BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Freeport dan kedaulatan kita

Ilustrasi: menjaga sumber daya, menjaga kedaulatan negara
PT Freeport Indonesia pernah dengan sangat tegas dan terang-terangan menolak peraturan pemerintah terbaru ihwal kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara pada awal tahun 2017. Sikap itu kini tampaknya melunak.

Richard Adkerson, CEO Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc., saat itu menegaskan, "Peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan Kontrak Karya diakhiri untuk memperoleh izin ekspor, hal mana tidak dapat kami terima."

Peraturan pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. PP tersebut mensyaratkan sejumlah hal agar perusahaan tambang boleh tetap mengekspor konsentrat.

Syarat-syarat itu antara lain, pertama, pemegang Kontrak Karya (KK) harus mengubah kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kedua, perusahaan wajib melakukan divestasi saham sampai 51 persen. Ketiga, perusahaan wajib membangun smelter--pabrik pemurnian.

Saat itu Freeport tidak memberikan respons positif atas syarat yang diajukan pemerintah Indonesia. Perihal perubahan KK menjadi IUPK, Freeport pernah menyatakan bersedia dengan syarat pihaknya mendapat kepastian operasi hingga 2041 dan meminta diberlakukannya sistem perpajakan tetap (nail down).

Perihal kewajiban membangun smelter, Freeport menegaskan belum akan membangunnya sampai ada kepastian soal perpanjangan kontrak dari pemerintah. Sedangkan perihal nilai divestasi saham yang disyaratkan mencapai 51 persen itu, Freeport pernah menyatakan, masih mempelajarinya.

Bukan cuma tidak memberikan respons positif, Freeport sempat mengancam akan membawa isu penerapan aturan baru ke arbitrase. Mereka menganggap pemerintah Indonesia telah melanggar hak mereka, jika pemerintah Indonesia tidak mempertimbangkan butir perbedaan dengan pihaknya.

Bahkan, masih dalam konteks merespons peraturan baru itu, Freeport seringkali membuka kemungkinan untuk merumahkan karyawannya yang berjumlah ribuan di Papua. Nadanya seperti sebuah ancaman.

Kita bisa berbangga bahwa pemerintah tidak cepat melemah dalam meladeni tantangan Freeport itu. Pemerintah sempat terkesan hanya memberi dua pilihan: take it or leave it -sila bersepakat atau sila minggat.

Dalam peraturan pemerintah yang baru itu, dengan sejumlah pembeda dari peraturan lama, kita bisa melihat upaya pemerintah untuk mengembalikan kedaulatan negara atas penguasaan sumber daya alam. Langkah tersebut cukup membanggakan.

Hal itu terlihat dari perubahan hubungan pemerintah dan perusahaan. Dalam KK, negara berkedudukan setara dengan korporasi. Sedangkan dalam IUPK, negara berkedudukan sebagai pemberi izin kepada korporasi. Secara implisit, IUPK sangat mempertimbangkan prinsip kedaulatan negara di depan korporasi yang ingin berbisnis di wilayahnya.

Yang tak kalah penting adalah kewajiban divestasi sampai 51 persen kepada perusahaan tambang. Dalam konteks Freeport, sudah sepatutnyalah kita menyudahi kedudukan minoritas pemerintah sebagai pemegang saham di Freeport.

Selama setengah abad negara kita, yang merupakan pemilik sumber daya, hanya memiliki 9,36 persen saham saja di perusahaan tersebut. Itulah sebabnya kita sangat berharap pemerintah gigih mempertahankan dan menegakkan peraturan tersebut.

Perkembangan terbaru negosiasi antara pemerintah dan Freeport memberikan gelagat yang bagus. Freeport menyatakan sepakat, hubungan antara perusahaan dan pemerintah akan berupa IUPK.

Perusahaan asal negeri Paman Sam itu juga setuju divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen untuk Indonesia. Fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) akan dibangun oleh Freeport selama 5 tahun atau selambatnya selesai pada Oktober 2022.

Selain itu, dibanding penerimaan melalui KK selama ini, penerimaan negara secara agregat lebih besar, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk Freeport. Setelah menyepakati itu semua, Freeport akan mendapatkan perpanjangan masa operasi 2x10 tahun, hingga berakhir pada 2041.

Sekali lagi, ini adalah gelagat yang baik. Perlu langkah-langkah lanjutan yang lebih memerinci kesepakatan-kesepakatan itu. Kesepakatan mengenai divestasi, misal, harus dilanjutkan dengan perincian langkah teknis dan valuasi saham yang wajar.

Tahun lalu Freeport pernah memasukkan harga valuasi 100 persen saham-nya sebesar US $16,2 miliar. Angka itu ditolak pemerintah karena memasukkan nilai cadangan yang berada di perut bumi. Pemerintah harus tetap gigih untuk melakukan negosisasi dengan mengacu kepada nilai yang wajar.

Pemerintah juga perlu segera memastikan detail tahapan dan proses divestasi agar tak ada lagi penundaan-penundaan, karena hal tersebut harus tertulis dalam lampiran IUPK. Kita tentu berharap, divestasi saham Freeport tersebut dapat diserap seusai aturan, yang memprioritaskan kepada pemerintah--pusat dan daerah--serta badan usaha milik nasional atau daerah, sebelum ditawarkan kepada swasta nasional.

Barangkali benar, seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, negosiasi untuk memerinci kesepakatan tersebut masih akan berjalan alot. Dalam negosiasi-negosiasi selanjutnya, kita berharap pemerintah tetap mengedepankan kepentingan untuk menjaga kedaulatan negara dan kesejahteraan rakyat.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...edaulatan-kita

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- KPK harus jalan terus

- Saracen dan rapuhnya ketahanan informasi kita

- Jangan abaikan lagi masyarakat adat

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
874
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan