- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
The Paranoid ----Khusus untuk Pecinta Horor Tingkat Dewa -----


TS
benz9999
The Paranoid ----Khusus untuk Pecinta Horor Tingkat Dewa -----
Cerita ini hanya fiktif belaka yang diambil dari urban legend, sosok hantu yang diceritakan banyak orang pada tempat tertentu.
tapi sekali lagi, jalan cerita ini sepenuhnya karangan TS yang hanya bermaksud menyalurkan hobby nulis dan semata-mata untuk menghibur, menemani hari2 para penikmat tulisan bergenre horor.
apabila ada kemiripan Tempat, Nama Tokoh dan lain sebagainya, itu semua tanpa unsur kesengajaan.
Jika banyak respon baik dan terhibur dengan cerita ini, maka TS akan mengupdate cerita lainnya Karangan TS yang tidak kalah sukses membuat bulu roma meremang
hak cipta dilindungi ane dan yang maha kuasa, dilarang mengcopy tanpa izin kalo ga mau kena azab hahaha
TS terbuka dengan kritik dan saran yang baik terhadap tulisan ini.
selamat membaca, semoga terhibur
berhubung ceritanya akan terus di update, ane bikinin index untuk cerita selanjutnya ya gan
Index :
cerita ke 3 --Shadow Man--
cerita ke 4 ---Jerigo---
cerita ke 5 ---tell me---
tapi sekali lagi, jalan cerita ini sepenuhnya karangan TS yang hanya bermaksud menyalurkan hobby nulis dan semata-mata untuk menghibur, menemani hari2 para penikmat tulisan bergenre horor.
apabila ada kemiripan Tempat, Nama Tokoh dan lain sebagainya, itu semua tanpa unsur kesengajaan.
Jika banyak respon baik dan terhibur dengan cerita ini, maka TS akan mengupdate cerita lainnya Karangan TS yang tidak kalah sukses membuat bulu roma meremang

hak cipta dilindungi ane dan yang maha kuasa, dilarang mengcopy tanpa izin kalo ga mau kena azab hahaha

TS terbuka dengan kritik dan saran yang baik terhadap tulisan ini.
selamat membaca, semoga terhibur

Spoiler for The Paranoid:
Meidy memainkan cursor pada layar komputernya, memeriksa setiap laporan datanya. Baru dua minggu Ia diterima bekerja di kantor yang bergerak di bidang kontraktor tersebut sebagai Staff accounting.
kantor yang tidak terlalu besar dan hanya memiliki tiga lantai. hanya saja ukuran space pada setiap lantainya yang terlihat cukup luas. kantor ini berada di deretan paling ujung diantara tujuh bangunan kantor lainnya. area ini memang khusus diperuntukkan untuk perkantoran yang dikelola oleh management developer. tapi sepertinya area tersebut baru selesai dibangun, karena sebagian besar ruko perkantoran tersebut masih kosong sehingga lokasi sekitar terlihat sangat sepi.
Hanya lantai satu yang dipergunakan untuk bekerja, lantai dua dibiarkan kosong walaupun perlengkapan kantor sudah lengkap, sedangkan lantai tiga dijadikan gudang tempat barang yang tidak terpakai.
untuk menuju toilet mereka harus naik, karena toilet hanya tersedia di lantai dua dan lantai tiga.
lelaki kurus yang duduk disebelahnya bernama Anji, rekan kerjanya yang lebih dulu bekerja pada perusahaan tersebut.
Anji mengatakan bahwa Ia terbiasa sendiri di kantor itu. Ia bertugas sebagai Design Interior. sedangkan bos mereka sangat jarang mengunjungi kantor, dalam satu bulan dapat dihitung sekitar dua atau tiga kali.
Anji merupakan rekan kerja yang baik dan tidak segan membantu Meidy walau Jobdesk mereka berbeda. Namun terkadang Ia bertingkah jahil seperti anak kecil. Meidy kerap kali menganggap candaan yang dilontarkan Anji sangat aneh dan Ia tidak menyukainya. Setiap kali Meidy akan beranjak ke toilet Anji selalu melontarkan candaan.
"hati-hati di atas ada si Merah" ucap Anji menyeringai sambil melirik ke lantai atas, lalu kemudian terkekeh.
Meidy selalu menanggapinya dengan mencibir dan berusaha terlihat tidak peduli. karna Ia sudah paham jika Ia menanggapi dan menujukkan rasa takut maka rekannya ini akan bertingkah semakin menjadi untuk mengerjainya.
Jauh dilubuk hatinya sebenarnya perkataan Anji cukup membuatnya merasa risih. setiap kali menuju toilet Meidy selalu merasa sedikit takut. terkadang Ia memperhatikan sofa merah klasik dan berukuran besar disamping pintu kecil menuju toilet yang semakin menambah kesan mistis di ruangan yang kosong dengan dinding kaca yang dibiarkan selalu tertutup oleh gorden itu. menjadikannya suasana yang temaram walaupun di siang hari. terlebih ketika menyibakkan gorden dibagian belakang yang menjadi pembatas area perkantoran tersebut, maka langsung terpampang jelas dan hanya berjarak sekitar tiga meter yaitu sekumpulan pohon bambu liar yang terlihat saling bersenggolan tertiup angin.
tapi Meidy selalu berusaha menguasai rasa takutnya. ia selalu menepis perasaannya. apa sebenarnya si Merah yang di maksud Anji itu, ah apa mungkin sofa itu? jadi hanya sofa itu? haha lucu sekali! bahkan Ia pun tidak pernah menemukan apa-apa ketika di lantai dua. mengapa Ia bergitu bodoh dan terlalu menanggapi candaan konyol Anji, begitu pikirnya.
siang itu Meidy beranjak dari kursinya hendak naik menuju toilet. seperti biasa Anji bersiap melontarkan candaannya.
"awas, diatas..."
"apa? si Merah lagi??" Meidy memotong cepat. matanya tampak melotot kepada Anji.
Anji berusaha menyembunyikan tawanya. tapi diotaknya muncul sebuah ide untuk mengerjai Meidy. sifat jahilnya memang sangat menyebalkan. Ia melepas sepatunya dan benjinjit perlahan menaiki anak tangga agar suaranya tidak terdengar. ketika sampai diatas Ia pun berhenti di depan pintu geser kecil yang menghubungkan lorong kecil menuju toilet. Ia menggeser pintu kecil tersebut dan menutupnya agar ketika Meidy keluar dari toilet dan membuka pintu kecil itu maka Ia akan kaget melihat kepala Anji menjulur dibalik pintu itu. disitulah Anji akan merasa puas melihat ekpresi kaget Meidy.
Ia tak sabar menunggu. perlahan terdengar suara langkah sepatu Meidy. Anji semakin bersemangat dan bersiap memasang wajah yang sangat seram agar semakin membuat Meidy ketakutan. langkah sepatu Meidy semakin dekat, kemudian pintu kecil itu bergeser. Anji segera menjulurkan kepalanya dengan ekspresi seram yang dibuatnya disertai suara dengusan kecilnya. Meidy terlonjak kaget dan spontan mundur ketika mendapatinya dan beberapa detik kemudian Ia berteriak histeris. Anji tak kuasa menahan tawanya dan terpingkal-pingkal memegang perutnya. Ia merasa sangat sukses mengerjai Meidy. Namun beberapa saat kemudian tawanya perlahan terhenti ketika Ia menyadari tubuh Meidy sudah terbaring di lantai.
Anji segera menghampiri Meidy, menepuk-nepuk bahunya. dibenaknya sempat terpikir apa mungkin kali ini Meidy yang mengerjainya? tapi Meidy tak kunjung bangun. Ia pun mulai panik. Mereka hanya berdua di kantor itu dan kini Anji harus sendirian menangani temannya yang pingsan ini. Ia pun mengangkat tubuh Meidy dan membaringkannya di atas sofa merah disamping pintu kecil itu.
Ia menatap Meidy dengan bingung dan masih tak percaya bahwa candaan konyolnya bisa sampai membuat temannya tak sadarkan diri. apakah Meidy selemah itu? atau mungkin Meidy adalah penderita lemah jantung? Ia semakin merasa bersalah diantara pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan dalam kepanikannya.
Berbagai cara Ia lakukan mulai dari memijit kening Meidy, mendekatkan minyak aromatherapy yang Ia ambil dari kotak obat ke hidung Meidy, berusaha membangunkannya. Hingga sekitar lima belas menit kemudian terlihat Meidy perlahan menggerakkan tangganya kemudian membuka matanya.
“Mei, kamu udah sadar?” Anji langsung mendekat dan menepuk pelan bahu Meidy.
Meidy bangun dengan ekpresi kaget dan panik. Ia menoleh ke kiri dan kanan dengan tatapan nanar. lalu kemudian segera bengkit dengan tergesa-gesa dengan langkah yang tertatih-tatih.
Anji berusaha menahannya.
Meidy tidak memperdulikan Anji dan terus berlari kecil menuruni anak tangga dengan langkah yang lunglai dan nafas masih terengah-engah. Meraih tas nya kemudian pergi tanpa mematikan komputernya yang masih menyala.
“Mei” Anji berjalan dengan cepat berusaha mengikuti.
Meidy menghidupkan sepeda motornya dengan terburu-buru meski terlihat jelas bahwa Ia masih sangat lemah. Kemudian Ia langsung melesat pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
Anji terdiam menatap Meidy yang semakin menjauh. Selain merasa bersalah Ia pun merasa khawatir dengan Meidy yang mengendarai motor dalam keadaan seperti itu. Ia tidak menyangka jika Meidy akan semarah itu.
Keesokan harinya Meidy tidak masuk kerja. Anji berusaha menghubungi melalui ponselnya namun tidak ada jawaban.
Sore itu, Jam menunjukkan pukul 18.30 dan Anji masih berkutat dengan layar monitor didepannya yang tengah menampilkan pertempuran dalam Game Action yang sedang Ia mainkan.
Hari ini sudah masuk hari ketiga Meidy tidak datang ke kantor dan Anji sudah sedikit melupakan kejadian itu meski Ia tidak bisa menghilangkan rasa bersalah dalam benaknya ketika teringat Meidy. Sampai suatu ketika telepon berdering.
Siapa yang menelepon di luar jam kantor, begitu pikirnya. segera Ia meraih gagang telepon itu.
“halo, selamat Sore,” Jawab Anji pelan
“Halo..” suara wanita di sebrang sana tak kalah pelan
“Lym’s contractor, ada yang bisa dibantu?” jawab Anji lagi. Kali ini suaranya lebih dipertegas.
“Mas Anji..” wanita itu menjawab masih dengan nada pelan dan terdengar ragu.
Seketika Anji menyadari suara di sebrang sana
“Mei? Ini Kamu?? Tanya Anji terdengar sumringah “eh, ehm apa kabar?” lanjutnya kembali, Nada suaranya kini berubah menjadi gugup ketika Ia menyadari kekonyolannya tempo hari yang berakibat fatal.
Meidy tidak menjawab. Mereka saling berdiam beberapa detik.
“Mei, Aku minta maaf. Niatku Cuma ngerjain Kamu” Anji berusaha menata omongannya yang terdengar sangat gugup “Aku sadar becandaku kelewatan”
Belum terdengar jawaban dari Meidy, yang terdengar hanya hembusan nafasnya.
“Mei, Aku ga bermaksud…”
“ternyata Mas Anji bener, si Merah itu memang ada” Jawab Meidy memotong ucapan Anji.
Anji mengernyitkan dahinya
“maksud kamu?” Anji tidak mengerti, “oh itu.., itu Cuma lelucon yang Aku buat sendiri untuk menakuti Kamu Mei, hahaha” lanjut Anji disertai tawa yang agak dipaksakan. Masih terdengar gugup tentunya.
“Bukan Mas..” Jawab Meidy tertahan
“kemarin itu Aku yang ngerjain Kamu dengan maksud ngagetin Kamu, tapi ternyata Aku keterlaluan sampe Kamu pingsan” Anji berusaha menjelaskan “Aku tau Aku salah, Maafin Aku Mei,” lanjutnya dengan nada bersalah.
“Bukan Mas yang membuat Aku pingsan, tapi ada orang lain, kepalanya ikut muncul dibelakang Mas, dan tangannya memeluk bahu Mas dari belakang…, gaun merahnya sangat lusuh, menjuntai hampir menempel dengan lantai. Kakinya tidak terlihat..” ucap Meidy pelan dan lirih.
“Mei, Kamu jangan becanda,” jawab Anji. Suaranya hampir bergetar.
“tangannya yang keriput, kukunya yang runcing, wajahnya yang rusak, matannya yang merah pekat, mulutnya yang sobek sampai ke telinga dan senyumnya menyeringai penuh ancaman” Meidy berhenti sesaat mengatur nafasnya “Aku ga bisa lupa Mas.., sampai sekarang Aku ga bisa lupa. Dan aku selalu merasa dia terus mengawasiku” nada bicara Meidy terdengar sangat ketakutan pelan dan juga lirih.
Namun Anji bisa mendengar itu semua dengan jelas. Nafas Anji tercekat. Jantungnya berdegup kencang.
“Mei..” belum sempat Anji melanjutkan, telepon itu mendadak terputus.
Angin berhembus entah datang dari mana, dan menerpa tengkuk leher Anji. Seketika bulu romanya meremang. Ia bangkit dari kursinya, berusaha mengemasi barangnya dengan gemetar. Mendadak Ia merasa seperti tengah diawasi seseorang.
Tiba-tiba gelap. Seluruh lampu di area perkantoran itu mendadak mati.
kantor yang tidak terlalu besar dan hanya memiliki tiga lantai. hanya saja ukuran space pada setiap lantainya yang terlihat cukup luas. kantor ini berada di deretan paling ujung diantara tujuh bangunan kantor lainnya. area ini memang khusus diperuntukkan untuk perkantoran yang dikelola oleh management developer. tapi sepertinya area tersebut baru selesai dibangun, karena sebagian besar ruko perkantoran tersebut masih kosong sehingga lokasi sekitar terlihat sangat sepi.
Hanya lantai satu yang dipergunakan untuk bekerja, lantai dua dibiarkan kosong walaupun perlengkapan kantor sudah lengkap, sedangkan lantai tiga dijadikan gudang tempat barang yang tidak terpakai.
untuk menuju toilet mereka harus naik, karena toilet hanya tersedia di lantai dua dan lantai tiga.
lelaki kurus yang duduk disebelahnya bernama Anji, rekan kerjanya yang lebih dulu bekerja pada perusahaan tersebut.
Anji mengatakan bahwa Ia terbiasa sendiri di kantor itu. Ia bertugas sebagai Design Interior. sedangkan bos mereka sangat jarang mengunjungi kantor, dalam satu bulan dapat dihitung sekitar dua atau tiga kali.
Anji merupakan rekan kerja yang baik dan tidak segan membantu Meidy walau Jobdesk mereka berbeda. Namun terkadang Ia bertingkah jahil seperti anak kecil. Meidy kerap kali menganggap candaan yang dilontarkan Anji sangat aneh dan Ia tidak menyukainya. Setiap kali Meidy akan beranjak ke toilet Anji selalu melontarkan candaan.
"hati-hati di atas ada si Merah" ucap Anji menyeringai sambil melirik ke lantai atas, lalu kemudian terkekeh.
Meidy selalu menanggapinya dengan mencibir dan berusaha terlihat tidak peduli. karna Ia sudah paham jika Ia menanggapi dan menujukkan rasa takut maka rekannya ini akan bertingkah semakin menjadi untuk mengerjainya.
Jauh dilubuk hatinya sebenarnya perkataan Anji cukup membuatnya merasa risih. setiap kali menuju toilet Meidy selalu merasa sedikit takut. terkadang Ia memperhatikan sofa merah klasik dan berukuran besar disamping pintu kecil menuju toilet yang semakin menambah kesan mistis di ruangan yang kosong dengan dinding kaca yang dibiarkan selalu tertutup oleh gorden itu. menjadikannya suasana yang temaram walaupun di siang hari. terlebih ketika menyibakkan gorden dibagian belakang yang menjadi pembatas area perkantoran tersebut, maka langsung terpampang jelas dan hanya berjarak sekitar tiga meter yaitu sekumpulan pohon bambu liar yang terlihat saling bersenggolan tertiup angin.
tapi Meidy selalu berusaha menguasai rasa takutnya. ia selalu menepis perasaannya. apa sebenarnya si Merah yang di maksud Anji itu, ah apa mungkin sofa itu? jadi hanya sofa itu? haha lucu sekali! bahkan Ia pun tidak pernah menemukan apa-apa ketika di lantai dua. mengapa Ia bergitu bodoh dan terlalu menanggapi candaan konyol Anji, begitu pikirnya.
siang itu Meidy beranjak dari kursinya hendak naik menuju toilet. seperti biasa Anji bersiap melontarkan candaannya.
"awas, diatas..."
"apa? si Merah lagi??" Meidy memotong cepat. matanya tampak melotot kepada Anji.
Anji berusaha menyembunyikan tawanya. tapi diotaknya muncul sebuah ide untuk mengerjai Meidy. sifat jahilnya memang sangat menyebalkan. Ia melepas sepatunya dan benjinjit perlahan menaiki anak tangga agar suaranya tidak terdengar. ketika sampai diatas Ia pun berhenti di depan pintu geser kecil yang menghubungkan lorong kecil menuju toilet. Ia menggeser pintu kecil tersebut dan menutupnya agar ketika Meidy keluar dari toilet dan membuka pintu kecil itu maka Ia akan kaget melihat kepala Anji menjulur dibalik pintu itu. disitulah Anji akan merasa puas melihat ekpresi kaget Meidy.
Ia tak sabar menunggu. perlahan terdengar suara langkah sepatu Meidy. Anji semakin bersemangat dan bersiap memasang wajah yang sangat seram agar semakin membuat Meidy ketakutan. langkah sepatu Meidy semakin dekat, kemudian pintu kecil itu bergeser. Anji segera menjulurkan kepalanya dengan ekspresi seram yang dibuatnya disertai suara dengusan kecilnya. Meidy terlonjak kaget dan spontan mundur ketika mendapatinya dan beberapa detik kemudian Ia berteriak histeris. Anji tak kuasa menahan tawanya dan terpingkal-pingkal memegang perutnya. Ia merasa sangat sukses mengerjai Meidy. Namun beberapa saat kemudian tawanya perlahan terhenti ketika Ia menyadari tubuh Meidy sudah terbaring di lantai.
Anji segera menghampiri Meidy, menepuk-nepuk bahunya. dibenaknya sempat terpikir apa mungkin kali ini Meidy yang mengerjainya? tapi Meidy tak kunjung bangun. Ia pun mulai panik. Mereka hanya berdua di kantor itu dan kini Anji harus sendirian menangani temannya yang pingsan ini. Ia pun mengangkat tubuh Meidy dan membaringkannya di atas sofa merah disamping pintu kecil itu.
Ia menatap Meidy dengan bingung dan masih tak percaya bahwa candaan konyolnya bisa sampai membuat temannya tak sadarkan diri. apakah Meidy selemah itu? atau mungkin Meidy adalah penderita lemah jantung? Ia semakin merasa bersalah diantara pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan dalam kepanikannya.
Berbagai cara Ia lakukan mulai dari memijit kening Meidy, mendekatkan minyak aromatherapy yang Ia ambil dari kotak obat ke hidung Meidy, berusaha membangunkannya. Hingga sekitar lima belas menit kemudian terlihat Meidy perlahan menggerakkan tangganya kemudian membuka matanya.
“Mei, kamu udah sadar?” Anji langsung mendekat dan menepuk pelan bahu Meidy.
Meidy bangun dengan ekpresi kaget dan panik. Ia menoleh ke kiri dan kanan dengan tatapan nanar. lalu kemudian segera bengkit dengan tergesa-gesa dengan langkah yang tertatih-tatih.
Anji berusaha menahannya.
Meidy tidak memperdulikan Anji dan terus berlari kecil menuruni anak tangga dengan langkah yang lunglai dan nafas masih terengah-engah. Meraih tas nya kemudian pergi tanpa mematikan komputernya yang masih menyala.
“Mei” Anji berjalan dengan cepat berusaha mengikuti.
Meidy menghidupkan sepeda motornya dengan terburu-buru meski terlihat jelas bahwa Ia masih sangat lemah. Kemudian Ia langsung melesat pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
Anji terdiam menatap Meidy yang semakin menjauh. Selain merasa bersalah Ia pun merasa khawatir dengan Meidy yang mengendarai motor dalam keadaan seperti itu. Ia tidak menyangka jika Meidy akan semarah itu.
Keesokan harinya Meidy tidak masuk kerja. Anji berusaha menghubungi melalui ponselnya namun tidak ada jawaban.
Sore itu, Jam menunjukkan pukul 18.30 dan Anji masih berkutat dengan layar monitor didepannya yang tengah menampilkan pertempuran dalam Game Action yang sedang Ia mainkan.
Hari ini sudah masuk hari ketiga Meidy tidak datang ke kantor dan Anji sudah sedikit melupakan kejadian itu meski Ia tidak bisa menghilangkan rasa bersalah dalam benaknya ketika teringat Meidy. Sampai suatu ketika telepon berdering.
Siapa yang menelepon di luar jam kantor, begitu pikirnya. segera Ia meraih gagang telepon itu.
“halo, selamat Sore,” Jawab Anji pelan
“Halo..” suara wanita di sebrang sana tak kalah pelan
“Lym’s contractor, ada yang bisa dibantu?” jawab Anji lagi. Kali ini suaranya lebih dipertegas.
“Mas Anji..” wanita itu menjawab masih dengan nada pelan dan terdengar ragu.
Seketika Anji menyadari suara di sebrang sana
“Mei? Ini Kamu?? Tanya Anji terdengar sumringah “eh, ehm apa kabar?” lanjutnya kembali, Nada suaranya kini berubah menjadi gugup ketika Ia menyadari kekonyolannya tempo hari yang berakibat fatal.
Meidy tidak menjawab. Mereka saling berdiam beberapa detik.
“Mei, Aku minta maaf. Niatku Cuma ngerjain Kamu” Anji berusaha menata omongannya yang terdengar sangat gugup “Aku sadar becandaku kelewatan”
Belum terdengar jawaban dari Meidy, yang terdengar hanya hembusan nafasnya.
“Mei, Aku ga bermaksud…”
“ternyata Mas Anji bener, si Merah itu memang ada” Jawab Meidy memotong ucapan Anji.
Anji mengernyitkan dahinya
“maksud kamu?” Anji tidak mengerti, “oh itu.., itu Cuma lelucon yang Aku buat sendiri untuk menakuti Kamu Mei, hahaha” lanjut Anji disertai tawa yang agak dipaksakan. Masih terdengar gugup tentunya.
“Bukan Mas..” Jawab Meidy tertahan
“kemarin itu Aku yang ngerjain Kamu dengan maksud ngagetin Kamu, tapi ternyata Aku keterlaluan sampe Kamu pingsan” Anji berusaha menjelaskan “Aku tau Aku salah, Maafin Aku Mei,” lanjutnya dengan nada bersalah.
“Bukan Mas yang membuat Aku pingsan, tapi ada orang lain, kepalanya ikut muncul dibelakang Mas, dan tangannya memeluk bahu Mas dari belakang…, gaun merahnya sangat lusuh, menjuntai hampir menempel dengan lantai. Kakinya tidak terlihat..” ucap Meidy pelan dan lirih.
“Mei, Kamu jangan becanda,” jawab Anji. Suaranya hampir bergetar.
“tangannya yang keriput, kukunya yang runcing, wajahnya yang rusak, matannya yang merah pekat, mulutnya yang sobek sampai ke telinga dan senyumnya menyeringai penuh ancaman” Meidy berhenti sesaat mengatur nafasnya “Aku ga bisa lupa Mas.., sampai sekarang Aku ga bisa lupa. Dan aku selalu merasa dia terus mengawasiku” nada bicara Meidy terdengar sangat ketakutan pelan dan juga lirih.
Namun Anji bisa mendengar itu semua dengan jelas. Nafas Anji tercekat. Jantungnya berdegup kencang.
“Mei..” belum sempat Anji melanjutkan, telepon itu mendadak terputus.
Angin berhembus entah datang dari mana, dan menerpa tengkuk leher Anji. Seketika bulu romanya meremang. Ia bangkit dari kursinya, berusaha mengemasi barangnya dengan gemetar. Mendadak Ia merasa seperti tengah diawasi seseorang.
Tiba-tiba gelap. Seluruh lampu di area perkantoran itu mendadak mati.
berhubung ceritanya akan terus di update, ane bikinin index untuk cerita selanjutnya ya gan

Index :
cerita ke 3 --Shadow Man--
cerita ke 4 ---Jerigo---
cerita ke 5 ---tell me---
Diubah oleh benz9999 05-07-2018 11:00






pikadeku457 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
9.9K
Kutip
58
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan