Latar belakang diterapkannya sistem UKT yaitu agar membantu dan meringankan biaya pendidikan mahasiswa. Namun hingga saat ini, tidak sedikit mahasiswa yang mengeluhkan biaya kuliah yang harus dibayarkan. Hal ini dikarenakan biaya UKT bersifat tetap, artinya dari semester 1 hingga kelulusan (meskipun diatas semester 8, biaya UKT tidak berubah), nominal yang dibayarkan tetap sama, kecuali mahasiswa mengajukan permohonan peninjauan kembali penuruan biaya UKT. Memang terdengar mudah, namun pengajuan permohonan penurunan UKT harus didasarkan pada alasan yang kuat, misalnya (pensiun, meninggal, dsb). Pada kenyataannya, kebutuhan ekonomi setiap keluarga memiliki fluktuasi yang sulit diprediksi, ditambah faktor lain seperti hutang dan sebagainya. Alasan ini tidak serta merta bisa dijadikan pertimbangan dalam permohonan pengajuan penurunan UKT.

Semakin hari, semakin banyak mahasiswa yang mengungkapkan keresahannya dan hampir terjadi untuk seluruh kampus yang menggunakan sistem UKT. Bahkan, terdapat beberapa calon mahasiswa yang mengurungkan niatnya untuk kuliah lantaran adanya sistem UKT. Uniknya setiap perguruan tinggi memiliki persoalan UKT yang tidak jauh berbeda. Berarti ada masalah di titik ini terutama terkait transparansi penentuan golongan pembayaran. Hingga saat ini, tidak ada penjelasan bagaimana perhitungan penentuan biaya UKT setiap mahasiswa. Calon mahasiswa baru hanya memberikan data terkait penghasilan orang tua, kondisi rumah dan jumlah harta lain (seperti mobil, perabotan rumah, sawah, dsb) dan ketika daftar ulang nominal UKTnya sudah tertera. Faktor penting lain yaitu tidak adanya pertimbangan faktor dinamika sosial keluarga dalam sistem UKT.

“Mencerdaskan kehidupan bangsa”, komitmen bangsa Indonesia untuk memperjuangkan pendidikan. Tentunya peran negara sangat vital dalam memajukan kualitas pendidikan. Namun, hingga saat ini apakah pemerintah pernah memperhatikan berhasil atau tidak sistem UKT? Apakah ada evaluasi bahwa sistem UKT terbukti berhasil membantu mensejahterakan mahasiswa? Tidak.

Empat tahun berlalu, angkatan pertama (2013) yang menggunakan sistem UKT sudah masuk ke semester 9. Mereka harus membayarkan nominal UKT yang telah ditetapkan. Bagaimana dengan beasiswa? Beasiswa hanya didapatkan oleh golongan tertentu dengan jumlah yang terbatas, sedangkan golongan lain harus membayarkan sesuai besaran subsidi silang wajibnya.

Menuju 72 tahun Indonesia, persoalan pendidikan masih menjadi hal yang “mahal”. Semoga kedepannya, masalah ini dapat ditinjau kembali. Semua sistem pasti ada baik dan buruk, kelebihan dan kekurangan, berhasil dan gagal. Jangan sampai dunia pendidikan kita selalu diselimuti masalah klasik yang tak kunjung usai. Merdeka bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, salah satu arti merdeka dizaman sekarang adalah setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama pada pendidikan setinggi-tingginya.