- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Reshuffle Jilid 3 dan Misi Memperkuat Ekonomi Indonesia


TS
anakmudaindia
Reshuffle Jilid 3 dan Misi Memperkuat Ekonomi Indonesia
Spoiler for WELCOME:

Spoiler for Presiden Joko Widodo Saat Menyampaikan Paket Kebijakan Ekonomi:

Quote:
Sinyal perombakan kabinet melalui Reshuffle Jilid 3 kian menguat, terlebih lagi desakan reshuffle itu muncul akibat masih lemahnya kondisi ekonomi di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, dalam 3 tahun pemerintahan Jokowi - JK, kondisi ekonomi Indonesia berada pada titik terlemahnya di tahun 2017 ini. Hal itu bisa dilihat dari semakin rendahnya daya beli masyarakat, laju inflasi yang kian meningkat, target pertumbuhan ekonomi yang lemah, hingga terancamnya APBN akibat defisit anggaran yang hampir mencapai 3%.
Prediksi lemahnya kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2017 bahkan pernah diungkap oleh Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia (BI) mengoreksi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 dari 5,2-5,6 persen menjadi 5,1-5,5 persen. Koreksi ini tentunya turun dari asumsi pemerintah yang mengusulkan target pertumbuhan ekonomi di angka 5,3 % kedalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.
“Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 dapat berada pada kisaran 5,1 persen sampai 5,5 persen lebih tinggi dari kisaran perkiraan pertumbuhan ekonomi 2016,” tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dalam Rapat Kerja dengan pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (30/8/2016) malam.
Prediksi tersebut setidaknya dapat kita buktikan dengan semakin lemahnya kondisi perekonomian di Indonesia pada saat ini, khususnya yang menyangkut pada daya beli masyarakat yang kian melemah. Meskipun pemerintah pada akhirnya berhasil menekan angka Inflasi pada musim lebaran kemarin, namun ditemukan beberapa fakta di lapangan mengenai menurunnya angka penjualan produk – produk konsumsi masyarakat dibandingkan musim lebaran tahun lalu.
Menurunnya angka penjualan tersebut dikeluhkan oleh beberapa pengusaha ritel, termasuk insiden bangkrutnya gerai ritel Seven Eleven yang cukup mengejutkan di tahun ini. Penjualan pakaian di Pasar Tanah Abang sendiri bahkan melorot sampai 30 persen dibandingkan musim lebaran tahun lalu. Kemerosotan 50-70 persen dikabarkan terjadi merata di Blok A, B dan F. Akibatnya, beberapa stok pakaian mengalami penumpukan di gudang – gudang penjualan.
Politisi sekaligus pemerhati ekonomi, Heri Gunawan mengungkapkan fakta-fakta tersebut untuk menunjukkan bahwa memang ada masalah serius dalam perekonomi nasional yang sekilas tidak tampak mata, namun bisa kita rasakan sendiri ketika bersinggungan langsung dengan masyarakat.
"Semua fakta-fakta itu adalah warning buat pemerintah dan harus diperhatikan pemerintah secara serius. Jangan hanya berkutat dengan angka-angka di atas kertas saja. Sebaiknya turun ke lapangan. Lihat langsung apa yang sesungguhnya sedang terjadi di bawah," kata Heri kepada wartawan, Selasa (04/07/2017).
Sejalan dengan fakta – fakta tersebut, Peneliti Senior Institute Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyebutkan bahwa kondisi lemahnya daya beli masyarakat tersebut juga turut mengakibatkan terjadinya PHK di beberapa perusahaan ritel dan supermarket yang terkena imbas.
"Seluruh supermarket konsumsi yang dulu diandalkan sekarang anjlok semua. Hypermart layoff karyawan. Tandanya, daya beli melemah," kata Didik.
Lemahnya daya beli masyarakat merupakan cerminan dari semakin melebarnya kesenjangan masyarakat. Menurut Didik, Indonesia masih masuk kedalam tiga besar negara yang tingkat ketimpangan dan kesenjangannya paling tinggi.
"Indeks gini rasio, walaupun ini pengeluaran dan tidak mencerminkan aset itu tetap naik. Indonesia termasuk tiga negara besar yang paling senjang di dunia. 1% dari pemilik account di bank, menguasai 80% dari total uang. Itu kesenjangan luar biasa," tutur Didik.
Selain itu, menurunnya daya beli masyarakat juga disebabkan karena ketidakmampuan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution dalam mengontrol kenaikan harga komoditas pangan. Meskipun kenaikan komoditas pangan ini terkait langsung dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, akan tetapi Darmin juga seharusnya ikut bertanggung jawab karena dua kementerian ini di bawah koordinasinya.
"Semua harga diserahkan ke pasar. Rakyat jadi ngos-ngosan," ujar pengamat politik anggaran sekaligus Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Jumat (10/02/2017).
Bagi Uchok, naiknya harga komoditas pangan tersebut akibat kurangnya kontrol dari pemerintah khususnya Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, sehingga harga – harga tersebut melesat secara liar di pasaran.
"Ini luar biasa, prestasi yang harus diberikan jempol dua jari karena menyengsarakan rakyat," demikian Uchok
Mengingat akan kondisi itulah, desakan masyarakat untuk merombak tim ekonomi dalam Kabinet Kerja jelang reshuffle jilid 3 semakin menguat. Masyarakat sangat berharap, Presiden Joko Widodo menyoroti tim keuangannya yang dianggap belum mampu meningkatkan perekonomian di Indonesia. Apalagi Presiden Jokowi berharap, kedepannya pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menembus angka 6%, karena itulah tim ekonomi yang kuat sangat dibutuhkan dalam jajaran kabinet pada reshuffle Jilid 3 nanti.
“Dimana pertumbuhan ekonomi hanya mampu berada pada kisaran 5 persen. memang yang paling layak untuk direshuffle adalah tim ekonomi, butuh figur-figur yang lebih kapabel untuk bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ujar Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya’roni di Jakarta, Kamis (13/07/2017).
“Karena tim ekonomi tidak memiliki terobosan yang dibuat. Yang ada hanya terobosan instan seperti mencabut subsidi dan menaikkan pajak. Sehingga kebijakan tersebut makin memperparah keterpurukan ekonomi Indonesia,” lanjut Sya’roni.
Spoiler for Jangan Lupa:

0
3K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan