Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shahrah018Avatar border
TS
shahrah018
Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Agustus 8, 2017 12:42

Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/5). Dalam Sidang Kabinet Paripurna yang mengagendakan pembahasan persiapan menghadapi Idulfitri 1438 Hijriah tersebut, Presiden juga menekankan perlu segera diselesaikannya RUU Antiterorisme. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/17

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan buruh serta rakyat, ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

“Berbagai indikator ekonomi antara lain, pertama, pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen per triwulan II 2017, sementara daya beli masyarakat terjun bebas ditunjukan oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibawah 5 persen, akibat menerbitkan PP No 78/ 2015 yang membatasi kenaikan upah minimum,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (8/8).

Kedua, penyerapan tenaga kerja per semester I anjlok 141 ribu orang dibandingkan tahun 2016. Sementara investasi yang masuk lebih padat modal bukan padat karya. Kalau terus dibiarkan pengangguran akan meledak karena lapangan kerjanya makin sempit.

Ketiga, pembangunan infrastruktur yang dijanjikan selesai tahun 2019 faktanya hanya terealisasi 9 persen. Dampak dari pembangunan infrastruktur juga tidak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Buktinya industri besi dan baja justru tumbuh negatif di 2016 dan penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi anjlok.

“Keempat, paket kebijakan ekonomi yang jumlahnya mencapai 15 terbukti tidak mampu menahan laju penurunan industri manufaktur. Pertumbuhan industri manufaktur turun tajam di triwulan ke II 2017 dari 4,24 persen ke 3,54 persen. Dampaknya PHK besar besaran gelombang III sudah mulai terjadi sejak awal tahun 2017,” kata dia.

Kelima, utang pemerintah naik dari Rp1.000 triliun hanya dalam waktu 2,5 tahun. Total utang pemerintah per Juni 2017 sebesar Rp3.706 triliun. Sementara jerat utang membuat negara harus membayar bunga pertahunnya sebesar Rp219 triliun.

Iqbal mengatakan gambaran makro perekonomian diatas mengindikasikan bahwa pemerintah belum mampu memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, dari 15 jilid paket kebijakan hingga tax amnesty sebagai taktik memperbesar penerimaan pajak.

“Tax Amnesty yang diklaim sebagai tersukses di dunia nampaknya belum juga mencukupi target pendapatan negara,” ujar dia.

Belakangan ini, menteri keuangan berencana menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari 4,5 juta per bulan menjadi setara Upah Minimum Provinsi.

Persoalan ekonomi yang menimpa buruh juga berasal dari Jusuf Kalla. Posisinya sebagai Wakil Presiden dapat mengintervensi Gubernur Jawa Barat untuk memutuskan Upah Padat Karya yang nilainya lebih rendah dari UMK di Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bogor.

Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah sungguh berat ke kalangan pengusaha.

Persoalan lain yang berdampak pada kesejahteraan buruh adalah buruh yang sedang proses PHK dan 6 bulan pasca PHK tidak mendapatkan manfaat BPJS Kesehatan.

Hal tersebut sangat memberatkan buruh dan atau anggota keluarganya ketika jatuh sakit ditengah situasi PHK yang notabenenya kehilangan pendapatan.

“Bukan hanya hal-hal ekonomi, demokrasi pun tercederai belakangan ini melalui disahkannya UU Pemilu. UU Pemilu sarat dengan hasrat partai politik tertentu yang ingin memantapkan kekuasaannya. UU pemilu adalah cermin dari menguatnya oligarki politik di level negara,” kata dia.

Persoalan-persoalan diatas adalah segelintir contoh dari sekian yang dirasakan oleh buruh. Oleh karenanya, berdasarkan refleksi situasi dan kondisi ekonomi nasional dan perburuhan saat ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengadakaan aksi serentak di Jakarta dan beberapa kota besar, seperti: Batam, Medan, Bandung, Makassar, Serang, dan lain-lain.

“Di wilayah Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di Istana Negara dengan titik kumpul di Patung Kuda Indosat, silang Monas Barat Daya jam 10.00 wib sampai dengan jam 18.00 wib dengan jumlah massa kurang lebih 5.000 orang buruh,” pungkas dia.
http://www.aktual.com/pemerintahan-j...nomi-nasional/


Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,01% Pada Kuartal II/2017
07 Agustus 2017 - 12:00 WIB

Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
PDB Indonesia kuartyal 2 - 2017 tumbuh 5,01%

Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II/2017 tumbuh 5,01% (y-on-y) dibandingkan dengan kuartal II/2016. Besaran kue ekonomi Indonesia, atas dasar harga berlaku pada kuartal II/2017 mencapai Rp3.366,8 triliun.

Menurut Berita Resmi Statistik yang dilansir BPS siang ini (7/8), dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi yang tumbuh 10,88%.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) yang tumbuh sebesar 8,49%.

Sedangkan pertumbuhan secara kuartalan, ekonomi Indonesia meningkat sebesar 4% (q-to-q). Sumber pertumbuhannya, dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 8,44%. Sementara dari sisi pengeluaran dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang meningkat signifikan sebesar 29,37%.

Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia pada semester I/2017 (c-to-c) tumbuh 5,01%. Sumbernya dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha kecuali pengadaan listrik dan gas yang mengalami penurunan sebesar 0,50%. Sementara dari sisi pengeluaran terutama didorong oleh Komponen PK-LNPRT yang tumbuh sebesar 8,27%.

BPS juga menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II/2017 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 58,65%.

Selanjutnya, pulau Sumatra memberikan kontribusi PDB sebesar 21,69%, dan Kalimantan sebesar 8,15%. Sementara pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh Pulau Sulawesi.
http://finansial.bisnis.com/read/201...riwulan-ii2017

-----------------------------------

Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Ada yang menarik laporan BPS kali ini tentang 2 sumber penyumbang tertinggi pertimbuhan ekonomi nasional, yaitu sektor Informasi & Komunikasi dan Belanja (konsumsi) Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga.

Sadar nggak tuh Pemerintah, bahwa ekonomi negeri ini bisa tetap bertahan pada angka 5% setahun itu, gara-gara belanja pulsa orang Indonesia yang ruaarrr biasa?

Kalau saja mereka jarang bermain medsos atau rajin ngenet atau jarang menggunakan aplikasi untuk pesan Gojek atau barang via internet, tentulah belanja pulsa (yang merupakan sumber income utama perusahaan-perusahaan telekomonikasi spt PT Telkom itu), tak akan banyak berarti didalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Asal tahu aja, masyarakat di negeri ini ternyata menghabiskan hampir separuh gajinya hanya untuk beli pulsa. Bahkan nilai belanja pulsa itu, diperkirakan sekitar Rp 350 triliun setahunnya.. Dan berdasarkan data APJII, saat ini sebanyak 132.7 juta orang Indonesia menggunakan internet. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai pengguna media sosial terbanyak ketiga di dunia.

Yang kedua, ternyata penyumbang kedua tertinggi pertumbuhan ekonomi versi BPS itu, adalah Lembaga Non-Profit. Siapa itu? Apakah yang dimaksud LSM atau NGO's? Yaa nggak jugalah!

Asal tahu ajalah, semenjak Tuan-tuan Asing penyandang dana utama para LSM atau NGO's di negeri ini, bahwa pihak donatur itu mengalami kesulitan keuangan dalam 5 tahun terakhir ini semenjak negeri mereka mengalami resesi ekonomi di Eropa dan AS. atau bahkan peperangan di negeri-negeri Arab kaya di Timur Tengah sana. Mereka kini tidak lagi banyak menyantuni LSM atau NGO's di negara ini. Dan, BPS menyebut bahwa Lembaga non-profit itu melayani rumah tangga, bukan? Mana adalah NGO's itu kerjanya melayani kepentingan rumah tangga rakyat Indonesia. Kalo melayani Tuan Asingnya, OK-lah! Lalu siapa kira-kira Lembaga non-profit dimaksud?

Ada pun Lembaga non-profit yang banyak membelanjakan pengeluaran itu, ternyata adalah lembaga-lembaga sosial keagamaan, terutama yang milik Islam atau berafiliasi dengan ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah atau bahkan majlis Taklim. Lembaga non-profit keagamaan seperti panti Sosial, Wereda, Jompo, Panti anak yatim, Pondok Pesantren, Madrasah, Rumah Sakit, LAGZIS milik umat Islam, baik perorangan seperti majlis taklim atau ormas seperti punya NU dan Muhammadiyah itu .... merekalah ternyata yang paling banyak dan paling royal membelanjakan dana sosialnya untuk menyantuni rakyat, terutama yang fakir miskin dan anak terlantar di seantero tanah air.

Satu contoh saja, APBD Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur untuk 2017, ternyata bisa mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 5,21 triliun. Itu hanya untuk sebuah provinsi di pulau Jawa saja. Makanya ada yang menyebut, jumlah asset Muhammadiyah itu, nilainya lebih besar daripada kekayaannya James Ryadi.. Itu belum termasuk asset dan kekayaan milik ormas NU yang diduga lebih besar lagi. Dan itu belum termasuk uang omplong masjid di seluruh tanah air. Ada sekitar 1 juta Masjid di negeri ini. Bila tiap jum'at saja mereka bisa memasukkan sekitar rata-rata Rp 1 juta maka setahun ada sekitar Rp 50 juta, artinya bisa terkumpul dana segar sekitar Rp 50 triliun pertahunnya. Dan itu semua akan habis untuk konsumsi (expenditure) masjid-masjid itu untuk melayani rumah tangga ummat Islam..

Makanya kalo sadar bahwa pertumbuhan ekonomi di negeri ini, saat ini banyak diselamatkan oleh rakyat yang rajin ngenet atau main medsos dan sumbangan belanja yang besar dari ormas-ormas Islam (belum lagi bila dana BAZNAS dan Dana haji akan dipakai Negara untuk belanja infrastruktur) .... apakah Pemerintah masih bersikap seperti sekarang ini kepada mereka? Sedikit-sedikit dibilang anti-Pancasila, sedikit-sedikit dibilang anti-NKRI? Think!

Diubah oleh shahrah018 09-08-2017 02:39
0
1.4K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan