
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menilai, kelompok Saracen tak cukup disebut sebagai penyebar hoaks.
Menurut dia, Saracen layak disebut sebagai penyebar kebencian dan pengadu domba.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar jika polisi menjeratnya dengan berbagai pasal selain hoaks, tetapi juga pasal terkait SARA dan sebagainya.
Rudi mengatakan, penilaiannya ini berdasarkan konstruksi konten berita yang disebarkan oleh Saracen kepada publik di dunia maya.
“Memberikan berita palsu seolah menyerang suatu kelompok dan mengadu dengan kelompok lain. Jadi ini bukan sekadar hoaks,” ujar Rudi dalam acara Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV, Senin (28/8/2017) malam.
Ia menjelaskan, perbedaan antara berita yang murni hoaks dengan yang bertujuan menebar kebencian dan mengadu domba.
Rudi mencontohkan, salah satu berita hoaks seperti ketika Pilkada Aceh terjadi gempa dan diberitakan seorang anak terselamatkan.
Berita itu, kata Rudi, sempat viral tetapi ternyata terbukti tidak benar karena kejadiannya di Amerika Selatan.
Menurut dia, yang seperti itu merupakan berita yang murni hoaks karena tak ada tendensi untuk menebar kebencian dan mengadu domba.
“Kalau hoaks kan hanya berita fake news. Yang tidak benar sekadar tidak benar. Itu hoaks sekadar hoaks. Kalau menurut saya ini lebih dari sekadar hoaks,” lanjut dia.
Sebelumnya, polisi mengungkap keberadaan kelompok penebar ujaran kebencian dan hoaks beberapa waktu lalu, yakni kelompok Saracen.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.
Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.
Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.