Kaskus

News

ajengputri08Avatar border
TS
ajengputri08
"Menelanjangi" Kekuatan Kandidat Cagub Jawa Barat
"Menelanjangi" Kekuatan Kandidat Cagub Jawa Barat
10 bulan lagi warga Jawa Barat akan pesta demokrasi, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Juni 2018. Peta kekuatan politik (baca:calon gubernur) sudah nampak kepermukaan. "Sementara" ada 3 poros besar yang merupakan gambaran pigur yang santer digadang-gadang maju dan akan menjadi pilihan warga jawa barat. Ketiganya jika disebutkan sesuai abjad ada Deddy Mizwar (incumbent Wakil Gubernur Jawa Barat), Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta 2 periode) dan Ridwan Kamil (Walikota Bandung 1 periode).
Sampai saat ini, ketiganya memiliki elektabilitas dan popularitas tak jauh beda. Beberapa hasil survei dari lembaga-lembaga yang berkompeten mengeluarkan hasil surveinya, pun demikian hasilnya tak jauh beda diantara 3 Figur tersebut. yang menarik, jika mengamati dukungan mesin politik (partai pendukung). Figur yang pertama, Bang Jack (panggilan Deddy Mizwar) digadang akan mendapatkan tiket melalui koalisi PKS dan Gerindra. Jumlah kursi kedua partai ini di DPRD Jawa Barat sejumlah 23 kursi (PKS 12 kursi dan Gerindra 11 kursi). Sudah bisa melenggang mendaftarkan diri ke KPU, sebab batas ambang batas dukungan menjadi pasangan Cagub dan Cawagub adalah 20 kursi.
https://www.cnnindonesia.com/politik...-pilgub-jabar/
Sementara, Kang Dedi (panggilan Dedi Mulyadi) yang merupakan ketua DPD Partai Golkar, belum lama ini mendapatkan tiket rekomendasi dari partainya untuk maju di Pilgub Jawa Barat. Tambahan kekuatan mesin partai juga datang dari PDI Perjuangan untuk Kang Dedi. Sementara, jika ditotalkan jumlah kursi kedua partai itu di DPRD Jawa Barat, sejumlah 37 kursi (PDI Perjuangan 20 kursi dan Golkar 17 Kursi).
http://news.liputan6.com/read/305494...-pilkada-jabar
Beda halnya bagi Kang Emil (sapaan Ridwan Kamil), walau start paling awal dalam mendeklarasikan dirinya menjadi Cagub dengan dukungan Partai Nasdem (5 Kursi di DPRD Jabar). Kang Emil, rupanya harus ekstra kerja keras mendapatkan simpati partai politik lainnya untuk bisa bergabung bersama Nasdem membuat koalisi agar lolos verifikasi syarat dukungan minimal. Sebenarnya, lampu hijau sudah hampir menyala dari PPP, PKB dan Hanura. Jumlah kursi dari gabungan partai tersebut adalah 24 kursi (Nasdem 5 kursi, PKB 7, PPP 9 kursi dan Hanura 3 kursi).
https://www.cnnindonesia.com/politik...ub-jawa-barat/
Terakhir, ada partai Demokrat dan PAN yang belum sama sekali menyatakan bergabung mendukung salahsatu 3 poros diatas. jika melihat jumlah kursi, kedua partai ini tidak cukup untuk mengusung pasangan calon. Demokrat yang 12 kursi dan PAN 4 kursi, tentu harus memilih masuk pada 3 poros tersebut. kalaupun membuat kekuatan baru dengan memunculkan figur baru, perlu melakukan komunikasi intensif terhadap partai-partai lain yang lebih dulu membangun komunikasi. Sebenarnya bisa saja memunculkan nama Dede Yusuf (Anggota DPR RI) dari partai Demokrat, namun lagi-lagi komunikasi perlu terus dijalin. Sementara Waktu terus berjalan cepat menuju suksesi Pilgub Jabar 2018.

Menghitung Kekuatan Mesin Politik 3 Poros Cagub Jabar
Jika syarat minimal pengusungan pasangan calon sudah didapatkan, maka tentu yang lebih penting memaksimalkan kekuatan mesin politik, agar bekerja hingga akar rumput menarik simpati calon pemilih jawa barat yang tentunya sangat heterogen. berhitung waktu hingga Juni 2018, ada waktu 10 bulan lebih untuk terus memperkenalkan bakal-bakal calon yang akan maju di pilgub. Sebenarnya, banyak figur yang sejak jauh hari sudah blusukan ke daerah-daerah, baik dalam bentuk kegiatan safari politik, "atasnama" kegiatan pemerintahan (biasanya dilakukan incumbent) atau berupa pemasangan alat peraga yang banyak dijumpai di lapangan.

1. Poros Deddy Mizwar
Namun, lagi-lagi kita batasi figur tersebut pada 3 hasil survei tinggi seperti sudah dijelaskan diatas. Pertama, ada Bang Jack sang aktor yang populer lewat film Nagabonar. siapa lagi kalau Deddy Mizwar. Jika berbicara kemampuan dan kesempatan dirinya sebagai wakil gubernur, maka "mesin politik" yang dapat digunakan adalah memanfaatkan kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk berkunjung ke daerah. Diakui atau tidak, tentu pemanfaatan kegiatan pemerintahan, adalah makanan empuk bagi incumbent terlibat langsung dalam rangka "Tujuan mulia" mempromosikan dirinya.
Masih dalam kapasitasnya, Bang Jack tak begitu susah dalam memperkenalkan dirinya kepada pemilih di jawa barat. Selain pengalamannya berkampanye saat Pilgub Jabar 2013 lalu yang berpasangan dengan Ahmad Heryawan (Gubernur sekarang). Tentu ini juga modal besarnya, disamping nama bekennya sebagai aktor senior di Indonesia.
Mesin politik kedua bagi Bang Jack adalah ya, kekuatan partai pendukung. Kita tahu, Gerindra dan PKS adalah shohib mesra di Pilgub DKI lalu. Kemenangan koalisi ini atas pengusungan Anies-Sandi, terlalu sayang jika berakhir di Pilgub Jabar kali ini. Kedua partai ini berharap, pemilih jawa barat masih mengingat "perjuangan suci" Gerindra dan PKS memenangkan pertarungan di Pilgub DKI, dengan head to head menghadapi seorang "Penista Agama" sebagaimana putusan pengadilan. Strategi dan Taktik yang digunakan Gerindra dan PKS di Pilgub Jawa Barat, diprediksi tak jauh beda dengan Pilgub DKI lalu.
Namun, seberapa efektifkah berbagai kekuatan mesin politik yang dimiliki Bang Jack itu pada Pilgub Jawa Barat kali ini?
Berbicara posisinya sebagai Wakil Gubernur aktif (incumbent), tentu ini ada plus dan minusnya. Plusnya akan dimainkan pendukungnya untuk mempromosikan Bang Jack sebagai wagub yang berhasil membangun jawa barat. Misalnya, berbagai penghargaan yang didapat pemrov jawa barat selama ini.
Sementara, minusnya akan dimainkan lawan sebagai serangan yang ingin menegaskan ketidakberhasilan Bang Jack bersama Aher saat memimpin Jawa Barat. Misalnya, masalah Banjir, longsor dan bencana lainnya di jawa barat. Termasuk masalah kemiskinan, infrastruktur jalan provinsi di berbagai kabupaten/kota di jawa barat yang dirasakan masih belum maksimal. Khusus infrastruktur jalan, pada 2016 hanya terealisasi sebesar 700 Milyar rupiah dari total APBD Pemprov jabar sebesar 29 Trilyun rupiah.
http://www.viva.co.id/berita/bisnis/...miliar-di-2016
Lalu, berbicara masalah mesin politik Partai pendukung Bang Jack. Gerindra dan PKS yang sukses di Pilgub DKI dengan strategi "menistakan agama" kepada lawan politiknya. Ini belum tentu akan berhasil di Pilgub Jabar kali ini. Pertimbangannya, lawan politik (figur calon), sama-sama berangkat dari latarbelakang agama yang sama. Tentu ini susah untuk menggoreng issue yang sama seperti di pilgub DKI. Walaupun hingga saat ini santer terdengar serangan issue yang sama terhadap calon lainnya. Sebut saja sebutan raja syirik pembuat patung yang ditujukan pada Dedi Mulyadi, dan serangan terhadap Ridwan Kamil sebagai calon yang diusung oleh partai "pendukung Penista Agama" pada pilgub DKI lalu, siapa lagi kalau bukan partai Nasdem yang jauh hari mendeklarasikan Kang Emil menjadi Cagub.
http://www.jpnn.com/news/dedi-mulyad...gkap-pelakunya
http://www.portal-islam.id/2017/04/m...kamil-tak.html

2. Poros Dedi Mulyadi
Berangkat dari kapasitasnya sebagai Bupati yang sukses memimpin di kabupaten terkecil kedua di jawa barat, Dedi Mulyadi terlihat Percaya Diri. kabupaten Purwakarta, yang ia pimpin sebelumnya tak begitu nampak dipermukaan. Dua periode dipimpin Dedi Mulyadi, Purwakarta menampakkan tajinya. Kini banyak orang mengenal Purwakarta. Kota kecil yang APBD nya hanya 2,3 Trilyun rupiah bisa bangun Air Mancur terbesar se Asia Tenggara. Inilah modal bagi seorang Kang Dedi untuk terjun di Pilgub Jawa Barat. Disamping pembangunan urgent seperti infrastruktur jalan, bangunan sekolah, fasilitas kesehatan dan lainnya.
http://news.detik.com/berita-jawa-ba...erah-terisolir
Mesin Politik dari Figur Dedi Mulyadi ini, seperti pejabat Publik Bupati Purwakarta dua periode, wakil bupati 1 periode dan pernah menjabat 1 periode ketua komisi E DPRD Purwakarta, dinilai sebagian kalangan sebagai modal yang cukup bagi Kang Dedi untuk mencoba peruntungan maju sebagai Cagub Jawa Barat. Modal pribadi lainnya dari pria kelahiran subang ini adalah jaringan organisasi yang ia miliki. Jaringan yang saya sebutkan terutama jaringan keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kita tahu, HMI di Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh penting negeri ini, kekuatan merawat hubungan baik dalam jaringan keluarga HMI (baca Alumni HMI), dimanfaatkan betul oleh Dedi Mulyadi. Selain karena Kang Dedi ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Jawa Barat, banyak keluarga alumni HMI yang juga tersebar sebagai elit, baik tokoh agama di masyarakat maupun elit partai politik.
http://nusantara.rmol.co/read/2015/0...-Pilgub-Jabar-
Kepiawaian Kang Dedi merawat jaringan kekeluargaan ini menular pada sikapnya yang sekarang-sekarang terlihat sering dekat dengan warga. Membantu mencarikan solusi kesusahan yang dihadapi masyarakat. Termasuk menjaga hubungan baik dengan berbagai elit mulai tataran Bupati/walikota hingga ketua RT se jawa barat. Jika tak berlebihan, penulis berani memastikan, jika kang Dedi Mulyadi mampu mengetahui nomor kontak (Handphone) kepala desa hingga ketua RT di jawa barat. Mesin politik "Gerilya" inilah yang ditakutkan lawan politik terhadap Dedi Mulyadi.
Sisi kepribadian Dedi Mulyadi yang dekat dengan masyarakat itu, ternyata berbanding lurus dengan komunikasi politiknya di tataran elit. Diluar jaringan partai politik, Kang Dedi intens membangun komunikasi dengan konsultan politik dari Polmark Indonesia-Political Consulting, Eep Saefulloh Fatah yang notabene pada Pilgub DKI lalu merupakan konsultan gubernur terpilih yang diusung PKS. catatannya PKS di Pilgub Jabar kali ini kehilangan sang konsultan politik. Catatan Eep terlihat baik, setelah memenangkan Pilgub DKI, Eep juga berada dibelakang kemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu.
https://www.merdeka.com/politik/ini-...abar-2018.html
Selain Eep, ada nama lain yang berasal dari tim pemenangan Anies-Sandi pada Pilgub DKI, dia adalah Aldwin Rahardian. Kang Oki panggilannya ini merupakan pengacara dari Pelapor kasus penistaan agama yang dialami Ahok, Buniyani. Kang Oki "terciduk" awak media sedang makan santai bersama Dedi Mulyadi di Purwakarta. Salah satu pembicaraannya adalah mengenai Pilgub Jabar. Kepiawaian Dedi Mulyadi membangun jaringan komunikasi politik menghadapi pilgub jabar, perlu diacungi jempol. Kang Dedi bisa masuk pada wilayah politik luar batas.
http://news.liputan6.com/read/295014...u-dedi-mulyadi
Kekuatan lainnya dari Dedi Mulyadi adalah Mesin Politik. Siapa tidak mengenal jaringan akar rumput dari Partai Golkar dan PDI Perjuangan?. Kedua partai ini yang selangkah lagi mengusung Dedi Mulyadi sebagai Calon Gubernur Jawa Barat, tentu sudah memetakan mesin partai menghadapi Pilgub Jawa Barat. yang menarik, kedua partai ini bukan saja mempersiapkan kekuatan mesin politik pada Pilgub Jawa Barat, melainkan juga Pilkada-pilkada di 16 kabupaten/kota di Jawa Barat yang digelar serentak bersama Pilgub Jabar itu sendiri.
Artinya, kedua partai ini berkoalisi permanen di seluruh Pilkada serentak yang digelar dilingkup Jawa Barat. Ini tentu berimplikasi positif terhadap pergerakan penuh mesin partai saat berperang di lapangan. kita berandai-andai saja, jika Golkar dan PDIP berkoalisi permanen, maka paket pasangan calon kepala daerah (baik calon walikota, calon bupati dan calon gubernur) yang diusung oleh koalisi permanen ini akan mudah berkomunikasi dan melakukan strategi kampanye memaketkan calon yang diusung mereka.
http://www.galamedianews.com/pilkada...erjuangan.html
Misalkan di kota bandung, PDIP sebagai partai pemenang di kota bandung dan Golkar pemenang ketiga, maka akan mudah mencalonkan figur calon walikota di kota kembang itu dan mudah pula dalam menggerakkan mesin partai dalam mengkampanyekan bukan hanya calon walikotanya, tetapi juga calon gubernurnya. Inilah strategi jitu kedua partai besar ini berkoalisi di Pilkada serentak di Jawa Barat.
Contoh lain, jika Gerindra dan PKS mengusung Bang Jack di pilgub jabar, sekalipun mereka berkoalisi permanen, maka dipastikan di beberapa kabupaten/kota akan mengalami kepincangan dalam menggerakkan mesin politik partainya. Misalkan, PKS di Purwakarta yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD Purwakarta, tentu ini akan sulit menggerakkan mesin partainya, dan Gerindra Purwakarta harus berjuang sendirian.
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/D...PURWAKARTA.pdf

Lalu, seberapa efektifkah berbagai kekuatan mesin politik yang dimiliki Kang Dedi itu pada Pilgub Jawa Barat kali ini?
Figur Dedi Mulyadi dengan segudang prestasinya membangun Purwakarta, tentu tak efektif dijual sebagai modal Pilgub Jawa Barat. Jika, jualan itu lagi-lagi tak sampai pada telinga dan mata pemilih jawa barat. Artinya, selama ini keberhasilan pembangunan di Purwakarta yang dilakukan Kang Dedi masih terkendala oleh publikasi dan promosi yang kurang maksimal.
Harus ada promosi yang masif yang dilakukan mesin politik yang dimiliki Kang Dedi. Sebab, Purwakarta sebagai kabupaten terkecil kedua setelah Pangandaran di Jawa Barat ini, perlu ekstra keras melakukan promosi keberhasilan pembangunan wilayahnya. Banyak pemilih jawa barat yang sering tertukar, ketika disodorkan nama kota Purwakarta, mereka sering tertukar dengan Purwokerto, atau ada yang menjawab Karawang jika disodorkan gerbang tol Cikampek. Ini baru nama kota Purwakarta saja, belum lagi mengenal Bupatinya Dedi Mulyadi. Ini berbeda ketika misalkan dengan Kota Bandung yang walaupun sering macet, wilayah ini merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang siapapun orang dengan fasih mengenalnya dan sering datang sejak lama (sebelum Ridwan Kamil menjabat walikota bandung).
https://kumparan.com/hoerul-dzikri-i...ertransformasi
Promosi dan Publikasi sosok Dedi Mulyadi juga perlu dilakukan lebih masif, bukan hanya keberhasilan menata kota yang dipimpinnya. Tetapi kesan bahwa Dedi lebih humanis dengan sering mengunjungi warga miskin dan saat menolong orang kesusahan, ini pun perlu dimasifkan. Maka, jika kita telaah sepak terjang Kang Dedi membantu orang yang kesusahan, selalu diawali dari informasi pemberitaan yang viral baik di media Online dan media sosial. Ini agar kedatangannya membantu orang yang kesusahan dapat termuat di media.
http://www.tribunnews.com/regional/2...a-rp-18-miliar
Lalu, Mesin partai pendukung Dedi Mulyadi, Golkar dan PDIP memang nampak melenggang mulus membangun koalisi. Tak ada kekhawatiran keduanya digoreng issue "Partai Pendukung Penista Agama" seperti di Pilgub DKI. Sebabnya, calon yang diusung memiliki riwayat latar belakang yang cukup baik. Walaupun saat ini, Dedi Mulyadi diterpa issue sebagai pembuat patung dan Raja Syirik oleh sebagian yang mengatasnamakan Ulama. Tapi issue Patung dan Raja Syirik serta tuduhan penistaan agama itu sebenarnya selesai di Polda Jabar saat pelapor dari kelompok Manhajussolihin Purwakarta dan FPI Purwakarta, laporannya dihentikan Polda Jabar karena tidak terbukti.
https://news.detik.com/berita-jawa-b...ati-purwakarta

3. Poros Ridwan Kamil
Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil, dikenal sebelumnya sebagai Arsitek lulusan University of California, Berkeley. 41 Karya arsitekturnya cukup mendunia. Inilah yang menjadi modal mesin politik yang pertama Kang Emil. Ditambah modal politik sebagai Wali Kota Bandung 1 periode. Sentuhan tangannya sebagai walikota telah melahirkan karya yang menjadi pembicaraan khalayak. Sebut saja Taman-taman yang dibangunnya di kota bandung. Termasuk Bandung Command Center (BCC). Modal sebagai Walikota di Ibukota Provinsi Jawa Barat, tentu menjadi mudah untuk dikenalkan pemilih Jawa Barat.
https://news.detik.com/jawabarat/269...ng-lewat-taman
Modal kedua mesin politik dari ketokohan Ridwan Kamil adalah menguasai Media Sosial dan pemberitaan media online. Twitter dan Instagram milik pria berkacamata ini difollow jutaan akun. walaupun Fanspage facebooknya yang disukai 3 jutaan akun masih jauh kalah oleh Dedi Mulyadi yang disukai 10 juta lebih pengguna Facebook. Konten yang disuguhkan dalam cuitan dan postingan di media sosialnya mengundang ketertarikan orang untuk mengenal lebih jauh sosok Kang Emil. Walaupun memang, media sosial tidak berimplikasi langsung terhadap perolehan suara pilgub, namun keberadaannya bisa membangun opini dan menggiring issu di masyarakat.
http://www.tribunnews.com/seleb/2017...l-pp-bertindak
Mesin politik selanjutnya adalah dukungan relawan Kang Emil yang santer terdengar dengan mengatasnamakan Relawan BARKA (Baraya Ridwan Kamil). Beberapa waktu lalu, relawan ini melakukan pertemuan untuk menyatukan suara dalam menggalang kekuatan mensuskseskan pencalonan kang emil di Pilgub Jabar. Walau belum kelihatan kinerjanya, keberadaan ini patut diperhitungkan.
http://bandung.pojoksatu.id/read/201...kamil-terharu/
Kekuatan mesin politik selanjutnya adalah dari dukungan partai politik yang mengusung Ridwan Kamil. Yang pasti, baru Nasdem yang jauh-jauh hari mendeklarasikan dukungannya terhadap Kang Emil. Walaupun hanya 5 kursi di DPRD Jawa Barat, Kang Emil menerimanya dengan dada lapang. Kang Emil pun Diarak menggunakan Sisingaan di Lapangan TegalLega Bandung, bersama ketua Nasdem Jawa Barat, Saan Mustopa.
http://regional.kompas.com/read/2017...gan.sisingaan.

Lalu, seberapa efektifkah berbagai kekuatan mesin politik yang dimiliki Kang Emil itu pada Pilgub Jawa Barat kali ini?
Modal membangun Kota Bandung, memang sepintas nampak begitu bagus diterima pemilih jawa barat. namun suara sumbang terdengar jika Kang Emil hanya bisa membangun taman-taman saja, tanpa bisa menyelesaikan masalah utama di kota kembang ini, yakni banjir dan kemacetan. Ini yang perlu diantisipasi bagi mesin politik Kang Emil.
https://news.detik.com/berita-jawa-b...n-ridwan-kamil
Sikap kepribadian Kang Emil juga dinilai sebagian kalangan kurang beretika dalam membangun komunikasi politik. Ini secara tegas menelanjangi Kang Emil yang di media Sosial terkesan humoris dan humanis, namun dalam kenyataannya bertolak belakang. Lebih jauh, medsos Kang Emil disinyalir "dimainkan" oleh konsultannya, bukan oleh pribadinya. Ini dibuktikan dengan komunikasi politik Kang Emil yang sebenarnya, yang oleh PKS dan Gerindra disebut kurang beretika. Gerindra dan PKS yang notabene sebagai pengusung Kang Emil menjadi Walikota, begitu saja ditinggalkan Kang Emil dan lebih memilih menerima pinangan Nasdem di Pilgub Jabar. Walaupun Kang Emil membela diri dengan alasan perbedaan pandangan politik, namun sah-sah saja ketika gerindra dan PKS menyebut Kang Emil tidak beretika dan haus kekuasaan.
https://www.merdeka.com/politik/ridw...aus-kuasa.html
Etika politik Kang Emil yang buruk juga merambah pada PDI Perjuangan dan Golkar. Kurang elegant nya gaya komunikasi Kang Emil, lagi-lagi telah menutup pintu rapat kedua partai ini untuk mengusung dirinya di Pilgub Jabar.
https://news.detik.com/berita/d-3481...mewakan-partai
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4.8K
10
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan