Buku-Buku yang Pernah Dilarang Beredar di Indonesia
TS
ryan.manullang
Buku-Buku yang Pernah Dilarang Beredar di Indonesia
Kebebasan dalam mengeluarkan pendapat zaman dulu bisa dikatakan tak sebebas saat ini. Sebelum era reformasi, kebebasan berpendapat memang sangat dikontrol oleh pemerintah. Pengekangan kebebasan itu termasuk dalam hal penerbitan buku.
Buku dianggap sebagai salah satu
cara untuk menularkan ide perlawanan
ke masyarakat umum. Maka dari itu, ada lebih dari 200 buku yang pernah dilarang beredar karena dianggap akan membahayakan posisi pemerintah
saat itu.
Dari ratusan buku yang pernah dilarang beredar dan dibaca itu, berikut 12 buku krusial pada masanya yang pernah dilarang untuk beredar dan dibaca.
Di antara buku-buku itu bahkan ada
yang saat ini laris dan sering menjadi
rujukan.
Spoiler for 1. Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer:
Tak hanya empat novel itu, ada puluhan novel Pram yang saat itu juga dicekal seperti Hoakiau di Indonesia,
Keluarga Gerilya, Perburuan, Mereka yang Dilumpuhkan, Pertjikan Revolusi, Keluarga Gerilja, Ditepi Kali Bekasi, Bukan Pasar Malam, Tjerita Dari Blora, Midah si Manis Bergigi Emas, Korupsi, Gulat di Djakarta, Tjerita dari Djakarta, Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Panggil Aku Kartini Sadja jilid 1 & 2,
Sebagian karya yang dilarang itu
ternyata kini jadi rujukan buku kuliah
di Universitas Queen Mary London.
Spoiler for 2. Demokrasi Kita, Mohammad Hatta:
Buku karya Proklamator Republik Indonesia ini juga dulu dilarang beredar. Buku Demokrasi Kita yang dilarang beredar oleh penguasa militer pada 1960 berisi kritik atas kebijakan Presiden Soekarno yang dinilai otoriter.
Spoiler for 3. Sahabat, Agam Wispi:
Ada banyak buku Agam Wispi yang dilarang beredar dan dibaca saat itu. Salah satu buku yang dicekal itu adalah buku berjudul Sahabat yang diterbitkan Lekra pada tahun 1959.
Buku tersebut dilarang oleh Pembantu Menteri P.D. dan K Bidang Teknis
Pendidikan, Kol. (Inf.) Drs. M. Setiadi Kartohadikusumo, pada 30 November 1965. Selain buku itu, buku Agam Wispi seperti Nasi dan Melati, Yang Tak Terbungkam, maupun Matinja Seorang Petanijuga pernah dilarang.
Spoiler for 4. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Slamet Muljana:
Buku Slamet Muljana
terbitan Bharata tahun 1968 ini juga sempat dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Buku tersebut dilarang karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial waktu itu tentang
para Wali Songo yang berasal dari China. Pijakan yang dipakai rujukan oleh Slamet Muljana hanya membandingkan dari tiga sumber, yaitu Serat Kanda, Babad, Tanah Jawi dan naskah dari Kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman dan dikutip oleh Parlindungan.
Spoiler for 5. Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978:
Buku atau lebih tepatnya dokumen yang dibuat Dewan Mahasiswa ITB ini sekarang
cukup sulit ditemukan karena dulunya tidak disebarkan secara luas. Buku itu dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1978. Salah satu alasannya karena mengungkap beberapa indikator kegagalan Pemerintah Soeharto.
Spoiler for 6. Wawancara Imajiner dengan Bung Karno, Christianto Wibisono:
Buku terbitan Yayasan Manajemen Informasi jakarta tahun 1977 ini dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung pada 1978.
Christanto Wibisono menghadirkan Soekarno sebagai sosok imajiner yang bercerita dan mengutarakan pendapat pendapatnya atas kondisi-kondisi yang terjadi di negeri ini.
Gaya penulisan Christianto Wibisono yang dibuat seperti wawancara ini banyak membuka wawasan pembaca
tentang apa saja yang terjadi mulai dari zaman awal kemerdekaan hingga kondisi Indonesia terakhir.
Buku cetakan 2012 ini adalah revisi dari buku yang judulnya sama Tahun 1977. Christanto mengingatkan di buku ini agar para pemimpin bisa belajar dari sejarah masa lalu.
Spoiler for 7. Indonesia di Bawah Sepatu Lars, Sukamdani Indro Tjahjono:
Buku ini merupakan pledoi Sukmadji Indro Tjahjono, caretaker Presidium DM-ITB yang berisi pembelaan di muka Pengadilan Mahasiswa Agustus-September 1979.
Buku ini dilarang beredar pada zaman orde Baru Soeharto oleh Kejaksaan Agung pada 1980.
Spoiler for 8. Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman, A. H. Nasution:
Buku terbitan Karya Unipress
ini dilarang oleh Kejaksaan Agung
pada 1984. Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman dianggap sebagai biografi khas pejabat/tokoh yang diulas diagung-agungkan tanpa ada cacat sama sekali. Buku yang berisi tulisan beberapa penulis ini memakai nama besar A.H. Nasution untuk dipampangkan di depan agar bisa membuat kumpulan tulisan ini aman. Tapi nyatanya buku ini juga dibredel saat itu.
Spoiler for 9. Kamus Al-Qur’an, Nazwar Syamsu:
Tak hanya buku-buku umum, buku berbau agama karya Nazwar Syamsu seperti Kamus al-Quran, Tauhid dan Logika: Al-Qur’an dan Sejarah Manusia, dan Terjemahan Al-Qur’an juga dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1985.
Spoiler for 10. Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik, Harry A.Poeze:
Buku terbitan Pustaka Utama Grafiti ini dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1989. Buku karya Poeze ini memuat riwayat hidup, perjuangan politik, dan perkembangan pemikiran Tan Malaka semenjak ia lahir ke dunia sampai menjelang akhir Agustus 1945.
Spoiler for 11. Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno, Peter Dale Scott:
Buku yang dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1990 ini mengungkapkan campur tangan Amerika Serikat dalam pengulingan Presiden Soekarno dengan cara kotor dan berdarah tahun 1965-1967.
Dale Scott tidak hanya memberi kesan bahwa provokasi dan kekerasan pada
tahun 1965 berasal dari militer Indonesia yang telah bekerja sama dengan Amerika Serikat bersama intelijen Inggris, Jerman dan Jepang. Namun dari keseluruhan ulasannya, Dale Scott menemukan peristiwa ini sebagai.konspirasi yang rumit dan terselubung.
Spoiler for 12. Di Bawah Lentera Merah, Soe Hok Gie:
Dalam buku ini Soe Hok Gie, mengajak pembacanya menelusuri kembali jejak-jejak pergerakan Indonesia pada era 1917-1920an sekaligus mencoba menyalakan lentera merah perjuangan pergerakan Indonesia dan mengajak pembaca mencermati bagaimana para tokoh pergerakan tradisionalis Indonesia menyikapi perubahan pada abad ke-20.
Buku Soe Hok Gie yang sempat dilarang Kejaksaan Agung pada 1991 ini sampai saat ini masih beredar dan menjadi bacaan para mahasiswa.