Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tinyladyAvatar border
TS
tinylady
Kenapa Sih Kita Lebih Tertarik Sama Berita Buruk?
Kenapa Sih Kita Lebih Tertarik Sama Berita Buruk?
Foto: BBC

emoticon-angryemoticon-angry emoticon-angry

Berita buruk di mana-mana. Pencurian, penculikan, pembunuhan, masalah dengan pemerintah, terorisme, dan masih banyak lagi. Pernah terpikir enggak kenapa sih kok bisa ya berita buruk dan negatif itu mendominasi jagat media? Saat nyalain TV, lalu jari-jari ini mencari channel yang menarik, eh pas lagi masuk ke channel berita, beritanya pas banget lagi beritain kejadian buruk atau berita negatif, atau bahkan gosip perceraian artis.

Sebenarnya kenapa sih kok bisa ya berita negatif itu ada di mana-mana? Kenapa seakan-akan dunia ini nampaknya tempat yang mengerikan dan penuh keburukan?

Nah mari kita tilik berdasarkan hasil studi yang dilakukan ahli psikologi, syaraf otak, dan bahkan ahli media.

Cekidot Gan Sist:

Berdasarkan Studi Media

Studi media menunjukkan kalau berita buruk jauh lebih banyak (17 berita negatif banding satu berita positif). Kenapa? Jawabannya mungkin saja terletak di hasil studi ahli psikologi maupun ahli syaraf. Manusia cenderung mencari-cari berita yang dramatis, dan peristiwa-peristiwa negatif. Para ahli ini mengatakan bahwa otak kita berevolusi sejak masa manusia purba bawaan sifat pemburu atau pengumpul, di mana sesuatu yang baru atau dramatis harus dihadiri segera untuk bertahan hidup. Untuk menghindari kita dari bahaya, maka kita secara alamiah lebih tertarik mengetahui berita negatif agar kita lebih waspada supaya enggak mengalami peristiwa serupa.

Otak Kita Cenderung Memperhatikan Berita Negatif

Banyak studi yang menunjukkan bahwa kita jauh lebih peduli kepada ancaman dari hal buruk ketimbang prospek dari hal-hal baik. Otak kita jauh lebih sensitif menerima berita negatif ketimbang berita positif. Kita cenderung lebih merasakan rasa takut ketimbang rasa bahagia. Dan setiap kita mengalami ketakutan, kita menghidupkan kembali hormon stres.

Banyak Orang Katanya Lebih Suka Baca Berita Baik. Apakah Benar?

Untuk mengeksplor kemungkinan ini, peneliti Marc Trussler dan Stuart Soroka, membuat eksperimen yang dilakukan di McGill University di Kanada. Mereka melakukan penelitian ini karena tidak puas dengan riset sebelumnya tentang bagaimana orang berhubungan dengan berita -- karena riset sebelumnya itu para partisipan tahu kalau mereka sedang diawasi. Jadi, tim memutuskan strategi baru, yaitu: dengan cara diam-diam.

Hasil dari eksperimen ini, menunjukkan kalau berita negatif itu membuat depresi. Partisipan sering memilih cerita-cerita dengan nada negatif seperti korupsi, kemunduran, kemunafikan, dan lainnya -- ketimbang cerita yang netral dan positif. Orang yang lebih tertarik dengan berita politik dan berita terkini jauh lebih memilih berita buruk.

Tapi ketika ditanya apakah mereka jauh lebih suka berita baik, rata-rata mereka mengatakan kalau media itu terlalu fokus terhadap berita negatif.

Banyaknya Berita Buruk Karena Mencakup Luasnya Jangkauan Media

Penjelasan lainnya datang dari teori kemungkinan. Intinya, hal negatif dan hal yang tidak biasa terjadi setiap waktu di dunia ini. Di dalam bukunya, Innumeracy, John Allen Paulos menjelaskan kalau berita mengenai lingkungan tempat tinggal yang kecil, hanya 500 atau 5000 kepala keluarga, maka kemungkinan terjadi hal yang enggak biasa itu akan minim. Hal-hal yang biasa tidak akan terjadi pada manusia dengan sering. Itulah mengapa kantor berita yang sangat lokal seperti koran yang jangkauannya hanya sebesar kecamatan cenderung lebih sedikit berita buruknya. Tapi dalam populasi kota yang sangat besar, sebanyak 1 juta orang, insiden dramatis dan negatif terjadi setiap waktu. Sedangkan kebanyakan orang menonton media nasional atau media internasional dimana laporan berita datang dari kota-kota besar dalam skala yang sangat besar juga, jadi prevalensi cerita negatif tinggi. Ditambah lagi dengan ukuran komunikasi antarsosial dan kita perluas berita buruk tersebut secara geometris, maka kita akan terhubung dengan berita dramatis dan negatif, dan ketika kita menemukan berita seperti itu, kita akan menceritakannya ke orang lain.

Loretta Garziano Breuning, penulis Meet Your Happy Chemicals berpendapat bahwa "kecemasan mendalam" yang dirasakan manusia itu diakibatkan karena mengikuti berita harian yang fokus utamanya pada hal negatif. Dia berpendapat "berita menarik bagi pikiran kita" untuk mencari informasi yang relevan dengan kelangsungan hidup, tapi tidak sesungguhnya memenuhi kebutuhan kita. Berita akan mengarahkan perhatian kita pada sinyal ancaman dimana kita tidak bisa lakukan apa-apa sepenuhnya.

Kebanyakan Kita Lebih Termotivasi Jadi Lebih Baik Setelah Melihat Berita Buruk

Ada studi yang mempertanyakan, apakah mendengar berita baik atau buruk pertama kali itu berpengaruh ke diri kita sendiri? Penulis psychology today, Art Markham mengungkapkan pertanyaan ini: "Kebanyakan, kita cenderung berubah jadi lebih baik setelah mendengar berita buruk karena itu mempengaruhi mood kita. Namun begitu, menjadi sedikit tidak tenang dan merasa tidak pasti justru membuat kita jadi termotivasi mengubah keadaan maupun mengubah diri. Jadi, kalau Agan termasuk orang yang biasanya termotivasi sama feedback negatif untuk mengubah perilaku Agan, lebih baik Agan fokus terhadap apa yang salah terlebih dahulu." Soal preferensi, apakah sebaiknya orang membaca berita baik vs. berita buruk tergantung ke mood orang tersebut atau tergantung berita yang mana yang lebih bisa mengubah perilakunya.



Diubah oleh tinylady 07-09-2017 07:40
0
11.5K
96
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan