Kaskus

News

xutux06Avatar border
TS
xutux06
Proyek Rumah Murah Terancam Terganjal Spekulan Tanah
Proyek Rumah Murah Terancam Terganjal Spekulan Tanah
Rumah murah di Cikarang, Bekasi (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)


Persoalan spekulan tanah dinilai dinilai akan menjadi kendala realisasi program pemerintah yang menargetkan pembangunan 4 juta rumah murah hingga 2019. Tanpa adanya kendali dan kontrol terhadap spekulan tanah, harga tanah akan terus melambung tinggi.

Indonesia Property Watch (IPW menilai selain membebani pengembang, masalah spekulan tanah tersebut juga akan menyulitkan konsumen kelas bawah. Belum lagi terbatasnya dana karena program rumah murah berbenturan dengan sejumlah proyek infrastruktur yang tengah dikebut.

"Dengan adanya pembangunan infrastruktur, tanpa perencanaan wilayah yang jelas akan mendongrak nilai tanah. Pemerintah harus memikirkan pengendalian tanah. Perlu dibentuk adanya pengendalian harga tanah, agar semua bisa terealisasi," kata Direktur Eksekutif IPW, Ali Tranghanda, dalam siaran persnya Selasa (15/8).

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sebelumnya mengatakan pemerintah menargetkan membangun 4 juta unit rumah murah hingga 2019 yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Total anggaran yang disediakan untuk proyek tersebut mencapai Rp 72 triliun.

Target 4 juta rumah murah itu ditetapkan dengan mengacu pesatnya perkembangan pembangunan rumah murah hingga tahun ini. Program itu sekaligus mengatasi backlog yang telah mencapai 11,6 juta rumah.

Dari sisi anggaran, Ali mengingatkan program membangun rumah murah makin berat di tengah fokus pemerintah yang lebih menggeber program maritim dan didorongnya proyek infrastruktur.

Baca Juga :



Menurut dia hal tersebut terbukti anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari semula dari Rp 9,7 triliun dipangkas menjadi Rp 3,1 triliun. "Kami ingatkan betul bahwa saat ini dana tersebut tidak akan cukup dengan rencana pemerintah untuk membangun rumah murah," ujarnya.

Ali mengatakan pemerintah perlu segera merealisasikan pembentukan bank tanah untuk menjamin kelangsungan program rumah murah. Kenaikan harga properti dinilai menyisakan kekhawatiran laju kenaikan harga tanah yang semakin tinggi sehingga pasokan lahan untuk rumah rakyat semakin terpinggirkan.

Di sisi lain, untuk melaksanakan public housing, pemerintah diminta untuk mengambil peran utama. Sementara swasta bisa tetap diberi peran, namun tidak dominan karena dikhawatirkan motif bisnis selalu diutamakan.

Selain itu, dalam meminimalkan backlog, Ali mengatakan pemerintah bisa melihat berbagai terobosan-terobosan inovatif di sektor properti. Ada banyak model teknologi baru yang bisa diadopsi seperti rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, anti air, dan dari sisi harga jauh lebih murah.

Ali mengatakan solusi yang tepat dan memadai tidak hanya mencakup penyediaan sejumlah rumah berkualitas terjangkau, namun juga keberlanjutan jangka panjang dengan cara yang ramah lingkungan.

Sistem bangunan yang menggunakan bahan konstruksi dari kayu rekayasa tahan api dinilai dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang terjangkau dengan cara ramah lingkungan, hemat biaya, dan efisien.

Mengutip Laporan McKinsey Global Institute (MGI) paling baru, saat ini 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sementara sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.

MGI memperkirakan pada 2025 sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia - setidaknya 1,6 miliar orang - akan menempati perumahan yang tidak memadai dan tidak aman karena tidak punya akses finansial.

Agar prediksi MGI tak terjadi di Indonesia, Ali meminta segera dilakukan terobosan teknologi properti. Misal menggunakan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjamin keamanan rumah yang dibangun, baik tunggal maupun multi-lantai.

Penggunaan kayu rekayasa ini dinilai pas dengan melimpahnya pasokan kayu di Hutan Tanaman Industri. Belum lagi hutan tanaman yang ditanam kembali akan menghasilkan sumber daya kayu berkelanjutan yang terus tumbuh setiap tahunnya. Sehingga, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan.

Hitungan McKinsey Global Institute, rumah yang terbuat dari kayu rekayasa jauh lebih murah daripada rumah beton dan bata dengan ukuran yang sama. Biasanya, harga lebih murah hingga 30 persen.

Beberapa keuntunngan antara lain adalah efisiensi skala pembuatan dan produksi otomatis, biaya pondasi lebih murah, konstruksi yang cepat, dan biaya pembiayaan yang jauh lebih murah. Selain tahan api, bahan juga tahan air, tahan cuaca, tahan rayap, shock-proof dan load-bearing.

Karena komponen rumah kayu yang direkayasa seperti dinding, pintu, atap dan lantai akan diproduksi sepenuhnya di pabrik dan disatukan di lokasi, memungkinkan membangun rumah dengan cepat, efisien dan dengan kualitas yang konsisten.
Sumber: https://kumparan.com/angga-sukmawija...spekulan-tanah
0
1.1K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan