- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
7 Dokter Pribumi Yang Rela Hidup Pas-pasan Demi Menolong Pasien


TS
gembalacabe13
7 Dokter Pribumi Yang Rela Hidup Pas-pasan Demi Menolong Pasien
WELCOME TO YUKKEEPCROT OFFICIAL THREAD




Spoiler for OPENING:
Quote:
Ask: Kok bisa ada kata Pribumi maksudnya apa ya Gan? 
Jawab: Biar beda ama tret sebelah, disebelah isinya dokter aseng semua
Sekaligus menegaskan,kita semua setara dan punya peran yang sama, tidak ada diskriminasi yang banyak orang sebut sebagai pribumi dan non pribumi
Semoga tidak ada yang gagal paham lagi

Jawab: Biar beda ama tret sebelah, disebelah isinya dokter aseng semua

Sekaligus menegaskan,kita semua setara dan punya peran yang sama, tidak ada diskriminasi yang banyak orang sebut sebagai pribumi dan non pribumi


Semoga tidak ada yang gagal paham lagi

1.Dokter Gamal Albinsaid

Quote:
Pada Juni 2005, kisah pemulung Supriono menggendong anaknya yang berusia tiga tahun, Nur Khaerunisa, disorot media massa Jakarta.Musababnya, Khairunisa dalam keadaan tak bernyawa akibat sakit muntaber yang menderanya di gerobak berukuran 2 meter.
Sedangkan, Supriono tidak bisa menanggung biaya pemakaman anak bungsunya itu. Jangankan memakamkan anaknya, membeli kain kafan pun dia tak mampu.
Pria berusia 37 tahun ini akhirnya bisa memakamkan Khaerunisa dengan layak berkat uluran tangan kenalan dan tetangga-tetangganya
Sedangkan, Supriono tidak bisa menanggung biaya pemakaman anak bungsunya itu. Jangankan memakamkan anaknya, membeli kain kafan pun dia tak mampu.
Pria berusia 37 tahun ini akhirnya bisa memakamkan Khaerunisa dengan layak berkat uluran tangan kenalan dan tetangga-tetangganya
Quote:
Kisah pilu tersebut ternyata membekas di hati Gamal Albinsaid. Lima tahun setelah cerita duka Supriono dan Khaerunisa terkuak, Gamal bersama empat teman dan seorang dosen pembimbing Universitas Brawijaya Malang mendirikan Indonesia Medika. Tujuannya : membebaskan kaum miskin dari belenggu biaya kesehatan yang mahal.
Salah satu produk Indonesia Medika adalah Klinik Asuransi Sampah.Klinik Asuransi Sampah merupakan hasil penelitian Gamal dan teman-temannya. Mereka mengetahui sampah adalah produksi rumah tangga setiap orang. Menurut Gamal dkk, sampah adalah benda yang paling tepat sebagai modal utama bagi seluruh masyarakat dengan kemampuan ekonomi terbatas.
“Setiap hari orang memproduksi sampah, dan setiap rumah itu punyasampah, kan? Maka kami kembangkan sampah untuk asuransi ini,” kata pria berusia 26 tahun tersebut.
Tapi upaya Gamal dkk membangun Klinik Asuransi Sampah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena jumlah nasabah kurang dari 1.000 orang, dia harus mencari sumber dana dari berbagai instansi untuk mensponsori kegiatannya.
Quote:
Selain urusan nasabah,kliniknya sempat tutup karena staf yang kebanyakan mahasiswa belum bisa memberikan waktunya 100 persen.Walau banyak hambatan, Gamal tak menyerah. Ia bisa tersenyum ketika mendengar para nasabah jatuh hati pada program yang disosialisasinya. Ia pun terharu ketika mengetahui para pasiennya tidak perlu lagi meminjam uang paratetangga hanya untuk berobat dan mendapat pelayanan kesehatan. Ia berharap, lebih banyak masyarakat Indonesia bisa merasakan layanan kesehatan yang baik meski tak mampu.“Yang saya jual ini sebenarnya bisnis, tapi bisnis sosial. Kita cari keuntungan, tapi kita beri banyak kegiatan sosial, sehingga rasa uangnya jadi lebih manis,” kata dia kepada Tempo
Akibat pengabdiannya tersebut, Gamal diganjar penghargaan oleh Pangeran Charles sebagai finalis Sustainable Living Young Entrepreneurs Awards di Istana Buckhingham, Inggris.
2.Dokter Ang Liana Sari

Quote:
Gamal bukan satu-satunya dokter yang mengabdikan dirinya untuk kaum papa.Pengabdian serupa dilakukan dr Ang Liana Sari.
Selama tujuh tahun dia bertugas di pedalaman Kalimantan TImur tepatnya Kecamatan Laham, Kabupaten Mahakam Ulu, sebagai tenaga kerja kesehatan.
Untuk menuju tempat tugasnya, Ang harus melewati 17 jam perjalanan darat dari Kota Balikpapan dan tiga jam perjalanan dengan menggunakan perahu cepat.
Ketika pertama kali sampai di daerah pedalaman tersebut, Ang tidak mendapat sambutan dari warga setempat. Dia pun harus tidur di tempat penyimpanan padi.
Selama tujuh tahun dia bertugas di pedalaman Kalimantan TImur tepatnya Kecamatan Laham, Kabupaten Mahakam Ulu, sebagai tenaga kerja kesehatan.
Untuk menuju tempat tugasnya, Ang harus melewati 17 jam perjalanan darat dari Kota Balikpapan dan tiga jam perjalanan dengan menggunakan perahu cepat.
Ketika pertama kali sampai di daerah pedalaman tersebut, Ang tidak mendapat sambutan dari warga setempat. Dia pun harus tidur di tempat penyimpanan padi.
Quote:
Saat pertama kali tiba di tempat tugasnya, dia sangat terkejut dengan kondisi kampung tersebut. Di sana tidak ada aliran listrik dan sumber air bersih.
Terpaksa dia menggosok gigi di kubangan air.Tempat tinggal Ang pun berjarak 1 kilometer dari tempatnya bertugas, Puskesmas Long Hubung. Dia pun harus keliling kampung untuk menunaikan tugasnya.
Terdapat lima kampung di Laham yang jaraknya bisa memakan waktu delapan jam menggunakan perahu kecil.
“Perjalanan ini memang menantang maut. Seandainya ketinting itu menabrak batu-batu sungai yang besarnya seukuran rumah, habislah kita,” tutur perempuan yang numpang lahir di Balikpapan itu kepada Berita Metro
Terpaksa dia menggosok gigi di kubangan air.Tempat tinggal Ang pun berjarak 1 kilometer dari tempatnya bertugas, Puskesmas Long Hubung. Dia pun harus keliling kampung untuk menunaikan tugasnya.
Terdapat lima kampung di Laham yang jaraknya bisa memakan waktu delapan jam menggunakan perahu kecil.
“Perjalanan ini memang menantang maut. Seandainya ketinting itu menabrak batu-batu sungai yang besarnya seukuran rumah, habislah kita,” tutur perempuan yang numpang lahir di Balikpapan itu kepada Berita Metro
Quote:
Selain jarak tempuh ke tempat kerja, tantangan lain yang dia hadapi adalah dokter adat. Alumnus Universtas Wijaya Kusuma Surabaya ini harus menjelaskan perkembangan kedokteran modern kepada dokter-dokter adat.Namun, Ang berupaya tetap menyatu dengan para dokter adat.Dia justru belajar dari mereka.
Di antaranya soal obat-obatan dari bahan alam. Ang pun tak sungkan meminta tolong kepada para dokter adat. Contohnya ketika ada pasiennya yang digigit ular.
Karena tidak punya obat penawar racun bisa ular, dia memanggil dokter adat untuk melakukan pengobatan tradisional dengan menggunakan batu hitam.
Dengan sikapnya yang merangkul dokter adat, Ang perlahan-lahan diterima mereka dan masyarakat setempat.Wanita berusia 37 tahun ini juga memiliki satu program yang membuatnya semakin dikenal masyarakat sekitar yaitu posyandu keliling.
Dengan program tersebut, dia berjalan menuju desa-desa yang tidak memiliki tenaga medis. Dalam satu hari dia mampu mengunjungi empat desa sekaligus.
Ang kini telah menikah dan menetapdi Laham.Dia hidup bahagia dengansuami dan dua anak laki-lakinya.
Di antaranya soal obat-obatan dari bahan alam. Ang pun tak sungkan meminta tolong kepada para dokter adat. Contohnya ketika ada pasiennya yang digigit ular.
Karena tidak punya obat penawar racun bisa ular, dia memanggil dokter adat untuk melakukan pengobatan tradisional dengan menggunakan batu hitam.
Dengan sikapnya yang merangkul dokter adat, Ang perlahan-lahan diterima mereka dan masyarakat setempat.Wanita berusia 37 tahun ini juga memiliki satu program yang membuatnya semakin dikenal masyarakat sekitar yaitu posyandu keliling.
Dengan program tersebut, dia berjalan menuju desa-desa yang tidak memiliki tenaga medis. Dalam satu hari dia mampu mengunjungi empat desa sekaligus.
Ang kini telah menikah dan menetapdi Laham.Dia hidup bahagia dengansuami dan dua anak laki-lakinya.
3.Dokter Michael Leksodimulyo

Quote:
Pengabdian kepada masyarakat kecil juga dilakukan Dr Michael Leksodimulyo. Dia menanggalkan posisinya yang sudah mapan sebagai wakil direktur Rumah Sakit Adi Husada Surabaya untuk mendirikan klinik keliling Yayasan Pondok Kasih.
Sejak 2009, dia memberikan layanan dan penyuluhan kesehatan gratis kepada warga yang tinggal di kawasan kumuh di Kota Surabaya. Tanpa malu-malu, dia senang disebut sebagai dokter spesialis gelandangan.Keputusan Michael untuk mendirikan klinik keliling berawal dari ajakan Ketua Yayasan Pondok Kasih, Hana Amalia Vandayani, untuk mengunjungi masyarakat miskin di Surabaya.
“Saya sudah pernah melihat pasien di hutan terpencil, tapi belum pernah melihat pasien di kolong jembatan,” kata dia.
Pengalaman mengunjungi masyarakat miskin bersama Hana membuat mata Michael terbuka. Dia menangis sehingga istrinya bingung. Dokter berusia 48 tahun ini mengenang janjinya sebagai dokter untuk melayani masyarakat.
Akhirnya Michael memutuskan untuk mendirikan klinik keliling Yayasan Pondok Kasih.Sampai saat ini, Yayasan Pondok Kasih sudah menangani 167 komunitas miskin dengan rata-rata memuat 200 – 300 keluarga.
Yayasan ini juga sudah mendirikan 10 klinik dan sub klinik permanen di sejumlah titik di Kota Surabaya.
Sejak 2009, dia memberikan layanan dan penyuluhan kesehatan gratis kepada warga yang tinggal di kawasan kumuh di Kota Surabaya. Tanpa malu-malu, dia senang disebut sebagai dokter spesialis gelandangan.Keputusan Michael untuk mendirikan klinik keliling berawal dari ajakan Ketua Yayasan Pondok Kasih, Hana Amalia Vandayani, untuk mengunjungi masyarakat miskin di Surabaya.
“Saya sudah pernah melihat pasien di hutan terpencil, tapi belum pernah melihat pasien di kolong jembatan,” kata dia.
Pengalaman mengunjungi masyarakat miskin bersama Hana membuat mata Michael terbuka. Dia menangis sehingga istrinya bingung. Dokter berusia 48 tahun ini mengenang janjinya sebagai dokter untuk melayani masyarakat.
Akhirnya Michael memutuskan untuk mendirikan klinik keliling Yayasan Pondok Kasih.Sampai saat ini, Yayasan Pondok Kasih sudah menangani 167 komunitas miskin dengan rata-rata memuat 200 – 300 keluarga.
Yayasan ini juga sudah mendirikan 10 klinik dan sub klinik permanen di sejumlah titik di Kota Surabaya.
5.Dokter Aznan Leo

Quote:
Di sebuah garasi di sebuah rumah tua di Medan, Sumatera Utara, dr Aznan Lelo, SpFK, PhD, dokter spesialis farmakologi menerima pasiennya.
Meski tanpa papan nama di depan rumah, ruang praktiknya tidak pernah sepi dikunjungi pasien.Uniknya, para pasien tersebut tidak dimintakan patokan pembayaran tertentu.
Memang tersedia amplop di dekat pintu keluar yang berfungsi menampung bayaran dari pasien. Akan tetapi, uang yang dimasukkan ke dalam amplop adalah sepenuhnya hak pasien untuk menentukan.Aznan Lelo telah membuka praktik dokter dengan bayaran sukarela ini sejak 1978.
Mengenyam pendidikan dokter di Univesitas Sumatera Utara,sejak kecil ia memang bercita-cita memiliki pekerjaan yang berguna bagi orang lain.
Percakapan dengan sang abang lah yang membuka pikirannya. “Abang saya bilang, saya jago matematika, bagusnya jadi dokter,” ujarnya.
Bermodal keinginan kuat memberikan layanan kesehatan bagi sesama, anak dari orangtua yang berprofesi sebagai tukang jahit ini berhasil mengenyam pendidikan sampai meraih gelar Dokter Farmakologi di Australia
Meski tanpa papan nama di depan rumah, ruang praktiknya tidak pernah sepi dikunjungi pasien.Uniknya, para pasien tersebut tidak dimintakan patokan pembayaran tertentu.
Memang tersedia amplop di dekat pintu keluar yang berfungsi menampung bayaran dari pasien. Akan tetapi, uang yang dimasukkan ke dalam amplop adalah sepenuhnya hak pasien untuk menentukan.Aznan Lelo telah membuka praktik dokter dengan bayaran sukarela ini sejak 1978.
Mengenyam pendidikan dokter di Univesitas Sumatera Utara,sejak kecil ia memang bercita-cita memiliki pekerjaan yang berguna bagi orang lain.
Percakapan dengan sang abang lah yang membuka pikirannya. “Abang saya bilang, saya jago matematika, bagusnya jadi dokter,” ujarnya.
Bermodal keinginan kuat memberikan layanan kesehatan bagi sesama, anak dari orangtua yang berprofesi sebagai tukang jahit ini berhasil mengenyam pendidikan sampai meraih gelar Dokter Farmakologi di Australia
Quote:
Sekembalinya dari pendidikan di Australia pada tahun 1987, ia mengabdikan dirinya di dunia pendidikan, tidak membuka praktik.
Namun beberapa pasien lamanya kembali berdatangan. Mereka berharap dokter yang kerap dipanggil Buya ini membuka praktik dan kembali melayani masyarakat. Hati Aznan pun kembali terpanggil. Ia kembali membuka praktik dengan bayaran sukarela.Soal bayaran dalam amplop, tak jarang Aznan hanya menerima upah Rp 5.000 dari jasanya.
Bahkan ia kerap juga menerima amplop kosong. Meski demikian, ia selalu menerima dengan ikhlas. “Kalau aku gunakan profesi dokterku ini untuk jadi kaya, aku pasti sudah kaya. Tapi aku enggak mau, bagiku orang miskin lebih menghargai profesi dokter, dibandingkan orang kaya. Itu yang buat aku senang jalani profesi seperti ini,” ujarnya.
Dalam membuka praktik pengobatan, pria yang biasa disapa dengan Buya Aznan ini lebih fokus mencari keberkahan dalam hidup. Kepuasan batin ia peroleh dengan membantu sesama manusia.
Keyakinan ini berasal dari pesan seorang ulama yang pernah ia dengar. Bahwa profesi dokter, pengacara, maupun guru sebaiknya tidak memasang tarif karena sifat profesi yang memiliki nilai sosial.Setiap hari Aznan menerima lebih dari 30 pasien.
Terkadang jumlah pasien membludak hingga ratusan yang menyebabkannya bekerja sampai dini hari. Hebatnya, ia menjalani semua itu dengan ikhlas. Dokter bagi Aznan adalah profesi yang tidak boleh menetapkan tarif jasa pembayaran. Ia menganggap profesi ini sebagai jalan pelayanan yang telah ditunjukkan oleh Tuhan.
Namun beberapa pasien lamanya kembali berdatangan. Mereka berharap dokter yang kerap dipanggil Buya ini membuka praktik dan kembali melayani masyarakat. Hati Aznan pun kembali terpanggil. Ia kembali membuka praktik dengan bayaran sukarela.Soal bayaran dalam amplop, tak jarang Aznan hanya menerima upah Rp 5.000 dari jasanya.
Bahkan ia kerap juga menerima amplop kosong. Meski demikian, ia selalu menerima dengan ikhlas. “Kalau aku gunakan profesi dokterku ini untuk jadi kaya, aku pasti sudah kaya. Tapi aku enggak mau, bagiku orang miskin lebih menghargai profesi dokter, dibandingkan orang kaya. Itu yang buat aku senang jalani profesi seperti ini,” ujarnya.
Dalam membuka praktik pengobatan, pria yang biasa disapa dengan Buya Aznan ini lebih fokus mencari keberkahan dalam hidup. Kepuasan batin ia peroleh dengan membantu sesama manusia.
Keyakinan ini berasal dari pesan seorang ulama yang pernah ia dengar. Bahwa profesi dokter, pengacara, maupun guru sebaiknya tidak memasang tarif karena sifat profesi yang memiliki nilai sosial.Setiap hari Aznan menerima lebih dari 30 pasien.
Terkadang jumlah pasien membludak hingga ratusan yang menyebabkannya bekerja sampai dini hari. Hebatnya, ia menjalani semua itu dengan ikhlas. Dokter bagi Aznan adalah profesi yang tidak boleh menetapkan tarif jasa pembayaran. Ia menganggap profesi ini sebagai jalan pelayanan yang telah ditunjukkan oleh Tuhan.
6.Dokter Agus Harianto

Quote:
Setelah bertahun-tahun mengabdi di RSUD Tulehu, Ambon, dr Agus Harianto SpB akhirnya memilih kerja prodeo.
Dokter bedah itu mencurahkan tenaganya untuk membantu pasien di pulau-pulau kecil di Maluku.
Berikut catatan wartawanJawa Pos Firanda Putri yang sempat mengikuti pelayaran dr Agus keliling dari pulau ke pulau.
Dokter bedah itu mencurahkan tenaganya untuk membantu pasien di pulau-pulau kecil di Maluku.
Berikut catatan wartawanJawa Pos Firanda Putri yang sempat mengikuti pelayaran dr Agus keliling dari pulau ke pulau.
Quote:
Dalam perjalanan dari Bandara Pattimura, Ambon, menuju ke RS Tulehu, pekan kedua Oktober lalu, Agus tidak berhenti mengkhawatirkan kondisi kapal yang biasa membawanya keliling pulau.
Dia berharap semua baik-baik saja karena kapal itu akan dipakainya untuk berlayar ke kawasan Maluku Barat Daya.
Saya membayangkan kapal yang dimaksud cukup besar, memiliki beberapa bilik serta ruang kemudi yang canggih. Namun, setelah melihat fisiknya, bayangan saya berbanding terbalik.
Yang dimaksud Agus sebagai kapal sebenarnya lebih layak disebut perahu kecil yang terbuat dari kayu.Perahu itu terdiri atas ruang bawah yang digunakan untuk mesin dan dapur serta ruang atas untuk istirahat.
Saya tidak menyangka, perahu seperti itulah yang digunakan Agus untuk bertugas.Perahu tersebut memiliki panjang 12 meter. Di bagian tengah, ruangan untuk istirahat, luasnya 5 x 3 meter dengan tinggi semeter. Boro-boro tempat tidur, untuk meletakkan pantat saja, rasanya tidak nyaman. Hanya ada bilik kecil dari kayu di bagian belakang untuk buang air saat di tengah laut.
Sementara itu, untuk melindungi dari cipratan air ombak, perahu tersebut dibatasi dinding papan di sisi kanan dan kirinya. Begitu pula untuk melindungi dari air hujan dan sengatan matahari, atapnya ditutupi seng.
’’Sebelumnya kapal ini (Agus lebih senang menyebutnya kapal, bukan perahu, Red) tidak ada dindingnya. Jadi, kalau ombak tinggi, kami basah-basahan,’’ katanya.
Sejak awal menjadi dokter, Agus memang tertarik mengabdi di daerah terpencil. Lulus dari Fakultas Kedokteran Unair, Agus dan dua temannya mendapat tugas menjadi dokter PTT (pegawai tidak tetap) di Maluku. Awalnya, dia mengabdi di daerah Werinama, Seram Bagian Timur (SBT).
’’Saya beruntung karena daerah saya masih mudah dijangkau.
Sedangkan lokasi dua teman saya lebih jauh,lebih pelosok,’’ tutur Agus.
Setelah menyelesaikan program PTT, Agus bekerja di sebuah klinik kesehatan di Ambon yang dikelola seorang suster. Ada pengalaman batin yang mengetuk nurani Agus kala itu. Dia melihat ketulusan perempuan tersebut dalam melayani masyarakat. Sebaliknya, sebelum bertemu suster itu, dia merasa selalu mengeluh saat memberikan pelayanan.
’’Saat bertemu suster itu, saya jadi malu karena sering mengeluh,’’ ucapnya.
Dari situlah pengabdian sesungguhnya baru dia mulai. Agus kemudian memutuskan untuk membentuk Sailing Medical Service (SMS) di RSUD Telehu.
’’Saya pernah beberapa bulan mencoba praktik di rumah sakit. Tapi, hati saya selalu berontak untuk berlayar ke pelosok,’’ ungkapnya.
Demi pengabdiannya itu, Agus rela berpisah dari keluarga. Dia tinggal di Ambon (sampai saat ini), sedangkan istri dan tiga anaknya tetap Malang, Jawa Timur, kota kelahirannya. Untung, istri dan anak-anaknyamendukung tugas Agus.
’’Sesekali saja anak terkecil saya protes kenapa saya sering pergi-pergi,’’ ujarnya, lantas tersenyum.
Agus tidak sendiri saat bertugas melayani pasien. Dia selalu bersama Tim SMS yang berada di bawah naungan RSUD Tulehu. Setiap berlayar, tim yang dibawa Agus tidak tentu. Kadang lima orang. Paling banyak sembilan orang.
Mereka terdiri atas dokter dan perawat.’’Kadang ada spesialis mata, kami ajak. Kamisering melakukan operasi katarak di pulau-pulau kecil itu,’’ jelas dokter 48 tahun tersebut.
Selain operasi katarak, Tim SMS kerap menangani kasus hernia. ’’Tindakan operasi yang kami lakukan biasanya yang tidak berisiko pendarahan banyak,’’ tuturnya.Setiap akan melakukan pembedahan, Tim SMS selalu berkoordinasi dengan petugas medis di puskesmas setempat. Setelah semua disiapkan, tindakan medis pun dilakukan di salah satu ruangan di puskesmas yang disulap menjadi ruang bedah
Dia berharap semua baik-baik saja karena kapal itu akan dipakainya untuk berlayar ke kawasan Maluku Barat Daya.
Saya membayangkan kapal yang dimaksud cukup besar, memiliki beberapa bilik serta ruang kemudi yang canggih. Namun, setelah melihat fisiknya, bayangan saya berbanding terbalik.
Yang dimaksud Agus sebagai kapal sebenarnya lebih layak disebut perahu kecil yang terbuat dari kayu.Perahu itu terdiri atas ruang bawah yang digunakan untuk mesin dan dapur serta ruang atas untuk istirahat.
Saya tidak menyangka, perahu seperti itulah yang digunakan Agus untuk bertugas.Perahu tersebut memiliki panjang 12 meter. Di bagian tengah, ruangan untuk istirahat, luasnya 5 x 3 meter dengan tinggi semeter. Boro-boro tempat tidur, untuk meletakkan pantat saja, rasanya tidak nyaman. Hanya ada bilik kecil dari kayu di bagian belakang untuk buang air saat di tengah laut.
Sementara itu, untuk melindungi dari cipratan air ombak, perahu tersebut dibatasi dinding papan di sisi kanan dan kirinya. Begitu pula untuk melindungi dari air hujan dan sengatan matahari, atapnya ditutupi seng.
’’Sebelumnya kapal ini (Agus lebih senang menyebutnya kapal, bukan perahu, Red) tidak ada dindingnya. Jadi, kalau ombak tinggi, kami basah-basahan,’’ katanya.
Sejak awal menjadi dokter, Agus memang tertarik mengabdi di daerah terpencil. Lulus dari Fakultas Kedokteran Unair, Agus dan dua temannya mendapat tugas menjadi dokter PTT (pegawai tidak tetap) di Maluku. Awalnya, dia mengabdi di daerah Werinama, Seram Bagian Timur (SBT).
’’Saya beruntung karena daerah saya masih mudah dijangkau.
Sedangkan lokasi dua teman saya lebih jauh,lebih pelosok,’’ tutur Agus.
Setelah menyelesaikan program PTT, Agus bekerja di sebuah klinik kesehatan di Ambon yang dikelola seorang suster. Ada pengalaman batin yang mengetuk nurani Agus kala itu. Dia melihat ketulusan perempuan tersebut dalam melayani masyarakat. Sebaliknya, sebelum bertemu suster itu, dia merasa selalu mengeluh saat memberikan pelayanan.
’’Saat bertemu suster itu, saya jadi malu karena sering mengeluh,’’ ucapnya.
Dari situlah pengabdian sesungguhnya baru dia mulai. Agus kemudian memutuskan untuk membentuk Sailing Medical Service (SMS) di RSUD Telehu.
’’Saya pernah beberapa bulan mencoba praktik di rumah sakit. Tapi, hati saya selalu berontak untuk berlayar ke pelosok,’’ ungkapnya.
Demi pengabdiannya itu, Agus rela berpisah dari keluarga. Dia tinggal di Ambon (sampai saat ini), sedangkan istri dan tiga anaknya tetap Malang, Jawa Timur, kota kelahirannya. Untung, istri dan anak-anaknyamendukung tugas Agus.
’’Sesekali saja anak terkecil saya protes kenapa saya sering pergi-pergi,’’ ujarnya, lantas tersenyum.
Agus tidak sendiri saat bertugas melayani pasien. Dia selalu bersama Tim SMS yang berada di bawah naungan RSUD Tulehu. Setiap berlayar, tim yang dibawa Agus tidak tentu. Kadang lima orang. Paling banyak sembilan orang.
Mereka terdiri atas dokter dan perawat.’’Kadang ada spesialis mata, kami ajak. Kamisering melakukan operasi katarak di pulau-pulau kecil itu,’’ jelas dokter 48 tahun tersebut.
Selain operasi katarak, Tim SMS kerap menangani kasus hernia. ’’Tindakan operasi yang kami lakukan biasanya yang tidak berisiko pendarahan banyak,’’ tuturnya.Setiap akan melakukan pembedahan, Tim SMS selalu berkoordinasi dengan petugas medis di puskesmas setempat. Setelah semua disiapkan, tindakan medis pun dilakukan di salah satu ruangan di puskesmas yang disulap menjadi ruang bedah
Quote:
Tentu saja Tim SMS memperhatikan standar yang harus dipenuhi sebuah ruang operasi. Paling tidak, higienitasnya terjamin.Agus memiliki cerita unik selama 8 tahun bertugas melayani pasien di pulau-pulau kecil itu. Dalam sebuah pelayarannya, dia bertemu seorang pria paro baya yang menderita hernia sejak kecil. Pria tersebut sudah menikah, namun tidak harmonis lantaran penyakit di bagian alat produksi kelaki-lakiannya itu.
Penisnya tidak bisa ereksi. Sang istri pun meminta cerai.
’’Kami berhasil mengoperasi hernianya. Pasca operasi saya tanya apakah bapak jadi cerai, dia menjawab tunggu dicoba dulu,’’ tutur bapak tiga anak itu, lalu tertawa.
Hebatnya, dalam pelayanan, Tim SMS tidak memungut biaya sepeser pun kepada pasienalias gratis. Namun, tidak jarang mereka diberi ’’oleh-oleh’’ hasil kebun atau hewan ternak oleh keluarga pasien. Hanya, Agus dkk tidak serta-merta menerima pemberian itu.
’’Pernah ada yang memberi ayam betina. Tapi, kami tolak dengan halus. Sebab, hidup mereka masih di bawah garis kemiskinan,’’ cerita Agus.
Tidak hanya di laut, Agus beserta tim juga beberapa kali menaklukkan kawasan pegunungan.
Gunung tertinggi di Maluku, Gunung Binaia, adalah salah satu yang mereka taklukkan. Itu terjadi pada 17 Agustus lalu.Salah satu misi SMS kala itu adalah melakukan upacara bendera bersama wargaasli Binaia. Sayang, perjalanannya memakan waktu lebih lama. Medannya cukup berat, padahal mereka harus membawa peralatan medis dan obat-obatan untuk baksos.Di tengah perjalanan, rombongan berhenti di salah satu makam yang diyakini sebagai makam pahlawan.
’’Kami membersihkan makam itu. Setelah itu, kami menggelar upacara kecil di situ bersama penduduk yang menjadi porter kami,’’ tutur Agus.
Suasana itu, menurut dia, mengharukan sekaligus membangkitkan semangat untuk terus berjuang memberikan pelayanan kepada penduduk di tempat-tempat terpencil di Indonesia.Agus punya mimpi bisa memiliki kapal yang memadai untuk tugas pelayanan ke pulau-pulau terpencil.
Kapal yang memiliki ruang operasi sendiri sehingga tidak perlu memindah-mindahkan peralatan medis. ’’Saya ingin dengan kapal itu bisa keliling Indonesia memberi pelayanan. Negeri ini negara kepulauan sehingga harus memiliki armada yang bisa menjangkau sampai ke pelosok-pelosok. Dan, untuk itu, perlu kapal yang memadai,’’tandasnya
Penisnya tidak bisa ereksi. Sang istri pun meminta cerai.
’’Kami berhasil mengoperasi hernianya. Pasca operasi saya tanya apakah bapak jadi cerai, dia menjawab tunggu dicoba dulu,’’ tutur bapak tiga anak itu, lalu tertawa.
Hebatnya, dalam pelayanan, Tim SMS tidak memungut biaya sepeser pun kepada pasienalias gratis. Namun, tidak jarang mereka diberi ’’oleh-oleh’’ hasil kebun atau hewan ternak oleh keluarga pasien. Hanya, Agus dkk tidak serta-merta menerima pemberian itu.
’’Pernah ada yang memberi ayam betina. Tapi, kami tolak dengan halus. Sebab, hidup mereka masih di bawah garis kemiskinan,’’ cerita Agus.
Tidak hanya di laut, Agus beserta tim juga beberapa kali menaklukkan kawasan pegunungan.
Gunung tertinggi di Maluku, Gunung Binaia, adalah salah satu yang mereka taklukkan. Itu terjadi pada 17 Agustus lalu.Salah satu misi SMS kala itu adalah melakukan upacara bendera bersama wargaasli Binaia. Sayang, perjalanannya memakan waktu lebih lama. Medannya cukup berat, padahal mereka harus membawa peralatan medis dan obat-obatan untuk baksos.Di tengah perjalanan, rombongan berhenti di salah satu makam yang diyakini sebagai makam pahlawan.
’’Kami membersihkan makam itu. Setelah itu, kami menggelar upacara kecil di situ bersama penduduk yang menjadi porter kami,’’ tutur Agus.
Suasana itu, menurut dia, mengharukan sekaligus membangkitkan semangat untuk terus berjuang memberikan pelayanan kepada penduduk di tempat-tempat terpencil di Indonesia.Agus punya mimpi bisa memiliki kapal yang memadai untuk tugas pelayanan ke pulau-pulau terpencil.
Kapal yang memiliki ruang operasi sendiri sehingga tidak perlu memindah-mindahkan peralatan medis. ’’Saya ingin dengan kapal itu bisa keliling Indonesia memberi pelayanan. Negeri ini negara kepulauan sehingga harus memiliki armada yang bisa menjangkau sampai ke pelosok-pelosok. Dan, untuk itu, perlu kapal yang memadai,’’tandasnya
Keikhlasan hati menjalani profesi bukanlah hal yang mudah untuk dilakoni.
7.Dokter Andries

Quote:
Timika- Terbiasa hidup di ibu kota tidak membuat dr Benediktus Andries takut untuk bertugas di daerah.
Keinginannya untuk mengabdi bagi masyarakat yang membutuhkan, membuat dokter muda ini mengangkat kopernya ke Tanah Papua.Masih berusia 27 tahun, pria asal Bogor ini sudah memilih bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Malaria Timika di Kabupaten Mimika, Papua.
Ada semangat yang terpancar dari dr Andries dan tidak bisa dilewatkan begitu saja.Pusat Penelitian Malaria Timika berada di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika dan merupakan kerja sama antara RSMM dengan Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPMKP).
Saat detikcom berkesempatan berkunjung ke Malaria Research Fasility pada Sabtu (18/6/2016), Andries sedikit bercerita tentang kisah hidupnya.dr Andries masih berusia 27 tahun dan bercita-cita mengambil spesialis dokter anak
"Saya awalnya bekerja sebagai dokter umum di RSMM selama satu tahun. Lalu saya resign karena tadinya mau ambil spesialis di UGM," ungkap lulusan Universitas Atma Jaya Jakarta itu.
Keinginannya untuk mengabdi bagi masyarakat yang membutuhkan, membuat dokter muda ini mengangkat kopernya ke Tanah Papua.Masih berusia 27 tahun, pria asal Bogor ini sudah memilih bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Malaria Timika di Kabupaten Mimika, Papua.
Ada semangat yang terpancar dari dr Andries dan tidak bisa dilewatkan begitu saja.Pusat Penelitian Malaria Timika berada di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika dan merupakan kerja sama antara RSMM dengan Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPMKP).
Saat detikcom berkesempatan berkunjung ke Malaria Research Fasility pada Sabtu (18/6/2016), Andries sedikit bercerita tentang kisah hidupnya.dr Andries masih berusia 27 tahun dan bercita-cita mengambil spesialis dokter anak
"Saya awalnya bekerja sebagai dokter umum di RSMM selama satu tahun. Lalu saya resign karena tadinya mau ambil spesialis di UGM," ungkap lulusan Universitas Atma Jaya Jakarta itu.
Quote:
Karena belum bisa masuk, Andries akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal di Timika namun bergabung pada penelitian Malaria.
Selain untuk kemanusiaan, dokter muda asal Bogor ini ingin belajar lebih banyak pada mentornya, dr Jeanne Rini Poespoprodjo yang merupakan pimpinan di YPMKP.
"Soalnya beliau menginspirasi. Dosen terbang UGM, dan dokter spesial anak dia di RSUD. Saya sekarang lagi belajar sama beliau. Tapi saya bekerja pada penelitian ini atas keinginan sendiri," kata Andries.
Bungsu dari dua bersaudara ini menyatakan tertarik terlibat pada pusat penelitian tersebut karena penyakit Malaria di Indonesia paling banyak ditemukan di Papua, terutama Timika.
Andries pun sudah terbiasa bekerja jauh dari hingar bingar ibu kota karena begitu lulus, ia mengikuti program internship selama satu tahun di Pulau Sumbawa. Tepatnya di Dompu, NTB.
Selain untuk kemanusiaan, dokter muda asal Bogor ini ingin belajar lebih banyak pada mentornya, dr Jeanne Rini Poespoprodjo yang merupakan pimpinan di YPMKP.
"Soalnya beliau menginspirasi. Dosen terbang UGM, dan dokter spesial anak dia di RSUD. Saya sekarang lagi belajar sama beliau. Tapi saya bekerja pada penelitian ini atas keinginan sendiri," kata Andries.
Bungsu dari dua bersaudara ini menyatakan tertarik terlibat pada pusat penelitian tersebut karena penyakit Malaria di Indonesia paling banyak ditemukan di Papua, terutama Timika.
Andries pun sudah terbiasa bekerja jauh dari hingar bingar ibu kota karena begitu lulus, ia mengikuti program internship selama satu tahun di Pulau Sumbawa. Tepatnya di Dompu, NTB.
Quote:
"Hakikatnya dokter ya untuk membantu dan memberi yang terbaik untuk masyarakat. Saya ingin segera mengaplikasikan ke masyarakat secepat mungkin dari ilmu yang saya dapat. Saya besar sudah di ibu kota, sementara Papua cukup terkenal dengan masalah kesehatan, butuh banget tenaga kesehatan, dan nggak banyak yang mau datang," jawab Andries.
"Sebagai dokter dan manusia, itu panggilan bagi saya. Banyak persebaran dokter yang tidak merata," lanjutnya.
Andries tak menyebut bahwa rekan-rekan seprofesinya ogah untuk mengabdi di daerah yang jauh atau di pelosok. Banyak kasus terjadi ada dokter yang mau ditugaskan di daerah namun tidak memiliki kesempatan. Ia pun bersyukur memiliki kesempatan itu.
"Sebagai dokter dan manusia, itu panggilan bagi saya. Banyak persebaran dokter yang tidak merata," lanjutnya.
Andries tak menyebut bahwa rekan-rekan seprofesinya ogah untuk mengabdi di daerah yang jauh atau di pelosok. Banyak kasus terjadi ada dokter yang mau ditugaskan di daerah namun tidak memiliki kesempatan. Ia pun bersyukur memiliki kesempatan itu.
Spoiler for Pesan TS:
Kerbau, domba atau onta...
Sunda,dayak,batak atau pun cinaa
Darah kita tetaplah Indonesia...
Hanya karena berbeda, bukan alasan untuk tidak mengasihi sesama....
Sunda,dayak,batak atau pun cinaa
Darah kita tetaplah Indonesia...
Hanya karena berbeda, bukan alasan untuk tidak mengasihi sesama....


Spoiler for Sumur:
Detik, Jawapos, Astralife.co.id,biografiku.com,Google



Diubah oleh gembalacabe13 01-08-2017 22:33
0
32K
Kutip
183
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan