- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sri Mulyani: Ada Hal yang Harus Kita Perhatikan Serius..


TS
warrior.onta
Sri Mulyani: Ada Hal yang Harus Kita Perhatikan Serius..
SUMBER
Yoga Sukmana
Kompas.com- 09/08/2017, 06:27 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,01 persen pada kuartal II 2017 masih positif. Namun, ia mengungkapkan ada hal yang perlu diwaspadai.
"Ada hal yang harus kita perhatikan secara serius," ujarnya di Jakarta, Selasa (8/8/2017). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, hal yang perlu
diwaspadai yaitu tingkat konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat pada kuartal II 2017. Pada kuartal II 2017, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95 persen.
Padahal dari data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,07 persen pada kuartal II 2016. Dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB), kontribusi konsumsi rumah tangga merupakan yang tertinggi sumbangsihnya mencapai 55,6 persen. Sisanya yaitu investasi 31,3 persen, ekspor 19,1 persen, konsumsi pemerintah 8,6 persen dan selebihnya konsumsi lembaga non profit serta impor.
"Kami tetap hati-hati karena konsumsi itu memberikan dampak
paling besar terhadap sisi permintaan," kata perempuan yang kerap disapa Ani itu.Pemerintah akan mencermati tingkat inflasi sebab inflasi yang terkontrol bisa berdampak kepada daya beli masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah akan menyediakan "vitamin" agar konsumsi rumah
tangga bisa naik di kuartal III 2017. Salah satunya akselerasi program keluarga harapan dan penyaluran beras sejahtera untuk masyarakat miskin.
Sementara itu, untuk mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah atas
dan investasi, pemerintah siap memberikan sejumlah insentif.
Di luar perkiraan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sebesar 5,01 persen tidak jelek. Namun, ia mengakui hal itu tidak sesuai perkiraan pemerintah.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kita tidak jelek walaupun tidak sebagus yang diharapkan," kata dia.
Ia mengatakan, tidak ada penurunan daya beli masyarakat. Turunnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2017 merupakan akibat
masyarakat kelas menengah atas menahan belanja.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, keputusan masyarakat kelas menengah
atas menahan belanja dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya faktor psikologis menunggu kondisi ekonomi ke depan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi
Sukamdani mengatakan, masyarakat kelas menengah atas menahan belanja
justru karena tidak memilki kepercayaan penuh untuk melakukan pengeluaran.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Institute For Economic and Development Finance (Indef) Bima Yudhistira menilai, motif masyarakat kelas menengah atas menahan belanja memang lebih dipengaruhi faktor kehati-hatian.
tanggapan TS pake ini aja
Ekonom dan pengajar senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono menyebut, pertumbuhan ekonomi
yang mencapai 5 persen tersebut sebenarnya bukan angka yang baik bagi
Indonesia. Namun, angka ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk di kawasan.
"Pertumbuhan ekonomi kita 5 persen itu tidak baik, tapi kalau dibandingkan negara-negara lain yang suffering (menderita), 5 persen itu baik," ujar Tony pada acara Permata Wealth Wisdom di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Tony menjelaskan, angka pertumbuhan ekonomi 5 persen sebenarnya memang
tidak jelek. Akan tetapi, bagi Indonesia, angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya bisa mencapai 6 hingga 7 persen.
Mengapa demikian? Pria yang juga menjabat Komisaris Independen PT Bank
Permata Tbk tersebut menuturkan, ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia
mencapai 7 persen, maka semua angkatan kerja baru bisa diserap oleh
kegiatan perekonomian.
Apabila pertumbuhan ekonomi kurang dari 7 persen, ada beberapa dugaan yang terjadi. Pertama, tingkat pengangguran Indonesia bisa jadi meningkat. Kedua, tenaga kerja terserap, namun tidak di sektor formal melainkan sektor informal.
"Jadi, jual bakso, soto, sate.(Kondisi serapan tenaga kerja ke sektor informal yang terlalu banyak) itu tidak baik," jelas Tony.
yg mau dagang,, jgn semua jd pedagang tar gada yg beli
separo kerja kantoran
bonus,,
..




Quote:
Yoga Sukmana
Kompas.com- 09/08/2017, 06:27 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,01 persen pada kuartal II 2017 masih positif. Namun, ia mengungkapkan ada hal yang perlu diwaspadai.
"Ada hal yang harus kita perhatikan secara serius," ujarnya di Jakarta, Selasa (8/8/2017). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, hal yang perlu
diwaspadai yaitu tingkat konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat pada kuartal II 2017. Pada kuartal II 2017, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95 persen.
Padahal dari data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 5,07 persen pada kuartal II 2016. Dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB), kontribusi konsumsi rumah tangga merupakan yang tertinggi sumbangsihnya mencapai 55,6 persen. Sisanya yaitu investasi 31,3 persen, ekspor 19,1 persen, konsumsi pemerintah 8,6 persen dan selebihnya konsumsi lembaga non profit serta impor.
"Kami tetap hati-hati karena konsumsi itu memberikan dampak
paling besar terhadap sisi permintaan," kata perempuan yang kerap disapa Ani itu.Pemerintah akan mencermati tingkat inflasi sebab inflasi yang terkontrol bisa berdampak kepada daya beli masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah akan menyediakan "vitamin" agar konsumsi rumah
tangga bisa naik di kuartal III 2017. Salah satunya akselerasi program keluarga harapan dan penyaluran beras sejahtera untuk masyarakat miskin.
Sementara itu, untuk mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah atas
dan investasi, pemerintah siap memberikan sejumlah insentif.
Di luar perkiraan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sebesar 5,01 persen tidak jelek. Namun, ia mengakui hal itu tidak sesuai perkiraan pemerintah.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kita tidak jelek walaupun tidak sebagus yang diharapkan," kata dia.
Ia mengatakan, tidak ada penurunan daya beli masyarakat. Turunnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2017 merupakan akibat
masyarakat kelas menengah atas menahan belanja.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, keputusan masyarakat kelas menengah
atas menahan belanja dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya faktor psikologis menunggu kondisi ekonomi ke depan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi
Sukamdani mengatakan, masyarakat kelas menengah atas menahan belanja
justru karena tidak memilki kepercayaan penuh untuk melakukan pengeluaran.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Institute For Economic and Development Finance (Indef) Bima Yudhistira menilai, motif masyarakat kelas menengah atas menahan belanja memang lebih dipengaruhi faktor kehati-hatian.
tanggapan TS pake ini aja

Quote:
Code:
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/02/164852726/pertumbuhan-ekonomi-5-persen-tak-bagus-untuk-indonesia-kenapa-
Ekonom dan pengajar senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono menyebut, pertumbuhan ekonomi
yang mencapai 5 persen tersebut sebenarnya bukan angka yang baik bagi
Indonesia. Namun, angka ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk di kawasan.
"Pertumbuhan ekonomi kita 5 persen itu tidak baik, tapi kalau dibandingkan negara-negara lain yang suffering (menderita), 5 persen itu baik," ujar Tony pada acara Permata Wealth Wisdom di Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Tony menjelaskan, angka pertumbuhan ekonomi 5 persen sebenarnya memang
tidak jelek. Akan tetapi, bagi Indonesia, angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya bisa mencapai 6 hingga 7 persen.
Mengapa demikian? Pria yang juga menjabat Komisaris Independen PT Bank
Permata Tbk tersebut menuturkan, ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia
mencapai 7 persen, maka semua angkatan kerja baru bisa diserap oleh
kegiatan perekonomian.
Apabila pertumbuhan ekonomi kurang dari 7 persen, ada beberapa dugaan yang terjadi. Pertama, tingkat pengangguran Indonesia bisa jadi meningkat. Kedua, tenaga kerja terserap, namun tidak di sektor formal melainkan sektor informal.
"Jadi, jual bakso, soto, sate.(Kondisi serapan tenaga kerja ke sektor informal yang terlalu banyak) itu tidak baik," jelas Tony.
yg mau dagang,, jgn semua jd pedagang tar gada yg beli
separo kerja kantoran
bonus,,


Spoiler for bakso gorengan:




Diubah oleh warrior.onta 10-08-2017 22:53
0
1.5K
Kutip
13
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan