tere Liye akan kami posting lewat media sosial page ini secara gratis, dan atau akses lainnya yang memungkinkan pembaca bisa menikmatinya tanpa harus berurusan dengan ketidakadilan pajak. Kami akan tetap aktif dalam berbagai acara literasi, page facebook ini juga akan terus dijalankan seperti biasa," tulis Tere Liye.
Quote:
Dilansir dari Nasional.Kontan.id, Tere Liye bahkan memberikan ilustrasi perhitungan pajak sejumlah profesi yang ada, seperti dokter, arsitek, artis, hingga pengusaha. Lantas, dia membandingkannya dengan pajak yang harus dikeluarkan oleh profesi penulis.
"Lantas penulis buku, berapa pajaknya? Karena penghasilan penulis buku disebut royalti, maka apa daya, menurut staf pajak, penghasilan itu semua dianggap super netto. Tidak boleh dikurangkan dengan rasio NPPN, pun tidak ada tarif khususnya. Jadilah pajak penulis buku: 1 milyar dikalikan layer tadi langsung. 50 juta pertama tarifnya 5%, 50-250 juta berikutnya tarifnya 15%, lantas 250-500 juta berikutnya tarifnya 25%. Dan 500-1 milyar berikutnya 30%. Maka total pajaknya adalah Rp 245 juta,"demikian secuplik curhatan Tere Liye.
Tere Liye mengaku sudah menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak dan Bekraf terkait masalah ini dalam setahun terakhir. Namun, dia mengaku tidak ada satu pun suratnya yang ditanggapi.
"Saya sudah setahun terakhir menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak, Bekraf, meminta pertemuan, diskusi. Mengingat ini adalah nasib seluruh penulis di Indonesia. Literasi adalah hal penting dalam peradaban. Apa hasilnya? Kosong saja. Bahkan surat-surat itu tiada yang membalas, dibiarkan begitu saja nampaknya," jelas Tere Liye.
Atas ketidakadilan tersebut, Tere Liye memutuskan untuk tidak lagi menerbitkan buku melalui penerbit.
"Per 31 Juli 2017, berdasarkan permintaan kami, Gramedia Pustaka Utama dan Republika Penerbit, efektif menghentikan menerbitkan seluruh buku Tere Liye. 28 judul tidak akan dicetak ulang lagi, dan buku-buku di toko dibiarkan habis secara ilmiah. Diperkirakan per 31 Desember 2017, buku-buku Tere Liye tidak akan ada lagi di toko. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak adiknya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini," kata Tere Liye.
Bagi Anda penggemar buku Tere Liye, tak usah khawatir. Buku-buku atau tulisan terbaru Tere Liye masih akan bisa dibaca melalui media sosial atau akses lainnya. "Insya Allah, buku-buku baru atau tulisan-tulisan terbaru Tere Liye akan kami posting lewat media sosial page ini, dan atau akses lainnya yang memungkinkan pembaca bisa menikmatinya tanpa harus berurusan dengan ketidakadilan pajak," janji Tere Liye.
"Lantas penulis buku, berapa pajaknya? Karena penghasilan penulis buku disebut royalti, maka apa daya, menurut staf pajak, penghasilan itu semua dianggap super netto. Tidak boleh dikurangkan dengan rasio NPPN, pun tidak ada tarif khususnya. Jadilah pajak penulis buku: 1 milyar dikalikan layer tadi langsung. 50 juta pertama tarifnya 5%, 50-250 juta berikutnya tarifnya 15%, lantas 250-500 juta berikutnya tarifnya 25%. Dan 500-1 milyar berikutnya 30%. Maka total pajaknya adalah Rp 245 juta,"demikian secuplik curhatan Tere Liye.
Tere Liye mengaku sudah menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak dan Bekraf terkait masalah ini dalam setahun terakhir. Namun, dia mengaku tidak ada satu pun suratnya yang ditanggapi.
"Saya sudah setahun terakhir menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak, Bekraf, meminta pertemuan, diskusi. Mengingat ini adalah nasib seluruh penulis di Indonesia. Literasi adalah hal penting dalam peradaban. Apa hasilnya? Kosong saja. Bahkan surat-surat itu tiada yang membalas, dibiarkan begitu saja nampaknya," jelas Tere Liye.
Atas ketidakadilan tersebut, Tere Liye memutuskan untuk tidak lagi menerbitkan buku melalui penerbit.
"Per 31 Juli 2017, berdasarkan permintaan kami, Gramedia Pustaka Utama dan Republika Penerbit, efektif menghentikan menerbitkan seluruh buku Tere Liye. 28 judul tidak akan dicetak ulang lagi, dan buku-buku di toko dibiarkan habis secara ilmiah. Diperkirakan per 31 Desember 2017, buku-buku Tere Liye tidak akan ada lagi di toko. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak adiknya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini," kata Tere Liye.
Bagi Anda penggemar buku Tere Liye, tak usah khawatir. Buku-buku atau tulisan terbaru Tere Liye masih akan bisa dibaca melalui media sosial atau akses lainnya. "Insya Allah, buku-buku baru atau tulisan-tulisan terbaru Tere Liye akan kami posting lewat media sosial page ini, dan atau akses lainnya yang memungkinkan pembaca bisa menikmatinya tanpa harus berurusan dengan ketidakadilan pajak," janji Tere Liye.
Sumber: DetikHot
Kontan.co.id




anasabila dan meruru memberi reputasi
2
53.3K
Kutip
386
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan