Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana uji materi UU Pemilu Tahun 2017. Uji materi tersebut diajukan oleh Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman.

Politikus Partai Gerindra itu menggugat Pasal 222 UU Pemilu yang baru disahkan DPR soal penentuan ambang batas calon presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen suara DPR atau 25 persen suara sah nasional.

"Pasal 222 telah disepakati dalam rapat paripurna 20 Juli 2017, kemudian telah pula dikirim ke Sekretariat Negara dan telah tersebar luas (jadi polemik) di hampir semua media massa," ujar Habiburokhman saat ditemui di Gedung MK, Kamis (3/8).



Habiburokhman beranggapan ketentuan itu menabrak logika sistem presidensial, dalam 4 UUD 1945. ACTA menganggap, Pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan partai politik atau gabungan parpol bisa mengusung capres-cawapres bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 6a, Pasal 28 d ayat (1), (3) UUD 1945.

Saat permohonannya diajukan ke MK pada Senin (24/7) lalu, UU Pemilu-- hingga kini-- belum disahkan Presiden Joko Widodo. Bahkan, UU Pemilu juga belum memiliki nomor lantaran belum masuk dalam Lembaran dan Berita Negara.

Habiburokhman mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Hakim, kata dia, lebih mengerti perkara tersebut tanpa harus mempermasalahkan pengesahannya, seperti yang pernah dilontarkan Juru Bicara MK, Fajar Laksono sebelumnya.

"Argumen kami adalah konstitusional, Jubir MK mesti berhati-hati dalam mengeluarkan perkara. Itu masuk wilayah perkara. Redaksi pasal 222 tidak ada masalah dan ini pemeriksaan persiapan, ada dua kali," kata dia.

Sumber: https://kumparan.com/muhamad-iqbal/m...teri-uu-pemilu