- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Laskar Islam Anti-Maksiat dari Petamburan


TS
beyoungcarerock
Laskar Islam Anti-Maksiat dari Petamburan

Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi berbaris ratusan pemuda pada sore di awal Agustus itu tampak tak kompak. Kaki dan tangan kanan maju bersamaan. Kadang satu sama lain saling menertawakan. Beberapa kali instruktur meminta mengulang gerakan hingga sempurna.
Sebagian dari mereka mengenakan seragam ala militer. Pakaiannya serba putih, termasuk sepatu bot yang tampak kekar. Peserta baris berbaris lainnya mengenakan kaus berlogo Front Pembela Islam (FPI).
Mereka bukan tentara atau pasukan pengibar bendera. Para pemuda itu adalah anggota Laskar Pembela Islam (LPI), anak organisasi FPI. Sore itu, ratusan laskar tengah mempersiapkan Milad ke-19 FPI di Stadion Kamal Muara, Jakarta Utara.
Di depan barisan, Panglima Besar LPI Maman Suryadi berdiri memimpin latihan. Dia mengingatkan kepada laskar yang mayoritas datang dari kawasan Jabodetabek.
"Bagi laskar yang punya tato dan ingin dihilangkan, DPP (FPI) dan Mabes (LPI) bekerja sama dengan tim dokter akan menggelar operasi gratis," kata Maman memegang pengeras suara.
Di antara para laskar yang ikut latihan itu memang ada yang tubuhnya bertato. Maman mengakui, laskar yang dilatih berasal dari berbagai kalangan, termasuk orang-orang yang pernah bertindak kriminal.
"Laskar kami dari kalangan grass root, preman, anak tongkrongan. Kami mendidik akhlak, perbuatan, agar mereka ketika kembali ke masyarakat bisa diterima," ujarnya.
Selain latihan baris berbaris, laskar juga dilatih bela diri, pencak silat, dan diwajibkan bisa mengaji. Mereka juga diharuskan mengikuti taklim yang digelar di markas dari tingkat pengurus cabang hingga pusat.
Mencegah Kemungkaran
Maman mengatakan, sejak awal dibentuk, LPI ditujukan untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar alias menyebarkan kebajikan dan mencegah kemungkaran, khususnya memerangi kemaksiatan. Dia mengakui saat organisasi baru berusia lima tahun, laskar gencar melakukan tindakan tegas di lapangan.
"Laskar memang sudah ratusan yang mengadapi hukum, ada yang dipenjara bahkan meninggal di penjara, itu dilema atau risiko perjuangan kami," kata Maman saat ditemui di Mabes LPI, Petamburan, Jakarta Pusat.

Juru Bicara FPI Slamet Maarif mengatakan, organisasinya pasang badan agar penyebaran kebajikan yang selama ini dilakukan sejumlah ormas Islam tidak diganggu dengan kemaksiatan. Laskar FPI pun berhadapan dengan para preman penjaga tempat yang dianggap maksiat.
"Karena kami ambil posisi sebagai tukang jaga, tukang berantas 'hama', maka wajar kami pakai alat, minimal kami punya pentungan. Ketika kami lahir, kami punya tongkat, identik itu," ujar Slamet di tempat terpisah.
Dia mengatakan, aparat keamanan yang seharusnya mengambil tugas memerangi kemaksiatan justru diduga melindungi para pemilik tempat maksiat, seperti lokasi prostitusi. FPI dengan laskarnya pun mengambil alih tindakan dengan melakukan sweeping, bahkan penangkapan.
"Berapa banyak tempat kemaksiatan, prostitusi, mereka (aparat) yang ambil," kata Slamet.
Dia menambahkan, sebelum melakukan aksi penyisiran atau penutupan tempat hiburan malam, pada dasarnya ada standar operasi prosedur yang dilakukan FPI. Mulai dari melapor ke pihak kepolisian, memastikan tempat maksiat, dan mengukur kekuatan.
Ketika laporan tidak ditanggapi, FPI turun aksi. Itu pun kata Slamet, setelah ada koordinasi dan tembusan pemberitahuan ke aparat.
"Polisi (oknum) yang jaga, mereka hidup dari situ. Bagaimana mereka mau menutup. Itu fakta di lapangan, rahasia umum," katanya.
Menurutnya, antara FPI dan polisi tak jarang terjadi benturan ketika di lapangan. Namun saat aparat dianggap sejalan dengan perjuangan FPI, mereka bergandengan.
Dia tidak memungkiri saat melakukan aksi di lapangan massa sulit dikendalikan. Namun Slamet mengklaim yang melakukan aksi kekerasan bukan anggota laskar. Karena itu pendidikan dan pelatihan (diklat) diadakan untuk membekali para laskar.
"Kadang di lapangan kurang terkontrol, ketika terjun ke lapangan banyak yang bukan laskar tapi mereka ikut pergerakan kami, itu kadang susah dikendalikan," katanya.
Jelang Ramadan lalu, kata Slamet, pihaknya mengadakan diklat nasional laskar di Markaz Syariah, Megamendung, Bogor. Di sana, setidaknya 250 laskar diberi materi ke-FPI-an, menguasai medan, belajar memanah, latihan bela diri, hingga menanam pohon.

Gandeng Kopassus
FPI juga melakukankerja sama dengan Badan SAR Nasional (Basarnas) untuk melatih laskar dalam penanggulanan bencana. Mereka juga menggandeng TNI untuk memberikan pelatihan khusus dan mengikuti program Bela Negara.
"Terkadang dengan Kopassus untuk belajar lapangan, termasuk bela diri, belajar menembak, kami datang ke markas Kopassus," kata Slamet.
Dosen Uhamka itu mengatakan, saat ini laskar sedang diinstruksikan untuk mengawal para tokoh dan ulama. Termasuk jajaran Dewan Pengurus Pusat FPI, para petinggi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, dan Presidium 212.
Imam Besar FPI Rizieq SHihab menyatakan, semangat dan militansi laskar FPI menjadi tulang punggung perjuangan organisasi.
Menurutnya, tanpa laskar sulit dibayangkan FPI mampu solid seperti sekarang ini. Hal itu dia tuangkan dalam bukunya Dialog FPI: Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
Rizieq menyebutkan lima doktrin FPI dalam membangun militansi perjuangan, yaitu mengikhlaskan niat, memulai dari diri sendiri, kebenaran harus ditegakkan, setiap orang pasti mati, dan mujahid di atas para musuhnya.
Menurutnya, doktrin kelima ini dinilai sangat penting dalam menjaga moralitas dan mentalitas aktivis FPI untuk menghindari sikap malas dan pengecut.
Pada kesempatan berbeda, politikus Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid menilai tidak ada yang keliru dari tindakan FPI.
Meski mengamini anggapan di masyarakat bahwa FPI identik dengan kekerasan, Hidayat berpendapat, selama ini tidak ada ormas Islam yang berani terus terang memerangi kemaksiatan.
“Nahi mungkar ya mencegah kemungkaran. Mereka lakukan secara lugas dan itu satu hal yang tidak dilakukan secara masif atau lugas oleh ormas Islam lainnya sehingga kemudian seolah-olah FPI menjadi berbeda sendiri atau terkesan menjadi keras, radikal,” kata Hidayat saat dihubungi pada Senin (14/8).
Bela Negara
Mantan Ketua MPR itu menilai, FPI berhak mendapat pelatihan militer dalam rangka bakti bela negara. Bahkan bukan hanya FPI, seluruh masyarakat juga berhak mendapat pelatihan yang sama.
“Kecuali mereka (FPI) terbukti melakukan hal yang menyimpang. Tidak ada bukti apapun bahwa mereka melakukan penyimpangan,” kata Hidayat.
Sementara itu, peneliti Asian Research Centre, Ian Douglas Wilson berpendapat, FPI menganggap masyarakat Indonesia mengalami keruntuhan struktur moral.
Hal itu sebagai akibat dari sekularisme dan liberalisme yang masuk ke Indonesia.
Pornografi, pramuriaan, dan obat-obatan terlarang dianggap FPI sebagai bukti dari dampak buruk masuknya budaya Barat ke Indonesia. Hal tersebut, kata Ian, dijadikan alasan FPI untuk memperbaiki moral masyarakat.
“Itu dipraktikkan dalam kehidupan sehari hari, sering dalam konteks memaksa, mengintimidasikan orang dan juga sering dengan kekerasan,” kata Ian. (asa/asa)
Sumber
Sangat membanggakan, kemampuannya bisa disetarakan dengan Spetsnaz, Navy Seal, dan SAS

0
3.7K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan