Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Perilaku ibu menyiksa balitanya demi uang

Ilustrasi anak balita.
Dua buah video pendek bermuatan penyiksaan balita beredar di Facebook sejak Jumat lalu (28/7/2017). Dalam video itu sang bayi dipukul, telinganya ditarik, dimasukkan ke dalam ember, disiram air sabun, dan bahkan diinjak meski tak henti menangis.

Pelakunya adalah seorang perempuan yang sosoknya tidak terlihat di dalam video. Perempuan itu tak henti mengatakan; "This is drama, honey?" dengan nada geram.

Dua sosok dan lokasi kejadian dalam video itu terkuak pada Selasa (1/8/2017). Bayi itu berumur 11 bulan berinisial J, sementara sang perempuan adalah ibunya berinisial MD.

Adapun lokasinya di Seminyak, Bali. Menurut Polda Bali, MD pun langsung diciduk pada Jumat, langsung ditahan, dan kini menjadi tersangka.

Kepolisian juga telah menyita barang bukti berupa pakaian bayi, pakaian tersangka, dan perlengkapan mandi. Dirreskrimum Polda Bali, Kombes Sang Made Mahendra Jaya, dalam jumpa pers mengatakan bahwa MD menganiaya bayinya demi mendapatkan uang.

"Pelaku menyiksa anak tersebut untuk menerima uang dari ayah biologis bayi J. Jadi (video) alat untuk memeras," ucap Mahendra dikutip Indosiar (Liputan 6.com).

Sang ayah J adalah seorang berkebangsaan Austria berinisial ODA. Ia menjalin hubungan dengan MD hingga melahirkan J.

Namun ODA diklaim tidak bertanggung jawab sehingga MD mengalami gangguan psikis dan kemudian merekam penyiksaan bayinya pada Maret silam. Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bali, MD sebenarnya juga korban karena ditelantarkan oleh ODA.

"Mereka klien kami sejak 2016," ujar Dr. Lely Setiawati, Ketua Harian P2TP2A.

Tetapi perkembangan terbaru, seperti ditulis Bali Express (h/t Jawa Pos), mengatakan bahwa MD tidak terbukti mengalami gangguan jiwa atau bipolar diosder.

"...karena semua pertanyaan dijawab dengan sangat baik," Mahendra memberi bukti. Meski begitu, Polda Bali akan melakukan tes kejiwaan untuk bukti lebih sahih.

MD akan dijerat dengan pasal 44 ayat 1 UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan pasal 76 huruf C, juncto pasal 80 ayat 1 dan 4 UU RI Nomor 35 tentang perubahan UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3,6 tahun.

Untuk keperluan penyidikan, ODA bakal hadir di Polda Bali pada September mendatang.

Di sisi lain, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menilai penyelesaian kasus ini harus dilakukan secara pidana dan perdata. Pidana adalah dengan menghukum MD dan perdata dengan mencabut hak kuasa asuh atas J.

Namun Ketua LPAI, Seto Mulyadi, mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai kemungkinan malingering atau modus berpura-pura sakit. KUHP pasal 44 dan 48 menyebut bahwa orang yang punya masalah kejiwaan tidak bisa dihukum.
Gangguan perilaku
Saat ini, J diasuh oleh Yayasan Metta Mama dan Maggha Foundation di Jalan Gunung Lawu, Denpasar, Bali. Dinas Sosial Provinsi Bali berkeras J tetap di sana meski P2TP2A ingin sang bayi diserahkan kembali kepada MD.

Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan Usia Lanjut Dinas Sosial Provinsi Bali, Ida Ayu Ketut Anggraeni, J sejak usia 7 bulan berada di pihaknya karena jiwa MD sedang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar.

Dari sana Dinas Sosial merujuk J ke Metta Mama dan Maggha Foundation yang kebetulan menjadi mitra dinasnya. Dinas Sosial enggan menyerahkan J kepada MD selama belum menerima kajian kesehatan dari pihak berkait.

Jadi, lanjut Anggraeni, Dinas Sosial tidak akan menahan J dan akan menyerahkannya kepada MD selama memenuhi syarat. "Kami ingin Baby J terselamatkan," katanya.

Kasus penganiayaan yang melibatkan ibu dan anak kandung ini bukan yang pertama. Pada Juli lalu di Palembang, Sumatera Selatan, misalnya, seorang ibu yang tengah hamil tega menganiaya anak kandungnya hanya karena kesal mendengar tangisan korban.

Sementara di Maros, Sulawesi Selatan, Maret 2017, seorang anak berumur tiga tahun meninggal setelah dibanting ayah kandungnya. Pelaku disebut mengalami gangguan jiwa.

Dalam tiga kasus di atas, pelakunya berumur antara 27 dan 37 tahun. Meski urusan gangguan jiwa baru terjadi pada MD (pernah dirawat) dan kasus di Maros, jumlah kasus dengan kelompok pelaku usia itu termasuk rendah.

Data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan bahwa gangguan perilaku atau emosional justru semakin tinggi saat seseorang berusia semakin tua.

Pada rentang usia 25-29 hanya muncul kasus gangguan perilaku/emosi 0,09-0,11 persen untuk menggambarkan skala "selalu, sering, sedikit". Sementara pada rentang usia 30 mencapai 0,1-0,32 persen.

Adapun pada kelompok usia 35-39 mencapai 0,1-0,4 persen. Itu semua terpaut jauh dibandingkan kelompok umur 65-69 tahun, misalnya --0,24-4,76 persen.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...anya-demi-uang

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Anak Indonesia bebas Campak dan Rubella pada 2020

- Butuh 1 juta ton produksi kopi untuk geser Vietnam

- Jadi otak pembunuhan, Dimas Kanjeng divonis 18 tahun

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
16.8K
107
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan