- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Petualangan Mencari Kebun Jarak, Bahan Biodiesel Potensial


TS
begibegita
Petualangan Mencari Kebun Jarak, Bahan Biodiesel Potensial
Quote:
Pembudidayaan tanaman jarak pagar (jatropha curcas) itu berada di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis. Pada suatu pagi, saya menyempatkan diri berkunjung ke Desa Tanjungjaya, yang sebetulnya cukup jauh. Saya menempuh dua setengah jam perjalanan dengan sepeda motor—ditambah tersasar satu dua kali, dan istirahat sebentar di pinggiran kebun karet untuk menyantap gorengan. Tiba di Tanjungjaya saya menghampiri kantor desa, namun saya sedang tidak beruntung, karena kantor sedang kosong saat itu. Saya pun mengandalkan warga untuk ditanyai petunjuk selanjutnya.
Warga yang ditemui di sepanjang jalan Tanjungjaya dan Desa Sinarjaya mengaku tidak tahu ada budidaya jarak pagar yang diresmikan Kantor Wakil Rektorat Bidang Kemahasiswaan dan Alumni didukung LAPI ITB 2009 itu. Yang pada tahun peresmian tersebut bertepatan dengan ketiga kalinya harga BBM naik dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebuah pelang besi dengan tulisan Lahan Budidaya Jarak pun akhirnya terlihat di Dusun Cikole Desa Tanjungjaya. Informasi di pelang, bahwa lahan memiliki luas 2 hektare tanaman jarak pagar. Meskipun pandangan saya justru mendapati kebun kopi, cokelat, pepaya, singkong, albasiyah, dan pisang di sana.
Ada beberapa petani yang sedang bekerja di kebun itu. Saya pun berbicara tentang keperluan saya. Rupanya salah satu dari mereka adalah Pak Raska yang tak lain adalah salah satu pemilik tanah di situ. Pak Raska (53) mengaku memang pada 2009 seluruh lahan ditanami bibit jarak. Akan tetapi, pada tahun kedua proyek, para petani langsung berubah haluan dengan menanami pohon produktif lain. “Saat panen, tidak laku, tidak ada yang beli,” ucap Raska.
Dengan harga Rp 200, ia mengaku memborong bibit untuk memenuhi seluruh lahannya yang berluas 300 meter persegi. Dia menuturkan, setelah panen, para petani tidak mendapatkan informasi bagaimana cara memasarkannya.
“Buahnya diibuang saja. Batangnya dibuang juga karena tidak bisa jadi meubel,” katanya. Dia menyebutkan, ratusan hektare di desanya yakni di Kampung Pangangonan dan Radegan juga sempat ditanami jarak karena kampanye bahan bakar alternatif yang gencar. Tetapi kini, mayoritas petani beralih menanam cokelat dengan panen dua kali seminggu, yang lebih cepat dibandingkan panen jarak satu tahun sekali.
Ia memberi saya petunjuk, bahwa ada tokoh setempat yang bisa memberikan keterangan lebih rinci soal ini. Saya pun menempuh perjalanan sekitar 200 meter lagi ke rumah Pak Saleh (70) yang pada peresmian itu menjabat Kepala Desa Tanjungjaya.
Warga yang ditemui di sepanjang jalan Tanjungjaya dan Desa Sinarjaya mengaku tidak tahu ada budidaya jarak pagar yang diresmikan Kantor Wakil Rektorat Bidang Kemahasiswaan dan Alumni didukung LAPI ITB 2009 itu. Yang pada tahun peresmian tersebut bertepatan dengan ketiga kalinya harga BBM naik dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebuah pelang besi dengan tulisan Lahan Budidaya Jarak pun akhirnya terlihat di Dusun Cikole Desa Tanjungjaya. Informasi di pelang, bahwa lahan memiliki luas 2 hektare tanaman jarak pagar. Meskipun pandangan saya justru mendapati kebun kopi, cokelat, pepaya, singkong, albasiyah, dan pisang di sana.
Ada beberapa petani yang sedang bekerja di kebun itu. Saya pun berbicara tentang keperluan saya. Rupanya salah satu dari mereka adalah Pak Raska yang tak lain adalah salah satu pemilik tanah di situ. Pak Raska (53) mengaku memang pada 2009 seluruh lahan ditanami bibit jarak. Akan tetapi, pada tahun kedua proyek, para petani langsung berubah haluan dengan menanami pohon produktif lain. “Saat panen, tidak laku, tidak ada yang beli,” ucap Raska.
Dengan harga Rp 200, ia mengaku memborong bibit untuk memenuhi seluruh lahannya yang berluas 300 meter persegi. Dia menuturkan, setelah panen, para petani tidak mendapatkan informasi bagaimana cara memasarkannya.
“Buahnya diibuang saja. Batangnya dibuang juga karena tidak bisa jadi meubel,” katanya. Dia menyebutkan, ratusan hektare di desanya yakni di Kampung Pangangonan dan Radegan juga sempat ditanami jarak karena kampanye bahan bakar alternatif yang gencar. Tetapi kini, mayoritas petani beralih menanam cokelat dengan panen dua kali seminggu, yang lebih cepat dibandingkan panen jarak satu tahun sekali.
Ia memberi saya petunjuk, bahwa ada tokoh setempat yang bisa memberikan keterangan lebih rinci soal ini. Saya pun menempuh perjalanan sekitar 200 meter lagi ke rumah Pak Saleh (70) yang pada peresmian itu menjabat Kepala Desa Tanjungjaya.
Apa yang terjadi berikutnya? Cekidot sumber aslinya ya Gan... Klik di mari kuy


anasabila memberi reputasi
1
1.3K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan