- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ricuh, Demonstran Lempar Batu Saat Protes di Kedubes Myanmar


TS
kelazcorro
Ricuh, Demonstran Lempar Batu Saat Protes di Kedubes Myanmar
Spoiler for img:

Quote:
Aksi demonstrasi di depan Kedutaan Besar Myanmar menuntut dihentikannya kekerasan terhadap warga etnis Rohingya di negara tersebut, diwarnai dengan kericuhan atau aksi lempar batu oleh demonstran.
Kericuhan itu terjadi sekitar pukul 16.25 WIB. Kejadian ini bermula dari aksi massa yang membakar bendera Myanmar. Dalam situasi panas itu, koordinator aksi mendatangkan seorang warga yang diduga etnis Rohingya untuk berorasi di depan massa.
Dengan bahasa Indonesia seadanya, ia berorasi menceritakan kejadian di negara bagian Rakhine, tempat etnis Rohingya berdiam.
Orasi itu lantas membuat massa aksi menjadi tak terkendali. Sebagian massa kemudian melemparkan batu ke Kedubes Myanmar. Pagar berduri di ring dua juga berhasil dirobohkan. Aparat bertindak cepat dengan menghalau massa untuk bergerak lebih dekat dengan pagar pembatas terakhir.
Keadaan dapat terkendali setelah koordinator aksi meminta massa untuk kembali tenang dan mengendalikan diri.
Belum diketahui korban akibat aksi lempar batu tersebut. Namun, polisi saat ini terlihat lebih siaga. Petugas berseragam anti huru hara berdiri berjejer menghadap massa. Mobil water cannon siaga tak jauh dari mereka.
Demo tersebut berlangsung sejak menjelang siang hari. Awalnya, aksi yang melibatkan sejumlah organisasi masyarakat itu meminta kepolisian untuk menurunkan bendera Myanmar diturunkan.
Mereka menilai bendera Myanmar tidak pantas berkibar di Indonesia setelah genosida yang dialami etnis Rohingya di negara tersebut.
"Kepada Pihak kepolisian kami minta turunkan bendera (Myanmar) itu. Turunkan bendera itu sekarang juga,"kata salah seorang orator dari atas mobil komando, Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/9).
Pernyataan orator itu disambut meriah peserta demo. Peserta demo ikut berteriak meminta bendera yang berada dalam kawasan Kedutaan Besar Myanmar itu diturunkan.
Beberapa kali orator juga sempat mengritik kepolisian lantaran pengamanan aksi yang dianggap berlebihan. Selain itu, demonstran menyanyikan yel-yel anti Myanmar. Bendera dari masing-masing organisasi kemasyarakatan dikibarkan sembari bernyanyi.
"Bantai bantai bantai Myanmar, bantai Myanmar sekarang juga"
"Usir usir usir Myanmar, usir Myanmar sekarang juga"
Menjelang sore atau beberapa menit sebelum kericuhan, perwakilan demo bahkan berhasil bertemu dengan perwakilan Kedutaan Besar Myanmar.
Empat peserta aksi diterima oleh Wakil Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Kyaw Soe Thien, di antaranya adalah Juru Bicara Front Pembela Islam Slamet Maarif dan Pembina Presidium Alumni 212 Kapitra Ampera.
"Kami minta, pertama Kedubes ini ditutup sementara. Kedua, bendera diturunkan. Ketiga, dia harus menghentikan segala bentuk kekerasan dan genosida yang dilakukan pemerintah," kata Kapitra usai pertemuan.
Kapitra juga meminta pemerintah Indonesia bersikap tegas atas kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingnya di Myanmar. Ia tak ingin kekerasan terus terjadi di Myanmar.
"Saya katakan mereka harus keluar dari sini karena kita tidak mau bersahabat dengan negara pemerintah yang punya hati serigala," kata Kapitra.
Perwakilan demonstran juga diterima oleh Kementerian Luar Negeri sekitar pukul 03.00 sore. Pertemuan berlangsung sekitar 30 menit. Kapitra belum memberikan keterangan apapun terkait pembicaraan pihaknya dengan Kemenlu.
Kericuhan itu terjadi sekitar pukul 16.25 WIB. Kejadian ini bermula dari aksi massa yang membakar bendera Myanmar. Dalam situasi panas itu, koordinator aksi mendatangkan seorang warga yang diduga etnis Rohingya untuk berorasi di depan massa.
Dengan bahasa Indonesia seadanya, ia berorasi menceritakan kejadian di negara bagian Rakhine, tempat etnis Rohingya berdiam.
Orasi itu lantas membuat massa aksi menjadi tak terkendali. Sebagian massa kemudian melemparkan batu ke Kedubes Myanmar. Pagar berduri di ring dua juga berhasil dirobohkan. Aparat bertindak cepat dengan menghalau massa untuk bergerak lebih dekat dengan pagar pembatas terakhir.
Keadaan dapat terkendali setelah koordinator aksi meminta massa untuk kembali tenang dan mengendalikan diri.
Belum diketahui korban akibat aksi lempar batu tersebut. Namun, polisi saat ini terlihat lebih siaga. Petugas berseragam anti huru hara berdiri berjejer menghadap massa. Mobil water cannon siaga tak jauh dari mereka.
Demo tersebut berlangsung sejak menjelang siang hari. Awalnya, aksi yang melibatkan sejumlah organisasi masyarakat itu meminta kepolisian untuk menurunkan bendera Myanmar diturunkan.
Mereka menilai bendera Myanmar tidak pantas berkibar di Indonesia setelah genosida yang dialami etnis Rohingya di negara tersebut.
"Kepada Pihak kepolisian kami minta turunkan bendera (Myanmar) itu. Turunkan bendera itu sekarang juga,"kata salah seorang orator dari atas mobil komando, Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/9).
Pernyataan orator itu disambut meriah peserta demo. Peserta demo ikut berteriak meminta bendera yang berada dalam kawasan Kedutaan Besar Myanmar itu diturunkan.
Beberapa kali orator juga sempat mengritik kepolisian lantaran pengamanan aksi yang dianggap berlebihan. Selain itu, demonstran menyanyikan yel-yel anti Myanmar. Bendera dari masing-masing organisasi kemasyarakatan dikibarkan sembari bernyanyi.
"Bantai bantai bantai Myanmar, bantai Myanmar sekarang juga"
"Usir usir usir Myanmar, usir Myanmar sekarang juga"
Menjelang sore atau beberapa menit sebelum kericuhan, perwakilan demo bahkan berhasil bertemu dengan perwakilan Kedutaan Besar Myanmar.
Empat peserta aksi diterima oleh Wakil Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Kyaw Soe Thien, di antaranya adalah Juru Bicara Front Pembela Islam Slamet Maarif dan Pembina Presidium Alumni 212 Kapitra Ampera.
"Kami minta, pertama Kedubes ini ditutup sementara. Kedua, bendera diturunkan. Ketiga, dia harus menghentikan segala bentuk kekerasan dan genosida yang dilakukan pemerintah," kata Kapitra usai pertemuan.
Kapitra juga meminta pemerintah Indonesia bersikap tegas atas kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingnya di Myanmar. Ia tak ingin kekerasan terus terjadi di Myanmar.
"Saya katakan mereka harus keluar dari sini karena kita tidak mau bersahabat dengan negara pemerintah yang punya hati serigala," kata Kapitra.
Perwakilan demonstran juga diterima oleh Kementerian Luar Negeri sekitar pukul 03.00 sore. Pertemuan berlangsung sekitar 30 menit. Kapitra belum memberikan keterangan apapun terkait pembicaraan pihaknya dengan Kemenlu.
Quote:
Dubes RI untuk Myanmar Blak-Blakan Soal Konflik Yang Menimpa Muslim Rohingya
Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi meminta masyarakat Indonesia khususnya untuk tidak terbawa emosi. Ito menuturkan bahwa konflik etnis yang terjadi di Rakhine, Myanmar, memang perlu menjadi perhatian dunia, namun harus disikapi tanpa emosi. Dirinya menilai, sikap dan opini masyarakat sendiri terbentuk akibat pemberitaan yang datanya sebagian tidak benar yang mana bisa mempengaruhi hubungan Indonesia dan Myanmar.
"Sangat disayangkan, sikap dan opini yang terbentuk akibat pemberitaan-pemberitaan media, yang datanya sebagian adalah tidak benar. Ini membentuk opini yang berlebihan dan emosional dari sebagian masyarakat Indonesia, sehiangga akan mempengaruhi hubungan baik yang selama ini telah terjalin, dan kepercayaan pemerintah Myanmar terhadap Indonesia,”papar Ito dalam keterangan tertulisnya, Ahad (3/9/2017), seperti diberitakan republika.co.id.
Ito juga menyampaikan bahwa masyarakat untuk tidak terlalu emosi. Sebaiknya, katanya, publik lebih perlu utnuk mencermati fakta-fakta objektif yang ada dan memahami pemerintah Myanmar saat ini dalam posisi yang sulit, untuk melalui proses transisi sebagai suatu Negara demokrasi yang baru.
Masalah yang dihadapi Negara Myanmar, tegas Ito, sangat kompleks, sehingga masyarakat harus menilai secara komprehensif dan cermat terkait dengan situasi yang berkembang di Rakhine.
Ito kemudian menjelaskan situasi rumit yang ada di Myanmar. Situasi di Rakhine Utara yang sebagian besar dihuni masyarakat etnis Rohingya (etnis yag berasal dari Bangladesh), emanas pasca penyerangan terhadap 30 pos polisi dan 1 markas tentara secara serentak. Penyerangan itu membunuh beberapa polisi dan tentara, serta membakar beberapa mobil polisi, kemudian juga menyerang pemukiman penduduk yang mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat tidak berdosa.
Kemudian, lanjut Ito, aparat keamanan Myanmar melakukan operasi pemulihan keamanan dan mendapatkan perlawanan yang kuat dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang bersatu bersama beberapa masyarakat Myanmar. Dengan demikian, terjadilah pengusiran besar-besaran etnis Rohingya yang sudah sangat lama mendiami wilayah Rakhine Utara secara illegal (menurut versi pemerintah), maupun penduduk warga Negara Myanmar di area tersebut.
“Permasalahan Rohingya adalah sebagian dari permasalahan domestik yang ada di Myanmar, karena masih ada konflik-konflik etnis lainnya yang menggunakan senjata dan kekerasan dari sesama agama Myanmar (Budha). Di Rakhine konflik etnis tidak hanya oleh Rohingya tapi dengan sesama agama Budha yang ada di kelompok Arakan Independen Army dan berbatasan dengan Cina,” terang Ito.
Lebih jauh Ito menjelaskan bahwa kejadian yang saat ini tengah berkecamuk merupakan reaksi dari pemerintah Myanmar yang ingin memulihkan keamanan di wilayah Rakhine. Ekses dari pertempuran antara aparat keamanan pemerintah Myanmar dan gerombolan bersenjata ARSA, pasti memiliki konsekuensi jatuhnya korban masyarakat di kedua belah pihak.
Ito juga mengingatkan, Myanmar saat ini sedang menjalani proses transisi yang membuat dinamika politik dan tensi politik dalam negeri menjadi panas. Perhatian pemerintah Myanmar untuk penanganan konflik di Rakhine yang juga terdapat etnis Rohingya, sudah menadi prioritas utama. Namun, disebabkan adanya keterbatasan sumber daya, maka upaya penyelesaian konflik menjadi terkendala atau tidak dapat berjalan secara optimal.
Selama ini, Ito menekankan, dari sisi tersebut peran Indonesia masuk. Indonesia membantu Myanmar sebagai sesame Negara ASEAN secara inklusif (tidak mendasarkan pada etnis dan agama tertentu). Semata-mata dari aspek kemanusiaan tanpa turut campur dalam urusan dalam negeri Myanmar, akrena Myanmar merupakan Negara yang berdaulat.
“Bantuan kemanusiaan di bidang pendidikan, kesehatan, pangan, obat-obatan dan sosial yang melibatkan alinsi lembaga kemanusiaan Indonesa, sudah lama dilakukan pemerintah Indonesia, dengan tidak menggunkan megaphone diplomacy. Sehingga kesan di kalangan masyarakat bahwa pemerintah Indonesia tidak berbuat apa-apa, itu suatu anggapan yang sangat keliru,” pungkas Ito.
sumur
kalo sudah dikompori digoreng dengan sentimen agama langsung mendidih cairan otak hingga gak bisa berpikir jernih
kalo sudah dikompori digoreng dengan sentimen agama langsung mendidih cairan otak hingga gak bisa berpikir jernih

Diubah oleh kelazcorro 06-09-2017 17:38
4
2.9K
Kutip
44
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan