- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mendukung Cyber Patrol Perangi Cyber Jihadis


TS
sitorusborus
Mendukung Cyber Patrol Perangi Cyber Jihadis
Quote:
Akun Twitter resmi milik Kejaksaan Agung RI berkicau, internet kerap digunakan teroris untuk mempromosikan ideologi dan kebencian, mayoritas dilakukan di platform media sosial. Menurut @KejaksaanRI, terdapat 49 ribu akun Twitter yang terafiliasi dengan gerakan terorisme. Senada, Pakar siber dan digital forensik, Ruby Alamsyah menuturkan kelompok teroris kerap memanfaatkan media sosial yang sudah ada, seperti Twitter dan YouTube, untuk melakukan misi propaganda atau menjaring massa. “Jadi, daripada membuat platform sendiri, yang terbatas, mereka menganggap media sosial untuk publik cukup untuk melakukan misi seperti propaganda, menjaring massa,” kata Ruby.
Platform media sosial yang disebut di atas selain memiliki jumlah pengguna yang banyak juga memiliki fitur yang dapat digunakan untuk membuat kelompok tertutup. “Kalau closed network seperti memakai private channel atau grup, data hanya bisa dilihat anggota saja,” kata dia.Media sosial seperti Twitter memiliki penyaringan untuk konten dengan kata kunci tertentu, tapi, menurut Ruby, ada kemungkinan akun yang berafiliasi dengan kelompok teroris menyamarkannya agar tidak terdeteksi.
Penyaringan konten di media sosial umumnya menggunakan laporan dari pengguna lain sedangkan grup tertutup kemungkinan pelaporan sedikit atau justru tidak ada bila anggota loyal.Pimpinan PT Digital Forensik Indonesia ini menyarankan pengguna media sosial memakai fitur pelaporan, atau report, bila menemukan aktivitas yang berkaitan dengan terorisme di media sosial.Jika membuat resah, pengguna juga bisa melaporkan ke aduan konten Kemenkominfo, kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Selain itu pihak kepolisian juga telah membentuk satuan khusus bernama Cyber Army. Satuan tersebut memiliki tugas melakukan pengintaian, investigasi, penyamaran dan penyerangan di dunia maya. "Teknik cyber patrol ini sama dengan teknik di dunia nyata. Ada yang melakukan pengintaian, under-cover atau penyamaran, seolah-olah jadi bagian kelompok mereka, menggunakan berbagai akun media sosial dan ikut berkomunikasi," tutur Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan adanya kerja sama dengan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menanggulangi radikalisme di dunia maya. Menurut dia, Kemenkominfo membuka akses yang luas terhadap aparat penegak hukum jika ingin melakukan operasi siber memberantas terorisme. "Untuk melawan radikalisme, karpet merah diberikan kepada Kapolri, Kepala BNPT dan Kepala BIN. Itu tidak pakai prosedur berbelit. Terorisme tidak pernah beritahu bagaimana dan kapan teror akan dilakukan. Kami sangat straight forward untuk radikalisme dan terorisme," ungkapnya.
Platform media sosial yang disebut di atas selain memiliki jumlah pengguna yang banyak juga memiliki fitur yang dapat digunakan untuk membuat kelompok tertutup. “Kalau closed network seperti memakai private channel atau grup, data hanya bisa dilihat anggota saja,” kata dia.Media sosial seperti Twitter memiliki penyaringan untuk konten dengan kata kunci tertentu, tapi, menurut Ruby, ada kemungkinan akun yang berafiliasi dengan kelompok teroris menyamarkannya agar tidak terdeteksi.
Penyaringan konten di media sosial umumnya menggunakan laporan dari pengguna lain sedangkan grup tertutup kemungkinan pelaporan sedikit atau justru tidak ada bila anggota loyal.Pimpinan PT Digital Forensik Indonesia ini menyarankan pengguna media sosial memakai fitur pelaporan, atau report, bila menemukan aktivitas yang berkaitan dengan terorisme di media sosial.Jika membuat resah, pengguna juga bisa melaporkan ke aduan konten Kemenkominfo, kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Selain itu pihak kepolisian juga telah membentuk satuan khusus bernama Cyber Army. Satuan tersebut memiliki tugas melakukan pengintaian, investigasi, penyamaran dan penyerangan di dunia maya. "Teknik cyber patrol ini sama dengan teknik di dunia nyata. Ada yang melakukan pengintaian, under-cover atau penyamaran, seolah-olah jadi bagian kelompok mereka, menggunakan berbagai akun media sosial dan ikut berkomunikasi," tutur Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan adanya kerja sama dengan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menanggulangi radikalisme di dunia maya. Menurut dia, Kemenkominfo membuka akses yang luas terhadap aparat penegak hukum jika ingin melakukan operasi siber memberantas terorisme. "Untuk melawan radikalisme, karpet merah diberikan kepada Kapolri, Kepala BNPT dan Kepala BIN. Itu tidak pakai prosedur berbelit. Terorisme tidak pernah beritahu bagaimana dan kapan teror akan dilakukan. Kami sangat straight forward untuk radikalisme dan terorisme," ungkapnya.
Perangi smpe ke akar2nya...
Spoiler for :
0
2.4K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan