- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Membelikan Mainan Anak Atau MENABUNG UNTUK LIBURAN KELUARGA


TS
komunitasjalan2
Membelikan Mainan Anak Atau MENABUNG UNTUK LIBURAN KELUARGA
Sebagai orang tua dengan anak yang masih kecil atau usia sekolah, tentu kita kerap kali membelikan anak-anak kita mainan mulai dari yang sederhana sampai yang mewah. Tentu itu adalah hal yang lumrah dan memang diperlukan untuk melatih keterampilan anak-anak kita. Memberikan mainan terkhusus yang konvensional (bukan gadget) adalah bagian dari melatih kemampuan motorik dan sensorik anak. Apalagi jika permainannya yang melibatkan interaksi dengan orang lain, tentu hal itu sangat bermanfaat untuk kemampuan sosial mereka.
Tanpa mengesampingkan perlunya memberikan mainan kepada anak, terkadang kita juga lupa bahwa perkembangan emosi dan pola pikir anak tidak hanya didapat dari mainan dan bangku sekolah. Anak-anak apalagi di usia sekolah 6-15 tahun, perlu mendapatkan asupan rohani dan pemikiran melalui plesiran atau liburan. Tapi, sepenting apakah plesiran itu bagi seorang anak? Sekali lagi tanpa mengesampinhkan pentingnya mainan, apakah liburan jauh lebih bermanfaat?
1. Antara Benda Fisik dan Non Fisik
Membandingkan antara membeli mainan dengan liburan itu ibarat membandingkan benda fisik dengan non fisik. Sama halnya dengan kita yang butuh makan tetapi juga butuh hiburan. Keduanya sama-sama penting. Bedanya, jika bentuk fisik mainan ada jangka waktu kelayakan gunanya, sedangkan liburan akan terus melekat dalam ingatan sepanjang usia.
Point ‘ingatan’ alias pengalaman inilah yang mungkin memiliki nilai lebih jika kamu pergi liburan bersama anak. Pergi ke tempat yang berbeda akan memberikan pengalaman yang berbeda. Ingat ! liburan bukan berarti pergi jauh ke luar kota, mengajak anak pergi ke museum, taman kota, tempat bersejarah, dan lokasi menarik lain di dalam kota juga bisa dilakukan.

Antara benda fisik dan non fisik (pengalaman)
Jika setiap dua minggu sekali saja tempat baru yang kamu dan anak datangi, maka terbayang berapa banyak pengalaman dan ilmu baru yang anak kalian dapatkan dalam setahun. Itu baru jika didalam kota, berbeda lagi tentunya jika kamu setidaknya setahun sekali liburan keluar kota, maka dalam perjalanan itu ada lebih banyak pengalaman yang mereka dapat. Memang itu terlihat menghambur-hamburkan uang karena tidak ada bentuk fisiknya, tetapi toh sama halnya dengan sekolah, ilmu juga tidak berbentuk fisik, bukan? Tapi nyatanya kita sepakat bahwa ilmu di sekolah itu penting.
2. Keeratan Hubungan, Anak dan Mainan vs Anak dan Orang Tua

Liburan, mengeratkan hubungan orang tua dan anak
Tak diragukan lagi bahwa liburan keluarga akan membuat hubungan antara Orang tua dan anak terjalin lebih erat. Beberapa survei sepakat seperti dari penelitian ‘Project : Time Off’ yang menyatakan bahwa sekitar 84% responden anak merasa lebih dekat dengan orang tua ketika sedang liburan. Hal ini tentu saja terjadi karena anak-anak masih tergantung dengan orang tua apalagi ketika mereka tidak berada di rumah. Berbeda jika ia bermain dengan mainan, seringkali orang tua mengabaikan anaknya karena dirasa sudah aman. Anak pun merasa tidak perlu bantuan orang tua karena mainan sudah cukup bagi mereka.
Menjadi jauh lebih penting lagi peran liburan bagi hubungan anak dan orang tua ialah ketika orang tua memang memiliki waktu terbatas setiap harinya dengan anak karena urusan kerja. Jika sehari mungkin intensitas kebersamaan orang tua (ibu dan ayah dalam satu waktu) dengan anak hanya berlangsung 1-2 jam saja, maka semua akan bisa di ‘bayar’ ketika pergi liburan. Tentunya kebersamaan ini tidak bisa disubtitusi dengan benda berupa mainanan. Tidak lucu bukan, kalau anak lebih sayang dengan mainan dari pada dengan orang tuanya.
3. Liburan, Mengambangkan Play System dan Seeking System Anak
Seorang ahli syaraf dari Washington State University, Profestor Jaak Pankepp menemukan sistem genetic di bagian limbic otak yang ia beri nama Play System dan Seeking System.
Play System terlatih ketika anak bermain dengan gerak motorik dan sentuhan seperti ketika menginjak pasir, berenang, atau mengangkat anak di belakang punggung. Sedangkan Seeking System dilatih di setiap kali anak pergi berjelajah seperti ke hutan, pantai, dan lainnya. Nah, kedua sistem ini bisa dikembangkan melalui berpetualang alias liburan.

Interaksi Anak dengan alam, membuat anak jauh lebih berkembang baik (Ilustrasi via dmalldepok.com)
Lantas apa pentingnya dua sistem ini? Ternyata kedua ini penting untuk meningkatkan rasa saling cinta antar sesama, mengurangi stress, mengeratkan jalinan dengan keluarga, dan termasuk meningkatkan rasa rendah hati.
4. Antara Belajar Terbatas dan Belajar Tanpa Batas
Hal yang sering dilupakan Orang tua ketika mengajak anaknya liburan ialah tentang proses belajar. Jika dengan permainan yang ada anak hanya belajar secara terbatas dan itu-itu saja, maka dengan pergi keluar rumah proses belajar itu menjadi jauh lebih luas. Karena itupula, penting rasanya untuk menjadi orang tua bijak sebelum berpergian keluar..

Bermain juga bentuk belajar, tapi jika itu-itu saja, pasti membosankan juga bukan? (ilustrasi via 4cminews.com)
Baiknya, sebelum kalian memutuskan pergi ke satu tempat, pelajari dulu tentang tempat tersebut. Misalkan, kalian berencana liburan ke perkebunan teh, maka kalian bisa mencari tahu segala hal tentang teh seperti sejarah teh, jenis-jenis teh, proses budidaya teh, produk hasil teh, dan apapun yang bisa digali. Dari informasi yang kalian dapat itulah kalian bisa membaginya kepada anak selama berlibur. Hal ini tentu membuat pengetahuan yang didapat jauh lebih melekat diingatan karena disampaikan langsung di lapang dan dalam kondisi yang senang.
Bayangkan, ada berapa banyak ilmu yang bisa anak dapatkan dari cerita yang kalian sampaikan. Kalian juga tentunya mendapat ilmu baru karena harus mencari tahunya lebih dulu. Lebih dari itu, anak juga bisa jauh lebih menghargai kalian karena mereka merasa orang tuanya pandai dan pantas untuk dihargai.
5. Antara ‘Mandiri’ dan Mandiri
Ya, Bermain dan Liburan sebenarnya sama-sama melatih kemandirian. Tapi keduanya punya arah yang berbeda antara satu dan lainnya.

Bermain Gadget bukan berati melatih anak untuk mandiri (ilustrasi via belitung.tribunnews.com)
‘Kemandirian’ anak karena sibuk bermain dengan mainannya adalah bentuk kemandirian yang kurang terarah bakan bisa saja cenderung ke sifat anti-sosial apabila mainannya bersifat individu. Nyatanya, zaman sekarang justru mainan yang mendorong anak untuk ‘ansos’ malah menjamur, gadget contohnya. Banyak orang tua yang pada akhirnya bersedia membelikan anaknya gadget karena dengan begitu sang anak bisa diam berjam-jam dan tidak membuat kegaduhan. Buktinya sekarang sudah jarang kita temui teriakan orang tua yang memanggil anaknya agar pulang karena sudah maghrib, karena toh anaknya sudah duduk manis dirumah memandang layar gadgetnya. Tentu ini bukan kemandirian yang benar, karena mandiri tidak sama dengan anti-sosial.
Berbeda dengan ketika mengajak anak liburan. Mereka bisa kita ajarkan mandiri seperti menyiapkan perlengkapan dan memastikan barang-barang pribadinya aman. Mereka juga bisa belajar mandiri melalui managemen waktu bahkan bisa juga managemen uang. Latih mereka memegang sejumlah uang untuk jajan dan biarkan ia mengelolanya sendiri. Kemandirian seperti ini tentu sangat bermanfaat karena mereka tetap dalam koridor dan pengawasan.
Jadi, Selain Membeli Mainan, Sisihkan Juga untuk Menyiapkan Biaya Liburan

Ilustrasi via marketing.co.id
Ya, Jika sebelumnya kamu mengalokasikan uang untuk membeli mainan, maka tak ada salahnya juga membaginya untuk ditabung sebagai tabungan khusus liburan. Membelikan mainan yang mewah mungkin menjadi prestise tersendiri, tapi jangan lupa bahwa anak-anak lebih memerlukan fungsi dibanding gengsi.
Misalkan dalam satu bulan kamu menyiapkan dana 500 ribu untuk membeli mainan baru, maka bisa dikurangi menjadi 300 ribu saja, sisanya ditabung untuk biaya liburan. Jika sebulan kalian bisa mengumpulkan 200 ribu saja, maka setahun kamu sudah bisa mendapat 2,4 juta. Sudah cukup membantu pembiayaan liburan bukan? Dimana ada niat, disitu ada jalan.
SUMBER
Tanpa mengesampingkan perlunya memberikan mainan kepada anak, terkadang kita juga lupa bahwa perkembangan emosi dan pola pikir anak tidak hanya didapat dari mainan dan bangku sekolah. Anak-anak apalagi di usia sekolah 6-15 tahun, perlu mendapatkan asupan rohani dan pemikiran melalui plesiran atau liburan. Tapi, sepenting apakah plesiran itu bagi seorang anak? Sekali lagi tanpa mengesampinhkan pentingnya mainan, apakah liburan jauh lebih bermanfaat?
1. Antara Benda Fisik dan Non Fisik
Membandingkan antara membeli mainan dengan liburan itu ibarat membandingkan benda fisik dengan non fisik. Sama halnya dengan kita yang butuh makan tetapi juga butuh hiburan. Keduanya sama-sama penting. Bedanya, jika bentuk fisik mainan ada jangka waktu kelayakan gunanya, sedangkan liburan akan terus melekat dalam ingatan sepanjang usia.
Point ‘ingatan’ alias pengalaman inilah yang mungkin memiliki nilai lebih jika kamu pergi liburan bersama anak. Pergi ke tempat yang berbeda akan memberikan pengalaman yang berbeda. Ingat ! liburan bukan berarti pergi jauh ke luar kota, mengajak anak pergi ke museum, taman kota, tempat bersejarah, dan lokasi menarik lain di dalam kota juga bisa dilakukan.

Antara benda fisik dan non fisik (pengalaman)
Jika setiap dua minggu sekali saja tempat baru yang kamu dan anak datangi, maka terbayang berapa banyak pengalaman dan ilmu baru yang anak kalian dapatkan dalam setahun. Itu baru jika didalam kota, berbeda lagi tentunya jika kamu setidaknya setahun sekali liburan keluar kota, maka dalam perjalanan itu ada lebih banyak pengalaman yang mereka dapat. Memang itu terlihat menghambur-hamburkan uang karena tidak ada bentuk fisiknya, tetapi toh sama halnya dengan sekolah, ilmu juga tidak berbentuk fisik, bukan? Tapi nyatanya kita sepakat bahwa ilmu di sekolah itu penting.
2. Keeratan Hubungan, Anak dan Mainan vs Anak dan Orang Tua

Liburan, mengeratkan hubungan orang tua dan anak
Tak diragukan lagi bahwa liburan keluarga akan membuat hubungan antara Orang tua dan anak terjalin lebih erat. Beberapa survei sepakat seperti dari penelitian ‘Project : Time Off’ yang menyatakan bahwa sekitar 84% responden anak merasa lebih dekat dengan orang tua ketika sedang liburan. Hal ini tentu saja terjadi karena anak-anak masih tergantung dengan orang tua apalagi ketika mereka tidak berada di rumah. Berbeda jika ia bermain dengan mainan, seringkali orang tua mengabaikan anaknya karena dirasa sudah aman. Anak pun merasa tidak perlu bantuan orang tua karena mainan sudah cukup bagi mereka.
Menjadi jauh lebih penting lagi peran liburan bagi hubungan anak dan orang tua ialah ketika orang tua memang memiliki waktu terbatas setiap harinya dengan anak karena urusan kerja. Jika sehari mungkin intensitas kebersamaan orang tua (ibu dan ayah dalam satu waktu) dengan anak hanya berlangsung 1-2 jam saja, maka semua akan bisa di ‘bayar’ ketika pergi liburan. Tentunya kebersamaan ini tidak bisa disubtitusi dengan benda berupa mainanan. Tidak lucu bukan, kalau anak lebih sayang dengan mainan dari pada dengan orang tuanya.
3. Liburan, Mengambangkan Play System dan Seeking System Anak
Seorang ahli syaraf dari Washington State University, Profestor Jaak Pankepp menemukan sistem genetic di bagian limbic otak yang ia beri nama Play System dan Seeking System.
Play System terlatih ketika anak bermain dengan gerak motorik dan sentuhan seperti ketika menginjak pasir, berenang, atau mengangkat anak di belakang punggung. Sedangkan Seeking System dilatih di setiap kali anak pergi berjelajah seperti ke hutan, pantai, dan lainnya. Nah, kedua sistem ini bisa dikembangkan melalui berpetualang alias liburan.

Interaksi Anak dengan alam, membuat anak jauh lebih berkembang baik (Ilustrasi via dmalldepok.com)
Lantas apa pentingnya dua sistem ini? Ternyata kedua ini penting untuk meningkatkan rasa saling cinta antar sesama, mengurangi stress, mengeratkan jalinan dengan keluarga, dan termasuk meningkatkan rasa rendah hati.
4. Antara Belajar Terbatas dan Belajar Tanpa Batas
Hal yang sering dilupakan Orang tua ketika mengajak anaknya liburan ialah tentang proses belajar. Jika dengan permainan yang ada anak hanya belajar secara terbatas dan itu-itu saja, maka dengan pergi keluar rumah proses belajar itu menjadi jauh lebih luas. Karena itupula, penting rasanya untuk menjadi orang tua bijak sebelum berpergian keluar..

Bermain juga bentuk belajar, tapi jika itu-itu saja, pasti membosankan juga bukan? (ilustrasi via 4cminews.com)
Baiknya, sebelum kalian memutuskan pergi ke satu tempat, pelajari dulu tentang tempat tersebut. Misalkan, kalian berencana liburan ke perkebunan teh, maka kalian bisa mencari tahu segala hal tentang teh seperti sejarah teh, jenis-jenis teh, proses budidaya teh, produk hasil teh, dan apapun yang bisa digali. Dari informasi yang kalian dapat itulah kalian bisa membaginya kepada anak selama berlibur. Hal ini tentu membuat pengetahuan yang didapat jauh lebih melekat diingatan karena disampaikan langsung di lapang dan dalam kondisi yang senang.
Bayangkan, ada berapa banyak ilmu yang bisa anak dapatkan dari cerita yang kalian sampaikan. Kalian juga tentunya mendapat ilmu baru karena harus mencari tahunya lebih dulu. Lebih dari itu, anak juga bisa jauh lebih menghargai kalian karena mereka merasa orang tuanya pandai dan pantas untuk dihargai.
5. Antara ‘Mandiri’ dan Mandiri
Ya, Bermain dan Liburan sebenarnya sama-sama melatih kemandirian. Tapi keduanya punya arah yang berbeda antara satu dan lainnya.

Bermain Gadget bukan berati melatih anak untuk mandiri (ilustrasi via belitung.tribunnews.com)
‘Kemandirian’ anak karena sibuk bermain dengan mainannya adalah bentuk kemandirian yang kurang terarah bakan bisa saja cenderung ke sifat anti-sosial apabila mainannya bersifat individu. Nyatanya, zaman sekarang justru mainan yang mendorong anak untuk ‘ansos’ malah menjamur, gadget contohnya. Banyak orang tua yang pada akhirnya bersedia membelikan anaknya gadget karena dengan begitu sang anak bisa diam berjam-jam dan tidak membuat kegaduhan. Buktinya sekarang sudah jarang kita temui teriakan orang tua yang memanggil anaknya agar pulang karena sudah maghrib, karena toh anaknya sudah duduk manis dirumah memandang layar gadgetnya. Tentu ini bukan kemandirian yang benar, karena mandiri tidak sama dengan anti-sosial.
Berbeda dengan ketika mengajak anak liburan. Mereka bisa kita ajarkan mandiri seperti menyiapkan perlengkapan dan memastikan barang-barang pribadinya aman. Mereka juga bisa belajar mandiri melalui managemen waktu bahkan bisa juga managemen uang. Latih mereka memegang sejumlah uang untuk jajan dan biarkan ia mengelolanya sendiri. Kemandirian seperti ini tentu sangat bermanfaat karena mereka tetap dalam koridor dan pengawasan.
Jadi, Selain Membeli Mainan, Sisihkan Juga untuk Menyiapkan Biaya Liburan

Ilustrasi via marketing.co.id
Ya, Jika sebelumnya kamu mengalokasikan uang untuk membeli mainan, maka tak ada salahnya juga membaginya untuk ditabung sebagai tabungan khusus liburan. Membelikan mainan yang mewah mungkin menjadi prestise tersendiri, tapi jangan lupa bahwa anak-anak lebih memerlukan fungsi dibanding gengsi.
Misalkan dalam satu bulan kamu menyiapkan dana 500 ribu untuk membeli mainan baru, maka bisa dikurangi menjadi 300 ribu saja, sisanya ditabung untuk biaya liburan. Jika sebulan kalian bisa mengumpulkan 200 ribu saja, maka setahun kamu sudah bisa mendapat 2,4 juta. Sudah cukup membantu pembiayaan liburan bukan? Dimana ada niat, disitu ada jalan.
SUMBER


zharki memberi reputasi
1
2.8K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan