- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Langkah Yohanes Surya Mengatasi Krisis Universitas Surya


TS
carlodes1
Langkah Yohanes Surya Mengatasi Krisis Universitas Surya
Quote:

TEMPO.CO, Jakarta - Masalah krisis keuangan Universitas Surya sudah dicoba diatasi dengan berbagai cara oleh Yohanes Surya. Pendiri sekaligus rektor perguruan tinggi yang berada di Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, itu di antaranya membentuk tim restrukturisasi, efisiensi, dan optimalisasi.
Langkah perbaikan itu dilakukan sejak Oktober 2014. Tim penyelamat beranggotakan lima pejabat universitas, yang tugas utamanya menyelaraskan kemampuan keuangan kampus dengan beban gaji dan biaya operasional perkuliahan. Salah satu rekomendasi pertama tim ini adalah pengurangan jumlah dosen dan penurunan nilai gaji mereka. Realisasinya, ada dosen yang gajinya kemudian dipotong drastis hingga tersisa Rp 3 juta per bulan. Sebagian dosen lain hanya dibayar berdasarkan jumlah mata kuliah yang diajarkan di kampus.
Namun, sampai saat ini manajemen kampus masih terjerat utang bank senilai Rp 16 miliar. Utang itu muncul akibat dari kredit tanpa agunan untuk program student loan yang pengajuannya dilakukan orang tua mahasiswa. Berdasarkan data Bank Mandiri, nilai student loan yang dihimpun Universitas Surya mencapai Rp 43,5 miliar dari 300 orang tua. Jumlah itu sekitar seperempat dari jumlah total mahasiswa 1.247 orang. Masalahnya, ketidakmampuan kampus membayar ikut menyeret orang tua mahasiswa.
Rekomendasi tim menyulut keriuhan baru. Sebagian dosen menolak peraturan sepihak itu. Ditanyai soal ini, Yohanes Surya menampik tudingan sudah menipu dosennya sendiri. Dia mengakui kampusnya terpaksa mengurangi gaji dosen karena tak mampu lagi membayar mereka. “Menipunya di mana? Kami sampai jual aset. Ya, tentu kami kurangi, dong,” kata Yohanes saat ditemui tim investigasi Tempo pada pertengahan Juni 2017.
Bukan hanya mengurangi gaji, Yohanes mengaku memberhentikan sebagian dosen. Mereka yang tak diberhentikan memilih hengkang. Dari 200 doktor yang direkrut Yohanes, kini tersisa sekitar 20 orang. Sebagian doktor itu kembali berpencar di segenap penjuru dunia. Ada pula yang memilih menetap di Indonesia, bekerja serabutan, sembari menunggu kesempatan yang lebih baik. Mereka rata-rata bergelar doktor atau doctor of philosophy.
Rekrutmen yang impresif ini tak bisa lepas dari nama besar Yohanes Surya. Pada 2010, Yohanes mengirim surat elektronik ke grup Diaspora Indonesia. Dia mengundang para doktor Indonesia di luar negeri agar pulang ke Tanah Air. Mula-mula mereka diajak mengajar di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, kampus yang didirikan Yohanes untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Papua.
Pada 2013 Yohanes mendirikan Universitas Surya. Bersamaan dengan itu, ia meluncurkan program Indonesia Jaya, yaitu ikhtiar untuk mendidik sarjana yang jago sains dengan membangun kampus berbasis riset. Dia kemudian kembali mengundang para ilmuwan dan peneliti di luar negeri untuk bergabung dengan kampus baru ini. Kepada mereka dijanjikan gaji Rp 20-35 juta per bulan serta kampus dengan laboratorium berstandar internasional.
“Saya tertarik dengan visi Profesor Yohanes untuk memajukan Indonesia,” kata Rifki Muhida, peraih gelar doktor fisika terapan dari Universitas Osaka, Jepang, yang kini mengajar di International Islamic University Malaysia. Rifki sempat menjadi dosen di STKIP Surya sebelum dipindahkan ke Universitas Surya.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/...versitas-surya
Quote:
Begini Mimpi Yohanes Surya Mendirikan Universitas Surya

Suasana belajar mahasiswa Surya University di salah satu ruangan Gedung Unity, Jalan Gading Serpong, Tangerang, 22 Mei 2017. Tempo/Mustafa Silalahi
TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Yohanes Surya, Ph.D., mendirikan Universitas Surya pada 2013. Ditemui Tempo pada pertengahan Juni lalu di ruang kerjanya, Rektor Universitas Surya ini berharap kampusnya bisa ikut memajukan Indonesia. "Saya menginginkan universitas ini berdiri supaya Indonesia bisa maju dalam riset," kata Yohanes Surya.
Sejak awal, Yohanes Surya menyadari bahwa membangun universitas berbasis riset sangat mahal. "Orang bilang impian saya muluk-muluk," ujarnya.
Yohanes Surya mengatakan kampus itu juga didirikannya untuk mewujudkan mimpi "Indonesia Jaya 2030". Maka, dia mengundang banyak doktor Indonesia yang berada di luar negeri untuk bergabung dan mengajar di Universitas Surya. Tercatat sekitar 200 doktor mengajar awal kampus berdiri.
Yohanes Surya mengaku punya hitungan sendiri untuk mengatasi mahalnya universitas berbasis riset. Dia menargetkan ada 3 ribu mahasiswa bergabung. Dengan biaya kuliah Rp 3 juta per bulan, kata Yohanes, kampus bisa berpenghasilan Rp 9 miliar per bulan. "Gaji 200 doktor sekitar Rp 6 miliar, masih sisa Rp 2-3 miliar, harusnya bisa jalan untuk operasional," katanya.
Nyatanya, perhitungan itu meleset. Jumlah mahasiswa Universitas Surya hingga lima tahun berdiri hanya 1.247 orang. Alih-alih mendapat penghasilan, kampus itu malah terjerat utang kredit tanpa agunan ke Bank Mandiri. Data di Mandiri menunjukkan Universitas Surya masih belum membayar utang kredit sekitar Rp 16 miliar.
Masalahnya, KTA itu diajukan atas nama 300-an orang tua mahasiswa. Sebagian di antaranya kini ditagih oleh Bank Mandiri dan berstatus collect 5 alias memiliki kredit macet. Orang tua pun marah terhadap Yohanes Surya karena ketidakmampuan kampus membayar KTA membuat orang tua tercatat memiliki utang di bank. Sebagian di antaranya memilih memindahkan anak-anaknya ke kampus lain.
Sri Suri, orang tua mahasiswa teknik fisika angkatan 2014, salah satunya. Menurut Sri Suri, dia diwajibkan menandatangani formulit pengajuan KTA berupa student loan senilai Rp 144 juta. "Katanya hanya formalitas karena kampuslah yang akan membayar," katanya. Suami Sri Suri yang menandatangani formulir KTA itu kini berstatus collect 5 karena Universitas Surya tak mampu membayar KTA tersebut.
Tak hanya ditinggalkan mahasiswa, Universitas Surya juga ditinggalkan banyak dosen. Dari sekitar 200 doktor, tersisa 20-an orang. Kebanyak dosen memilih keluar karena telat menerima gaji, bahkan ada pula yang tak menerima gaji selama berbulan-bulan.
Yohanes Surya mengaku salah berhitung. "Waktu itu saya pikir dengan student loan (KTA) akan lancar. Tidak tahu ke sininya mandek. Kalau tahu bakal seperti ini, enggak usah pakai student loan," ujarnya. Tapi sebagian orang tua yang ditemui Tempo mengaku sudah tertipu. "Katanya beasiswa, tapi ujung-ujungnya malah saya dianggap punya utang di bank," kata Sri Suri.
Para dosen dan mantan dosen yang ditemui Tempo pun merasa ditipu oleh Profesor Yohanes Surya. Diiming-imingi gaji Rp 20 juta-30 juta, sebagian di antaranya malah tak menerima gaji yang dijanjikan.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/...versitas-surya

Suasana belajar mahasiswa Surya University di salah satu ruangan Gedung Unity, Jalan Gading Serpong, Tangerang, 22 Mei 2017. Tempo/Mustafa Silalahi
TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Yohanes Surya, Ph.D., mendirikan Universitas Surya pada 2013. Ditemui Tempo pada pertengahan Juni lalu di ruang kerjanya, Rektor Universitas Surya ini berharap kampusnya bisa ikut memajukan Indonesia. "Saya menginginkan universitas ini berdiri supaya Indonesia bisa maju dalam riset," kata Yohanes Surya.
Sejak awal, Yohanes Surya menyadari bahwa membangun universitas berbasis riset sangat mahal. "Orang bilang impian saya muluk-muluk," ujarnya.
Yohanes Surya mengatakan kampus itu juga didirikannya untuk mewujudkan mimpi "Indonesia Jaya 2030". Maka, dia mengundang banyak doktor Indonesia yang berada di luar negeri untuk bergabung dan mengajar di Universitas Surya. Tercatat sekitar 200 doktor mengajar awal kampus berdiri.
Yohanes Surya mengaku punya hitungan sendiri untuk mengatasi mahalnya universitas berbasis riset. Dia menargetkan ada 3 ribu mahasiswa bergabung. Dengan biaya kuliah Rp 3 juta per bulan, kata Yohanes, kampus bisa berpenghasilan Rp 9 miliar per bulan. "Gaji 200 doktor sekitar Rp 6 miliar, masih sisa Rp 2-3 miliar, harusnya bisa jalan untuk operasional," katanya.
Nyatanya, perhitungan itu meleset. Jumlah mahasiswa Universitas Surya hingga lima tahun berdiri hanya 1.247 orang. Alih-alih mendapat penghasilan, kampus itu malah terjerat utang kredit tanpa agunan ke Bank Mandiri. Data di Mandiri menunjukkan Universitas Surya masih belum membayar utang kredit sekitar Rp 16 miliar.
Masalahnya, KTA itu diajukan atas nama 300-an orang tua mahasiswa. Sebagian di antaranya kini ditagih oleh Bank Mandiri dan berstatus collect 5 alias memiliki kredit macet. Orang tua pun marah terhadap Yohanes Surya karena ketidakmampuan kampus membayar KTA membuat orang tua tercatat memiliki utang di bank. Sebagian di antaranya memilih memindahkan anak-anaknya ke kampus lain.
Sri Suri, orang tua mahasiswa teknik fisika angkatan 2014, salah satunya. Menurut Sri Suri, dia diwajibkan menandatangani formulit pengajuan KTA berupa student loan senilai Rp 144 juta. "Katanya hanya formalitas karena kampuslah yang akan membayar," katanya. Suami Sri Suri yang menandatangani formulir KTA itu kini berstatus collect 5 karena Universitas Surya tak mampu membayar KTA tersebut.
Tak hanya ditinggalkan mahasiswa, Universitas Surya juga ditinggalkan banyak dosen. Dari sekitar 200 doktor, tersisa 20-an orang. Kebanyak dosen memilih keluar karena telat menerima gaji, bahkan ada pula yang tak menerima gaji selama berbulan-bulan.
Yohanes Surya mengaku salah berhitung. "Waktu itu saya pikir dengan student loan (KTA) akan lancar. Tidak tahu ke sininya mandek. Kalau tahu bakal seperti ini, enggak usah pakai student loan," ujarnya. Tapi sebagian orang tua yang ditemui Tempo mengaku sudah tertipu. "Katanya beasiswa, tapi ujung-ujungnya malah saya dianggap punya utang di bank," kata Sri Suri.
Para dosen dan mantan dosen yang ditemui Tempo pun merasa ditipu oleh Profesor Yohanes Surya. Diiming-imingi gaji Rp 20 juta-30 juta, sebagian di antaranya malah tak menerima gaji yang dijanjikan.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/...versitas-surya
Quote:
Pahit Getir Dosen Universitas Surya Bergaji Rp 30 Juta

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 200 ilmuwan dan peneliti mumpuni terbujuk menjadi dosen Universitas Surya. Belakangan, hampir semua mundur menyusul krisis keuangan perguruan tinggi yang didirikan ahli fisika, Yohanes Surya. Manajemen Universitas Surya terjerat utang kredit tanpa agunan di Bank Mandiri sebesar Rp 16 miliar.
Akibat utang itu, gaji dosen banyak yang tertunda pembayarannya. Bahkan ada gaji dosen yang dipangkas hanya tinggal beberapa juta rupiah dari sekitar Rp 30 juta gaji per bulan yang dijanjikan. Hoya B.P Hutagalung alias Rita Sihite, dosen ilmu musik, mengaku, sesuai dengan kontrak, seharusnya dia mendapat gaji Rp 30 juta per bulan. Rita mengalami kejadian itu dua tahun lalu. “Waktu itu, gaji saya belum dibayar,” kata Rita saat ditemui Tempo belum lama ini.
Usaha Rita menagih gaji dilakukan dengan susah payah karena ketika itu sangat membutuhkan uang untuk penyembuhan suaminya yang mengidap kista. Di antaranya mengirim surat elektronik kepada Hana Surya, Ketua Yayasan Surya Institute—yayasan yang tercatat sebagai pemilik dan pengelola Universitas Surya.
Hana adalah saudara kandung Yohanes Surya, pendiri sekaligus Rektor Universitas Surya. Dalam surat itu, Rita menjelaskan situasinya dan memohon agar yayasan secepatnya membayar gajinya. Upaya ini pun tak membuahkan hasil. Akhirnya, teman-teman Rita datang membantu. Mereka urunan membiayai operasi itu. “Saya juga dibantu oleh keluarga,” ujarnya.
Awal tahun lalu, suami Rita divonis menderita katarak dan butuh segera dioperasi. Lagi-lagi, Rita mengirim surat kepada Yohanes dan Hana Surya agar kampus melunasi gajinya sebagai dosen. Penghasilan sang suami hanya dari uang pensiun. Jawaban Universitas Surya sama saja: kampus tak sanggup memenuhi keinginan tersebut. Sampai sekarang, indra penglihatan suami Rita belum dioperasi.
Rita semula bekerja sebagai dosen Universitas Pelita Harapan di Tangerang. Posisinya cukup tinggi di sana. Terakhir, dia menjabat Dekan Fakultas Ilmu Musik. Dia tertarik pindah ke Universitas Surya pada 2013 karena iming-iming gaji besar. Menurut Rita, Yohanes sendiri yang mengajaknya bergabung. Kebetulan keduanya saling kenal karena pernah sama-sama menjadi dosen di Universitas Pelita Harapan. Jabatan terakhir Yohanes di Universitas Pelita Harapan, pada 2004, adalah Dekan Fakultas Sains dan Matematika.
Ketika dimintai konfirmasi, Yohanes Surya membenarkan kabar bahwa kampus yang dia pimpin memang sempat terlambat membayar gaji dosen. Tapi dia mengklaim gaji dosen Universitas Surya yang tertunggak kini sudah mulai dibayar secara bertahap. “Banyak dosen sudah pada dicicilin gajinya. Memang belum seluruhnya,” kata Yohanes ketika ditemui di kampusnya di Gedung Unity, kawasan Gading Serpong, Tangerang, pada Juni lalu.

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 200 ilmuwan dan peneliti mumpuni terbujuk menjadi dosen Universitas Surya. Belakangan, hampir semua mundur menyusul krisis keuangan perguruan tinggi yang didirikan ahli fisika, Yohanes Surya. Manajemen Universitas Surya terjerat utang kredit tanpa agunan di Bank Mandiri sebesar Rp 16 miliar.
Akibat utang itu, gaji dosen banyak yang tertunda pembayarannya. Bahkan ada gaji dosen yang dipangkas hanya tinggal beberapa juta rupiah dari sekitar Rp 30 juta gaji per bulan yang dijanjikan. Hoya B.P Hutagalung alias Rita Sihite, dosen ilmu musik, mengaku, sesuai dengan kontrak, seharusnya dia mendapat gaji Rp 30 juta per bulan. Rita mengalami kejadian itu dua tahun lalu. “Waktu itu, gaji saya belum dibayar,” kata Rita saat ditemui Tempo belum lama ini.
Usaha Rita menagih gaji dilakukan dengan susah payah karena ketika itu sangat membutuhkan uang untuk penyembuhan suaminya yang mengidap kista. Di antaranya mengirim surat elektronik kepada Hana Surya, Ketua Yayasan Surya Institute—yayasan yang tercatat sebagai pemilik dan pengelola Universitas Surya.
Hana adalah saudara kandung Yohanes Surya, pendiri sekaligus Rektor Universitas Surya. Dalam surat itu, Rita menjelaskan situasinya dan memohon agar yayasan secepatnya membayar gajinya. Upaya ini pun tak membuahkan hasil. Akhirnya, teman-teman Rita datang membantu. Mereka urunan membiayai operasi itu. “Saya juga dibantu oleh keluarga,” ujarnya.
Awal tahun lalu, suami Rita divonis menderita katarak dan butuh segera dioperasi. Lagi-lagi, Rita mengirim surat kepada Yohanes dan Hana Surya agar kampus melunasi gajinya sebagai dosen. Penghasilan sang suami hanya dari uang pensiun. Jawaban Universitas Surya sama saja: kampus tak sanggup memenuhi keinginan tersebut. Sampai sekarang, indra penglihatan suami Rita belum dioperasi.
Rita semula bekerja sebagai dosen Universitas Pelita Harapan di Tangerang. Posisinya cukup tinggi di sana. Terakhir, dia menjabat Dekan Fakultas Ilmu Musik. Dia tertarik pindah ke Universitas Surya pada 2013 karena iming-iming gaji besar. Menurut Rita, Yohanes sendiri yang mengajaknya bergabung. Kebetulan keduanya saling kenal karena pernah sama-sama menjadi dosen di Universitas Pelita Harapan. Jabatan terakhir Yohanes di Universitas Pelita Harapan, pada 2004, adalah Dekan Fakultas Sains dan Matematika.
Ketika dimintai konfirmasi, Yohanes Surya membenarkan kabar bahwa kampus yang dia pimpin memang sempat terlambat membayar gaji dosen. Tapi dia mengklaim gaji dosen Universitas Surya yang tertunggak kini sudah mulai dibayar secara bertahap. “Banyak dosen sudah pada dicicilin gajinya. Memang belum seluruhnya,” kata Yohanes ketika ditemui di kampusnya di Gedung Unity, kawasan Gading Serpong, Tangerang, pada Juni lalu.
Quote:
Kisah Rektor Universitas Surya Ditinggal Dosen dan Mahasiswanya
TEMPO.CO, Jakarta - Ditinggalkan banyak dosen dan mahasiswa, pemilik sekaligus rektor Universitas Surya, Profesor Yohanes Surya, optimistis manajemen kampusnya segera keluar dari krisis keuangan. Ditemui Tempo di ruang kerjanya pada pertengahan Juni lalu, doktor lulusan College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, ini yakin kampusnya bakal bangkit kembali. “Sebentar lagi masalah ini akan selesai,” kata Yohanes.
Kampus Universitas Surya, yang berada di kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, beroperasi pada 2013. Perguruan tinggi swasta ini tengah terjerat utang kredit tanpa agunan di Bank Mandiri Rp 16 miliar. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Yohanes Surya. Wawancara lengkapnya baca majalah Tempo edisi pekan ini, 24-30 Juli 2017.
Universitas Surya memperoleh dana lewat KTA student loan atas nama orang tua mahasiswa dari Bank Mandiri, tapi orang tua tidak menyadari itu.
Saya mendapat info soal KTA ini bahwa ada satu universitas yang pernah melakukannya. Saya pikir ini ada baiknya. Lalu saya minta tim marketing mengurusnya. Saya kurang tahu di lapangan seperti apa. Setahu saya, ada penjelasan dari Mandiri, tapi mungkin ada orang tua yang tidak mendapat penjelasan.
Dalam perjanjian kerja sama tentang student loan, justru yang bertanda tangan adalah PT Surya Research International (SRI) dan Bank Mandiri.
Iya, benar. Memang Bank Mandiri tidak bisa melakukan perjanjian dengan Yayasan Surya Institute. Kami pinjam PT SRI untuk melakukan kerja sama ini. Kami harus melakukannya untuk mendapatkan student loan.
Kenapa kampus tidak menyiapkan dana sejak awal?
Kami memang punya gedung. Waktu itu, kami pikir ada universitas yang pernah melakukan student loan, kami coba. Ini bisa ditanyakan ke Bank Mandiri.
Apa pertimbangan Anda memilih membayar gaji dosen dengan student loan?
Kami punya sumber-sumber, gedung dijaminkan, mendapat pinjaman dari bank, itu satu alternatif. Ketika ada student loan, kami pikir jalan dengan Mandiri akan lancar. Namun ternyata ke sininya mandek. Kalau tahu akan seperti ini, enggak usah pakai student loan.
Mengapa menggunakan PT SRI saat mengurus student loan?
Pembicaraan tim marketing kami dengan Bank Mandiri memang bisa. Logikanya, pasti semua pihak sudah setuju. Sebenarnya PT SRI yang cari dana men-support Yayasan, karena Yayasan Surya Institute rugi terus. Seperti Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya, awalnya juga tidak mungkin hidup kalau tidak di-support PT SRI.
Dosen dan mahasiswa memilih meninggalkan kampus Universitas Surya?
Kami sudah bicarakan waktu perampingan dan restrukturisasi. Kami bilang, kami beresin dulu universitas, lalu kami cari gajinya. Sekarang sudah mulai dicicil, tapi belum seluruhnya.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/...n-mahasiswanya
TEMPO.CO, Jakarta - Ditinggalkan banyak dosen dan mahasiswa, pemilik sekaligus rektor Universitas Surya, Profesor Yohanes Surya, optimistis manajemen kampusnya segera keluar dari krisis keuangan. Ditemui Tempo di ruang kerjanya pada pertengahan Juni lalu, doktor lulusan College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, ini yakin kampusnya bakal bangkit kembali. “Sebentar lagi masalah ini akan selesai,” kata Yohanes.
Kampus Universitas Surya, yang berada di kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, beroperasi pada 2013. Perguruan tinggi swasta ini tengah terjerat utang kredit tanpa agunan di Bank Mandiri Rp 16 miliar. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Yohanes Surya. Wawancara lengkapnya baca majalah Tempo edisi pekan ini, 24-30 Juli 2017.
Universitas Surya memperoleh dana lewat KTA student loan atas nama orang tua mahasiswa dari Bank Mandiri, tapi orang tua tidak menyadari itu.
Saya mendapat info soal KTA ini bahwa ada satu universitas yang pernah melakukannya. Saya pikir ini ada baiknya. Lalu saya minta tim marketing mengurusnya. Saya kurang tahu di lapangan seperti apa. Setahu saya, ada penjelasan dari Mandiri, tapi mungkin ada orang tua yang tidak mendapat penjelasan.
Dalam perjanjian kerja sama tentang student loan, justru yang bertanda tangan adalah PT Surya Research International (SRI) dan Bank Mandiri.
Iya, benar. Memang Bank Mandiri tidak bisa melakukan perjanjian dengan Yayasan Surya Institute. Kami pinjam PT SRI untuk melakukan kerja sama ini. Kami harus melakukannya untuk mendapatkan student loan.
Kenapa kampus tidak menyiapkan dana sejak awal?
Kami memang punya gedung. Waktu itu, kami pikir ada universitas yang pernah melakukan student loan, kami coba. Ini bisa ditanyakan ke Bank Mandiri.
Apa pertimbangan Anda memilih membayar gaji dosen dengan student loan?
Kami punya sumber-sumber, gedung dijaminkan, mendapat pinjaman dari bank, itu satu alternatif. Ketika ada student loan, kami pikir jalan dengan Mandiri akan lancar. Namun ternyata ke sininya mandek. Kalau tahu akan seperti ini, enggak usah pakai student loan.
Mengapa menggunakan PT SRI saat mengurus student loan?
Pembicaraan tim marketing kami dengan Bank Mandiri memang bisa. Logikanya, pasti semua pihak sudah setuju. Sebenarnya PT SRI yang cari dana men-support Yayasan, karena Yayasan Surya Institute rugi terus. Seperti Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya, awalnya juga tidak mungkin hidup kalau tidak di-support PT SRI.
Dosen dan mahasiswa memilih meninggalkan kampus Universitas Surya?
Kami sudah bicarakan waktu perampingan dan restrukturisasi. Kami bilang, kami beresin dulu universitas, lalu kami cari gajinya. Sekarang sudah mulai dicicil, tapi belum seluruhnya.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/...n-mahasiswanya
Sangat disayangkan sekali kalau universitas ini terancam ditutup. semoga ada Investor yang masuk. gue liat visinya profesor surya padahal buat mendorong terciptanya private-research university pertama di indonesia.
Universitas2 bagus di amerika yang punya kualitas riset bagus kayak Stanford, MIT, Tufts, CalTech, serta Ivy league kayak Harvard, Yale, Brown, Dartmouth sama Penn malah didominasi private-funding. kalau disini yang swasta sibuk nyari duit, persetan dengan yang namanya riset. PTN yang fokus sama riset juga bisa diitung jari
Diubah oleh carlodes1 26-07-2017 09:46




steven.thereds dan viniest memberi reputasi
2
56K
Kutip
304
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan