- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ini Alasan Psikopat Enggak Mencintai Anaknya Sendiri


TS
tinylady
Ini Alasan Psikopat Enggak Mencintai Anaknya Sendiri
Bila melihat di sekiling kita ada orang tua yang bersikap kasar terhadap anaknya, narsis, manipulatif, dan tidak menunjukkan rasa bersalah, mungkin saja dia memiliki kepribadian Dark Triad Personality (DTP). DTP memiliki gabungan kepribadian narsistik, psikopati, dan manipulatif. Yuk cekidot artikelnya Gan!
Quote:
Orangtua penderita Dark Triad Personality (DTP)akan bersifat narsis dan kurang memiliki empati. Mereka enggak akan benar-benar mampu mencintai anaknya sendiri.

Anak akan dipandang rendah oleh orangtua DTP. Apapun yang dikehendaki orangtua, haruslah dilakukan si anak. (Joshua Clay/Unsplash.com)
Apa itu DTP?
Dark Triad Personality (DTP) adalah kepribadian yang ditandai dengan narsisme, machiavellianisme, dan psikopati. Ciri-ciri ini terwujud pada orang-orang yang mencintai dirinya secara berlebihan, manipulatif, dan kurang memiliki empati.

DTP dianggap memiliki obsesi pada dirinya sendiri. Dalam menjalin sebuah hubungan, seringkali mereka kasar dan suka memanipulasi pasangannya.
Narsisis 'Tidak Pernah Bisa Benar-benar Mencintai Seseorang'
Menurut Perpetua Neo, seorang psikolog dan terapis yang mengkhususkan diri pada penderita DTP, "Narsisis, psikopat, dan sosiopat tidak memiliki rasa empati. Mereka tidak akan mengembangkan rasa empati tersebut, sehingga mereka tidak akan pernah benar-benar mencintai seseorang," katanya kepada Business Insider.
Psikopat VS. Narsis
Persamaan: keduanya minim empati
Perbedaan:
Psikopat: tidak memiliki rasa empat dan hati nurani. Cenderung memusuhi, memanipulasi, atau memperlakukan orang lain dengan kasar dan tidak berperasaan. Mereka mungkin sering melanggar hukum, namun mereka tidak menunjukkan bersalah atau menyesal.
Narsis: memiliki dorongan untuk jadi pusat perhatian, melalui pujaan di lingkungan sekitar. Kadang bisa menjadi agresif. Suka berbohong yang rumit dalam percakapan dengan orang lain demi kepuasan pribadi. Berbeda dengan para psikopat, penderita narsistik sering menampilkan emosi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang narsistik dapat menderita akibat penghinaan, sementara psikopat tidak.
Hal ini gak akan berubah meskipun mereka memiliki anak. Mereka gak punya naluri buat ngelindungin anak mereka, dan anak hanyalah sebuah boneka bagi mereka," tambah Neo.
Dalam keluarga yang sehat, anak diajarkan gimana mengenal dunia mereka, sedangkan anak dari orangtua DTP justru gak bisa mengenal perasaan mereka sendiri.
"Segala hal yang dimiliki anak akan selalu mendapat campur tangan dari ortu DTP. Anak-anak tumbuh dengan ketidakyakinan terhadap batas emosional mereka," ujar Neo.
Anak akan dipandang rendah oleh ortu DTP. Apapun yang dikehendaki ortu, haruslah dilakukan si anak. Dengan kata lain, anak juga dijadikan sebagai pelampiasan emosional ortu mereka.
Bagi Mereka, Anak Adalah 'Kantong Tinju'
Anak dianggap sebagai 'Kantong Tinju', baik secara fisik maupun emosional. Ketika si anak telah tumbuh dewasa dan memiliki berbagai kelebihan, ortu DTP akan cenderung memperolok kelebihan tersebut. Sehingga, anak akan dibesarkan dengan pemikiran, bahwa ia enggak punya nilai berharga apapun sepanjang hidupnya.
Ketika penderita DTP memiliki lebih dari satu anak, akan ada ada 'anak emas' dan 'kambing hitam'.
Si 'anak emas' enggak akan pernah berbuat salah dan selalu dicintai ortu DTP, sedangkan 'kambing hitam' akan selalu disalahkan. Dengan kondisi seperti itu, ortu DTP cenderung suka untuk 'mengadu' anak-anak mereka dan menciptakan persaingan di antara keduanya.
Jika ada anaknya lebih dari dua, (tiga anak), akan ada yang menjadi "anak yang hilang" dan diabaikan sama sekali. "Jika ortu tersebut narsistik, maka anaknya akan selalu dianggap rendah dan diperlakukan semaunya sendiri,"
Menurut blog NarcissisticMother.com yang ditulis oleh psikoterapis Michelle Piper, kasus seperti ini jarang ditemukan. Dalam tulisannya, Pipper mengungkapkan bahwa ortu narsistik membenci anak-anaknya yang tumbuh dewasa. Mereka akan berusaha mencegah hal tersebut untuk "terus membelai ego mereka yang rapuh".
Apakah ortu DTP akan membuat anaknya mengidap DTP juga?
"Anak DTP yang tumbuh dewasa akan selalu mempertimbangkan apa yang mereka lakukan dengan tuntutan ortu mereka, karena itu sudah menjadi hukum alam keluarganya," ujar Pipper.
Salah satu cara yang kurang umum oleh anak DTP adalah "respons pengepungan", memanipulasi orang lain sebagai bentuk "pembalasan" terhadap ortu mereka yang nuntut segala hal.
Sedangkan respons yang lebih umum adalah "respons kepatuhan". Dalam kondisi ini, anak akan mengesampingkan kepentingan pribadinya dan berusaha menyenangkan setiap orang yang ia temui.
"Saat itulah mereka menjadi orang yang berempati, terlalu banyak memberi, dan dimanfaatkan oleh para narsisis lain," tulis Pipper
Bagaimana Anda ternyata tergantung pada bagaimana sistem keluarga Anda. Sebagian besar ‘anak emas’ justru lebih bernasib buruk daripada anak yang dijadikan sebagai ‘kambing hitam’.
Menurut Neo, ketika si ‘anak emas’ dikucilkan di lingkungannya, ia akan merasa terpuruk seketika, karena perbuatan apapun yang ia lakukan selalu berlandaskan dari orangtuanya.
Hal yang berbeda terjadi pada si ‘kambing hitam’. Ia akan tumbuh sebagai anak yang mandiri dan menemukan kebebasan. Mereka dapat melepaskan diri dan menciptakan kehidupan baru yang sehat.
Anak akan dipandang rendah oleh orangtua DTP. Apapun yang dikehendaki orangtua, haruslah dilakukan si anak. (Joshua Clay/Unsplash.com)
Apa itu DTP?
Dark Triad Personality (DTP) adalah kepribadian yang ditandai dengan narsisme, machiavellianisme, dan psikopati. Ciri-ciri ini terwujud pada orang-orang yang mencintai dirinya secara berlebihan, manipulatif, dan kurang memiliki empati.

Spoiler for Machiavellianisme:
Machiavellianisme dalam psikologi mengacu pada sifat kepribadian seseorang yang terfokus pada kepentingan mereka sendiri sehingga mereka bakal memanipulasi, menipu, dan mengeksploitasi orang lain buat mencapai tujuan mereka.
DTP dianggap memiliki obsesi pada dirinya sendiri. Dalam menjalin sebuah hubungan, seringkali mereka kasar dan suka memanipulasi pasangannya.
Narsisis 'Tidak Pernah Bisa Benar-benar Mencintai Seseorang'
Menurut Perpetua Neo, seorang psikolog dan terapis yang mengkhususkan diri pada penderita DTP, "Narsisis, psikopat, dan sosiopat tidak memiliki rasa empati. Mereka tidak akan mengembangkan rasa empati tersebut, sehingga mereka tidak akan pernah benar-benar mencintai seseorang," katanya kepada Business Insider.
Spoiler for Persamaan & Perbedaan Psikopat dan Narsis:
Psikopat VS. Narsis
Persamaan: keduanya minim empati
Perbedaan:
Psikopat: tidak memiliki rasa empat dan hati nurani. Cenderung memusuhi, memanipulasi, atau memperlakukan orang lain dengan kasar dan tidak berperasaan. Mereka mungkin sering melanggar hukum, namun mereka tidak menunjukkan bersalah atau menyesal.
Narsis: memiliki dorongan untuk jadi pusat perhatian, melalui pujaan di lingkungan sekitar. Kadang bisa menjadi agresif. Suka berbohong yang rumit dalam percakapan dengan orang lain demi kepuasan pribadi. Berbeda dengan para psikopat, penderita narsistik sering menampilkan emosi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang narsistik dapat menderita akibat penghinaan, sementara psikopat tidak.
Hal ini gak akan berubah meskipun mereka memiliki anak. Mereka gak punya naluri buat ngelindungin anak mereka, dan anak hanyalah sebuah boneka bagi mereka," tambah Neo.
Dalam keluarga yang sehat, anak diajarkan gimana mengenal dunia mereka, sedangkan anak dari orangtua DTP justru gak bisa mengenal perasaan mereka sendiri.
"Segala hal yang dimiliki anak akan selalu mendapat campur tangan dari ortu DTP. Anak-anak tumbuh dengan ketidakyakinan terhadap batas emosional mereka," ujar Neo.
Anak akan dipandang rendah oleh ortu DTP. Apapun yang dikehendaki ortu, haruslah dilakukan si anak. Dengan kata lain, anak juga dijadikan sebagai pelampiasan emosional ortu mereka.
Bagi Mereka, Anak Adalah 'Kantong Tinju'
Anak dianggap sebagai 'Kantong Tinju', baik secara fisik maupun emosional. Ketika si anak telah tumbuh dewasa dan memiliki berbagai kelebihan, ortu DTP akan cenderung memperolok kelebihan tersebut. Sehingga, anak akan dibesarkan dengan pemikiran, bahwa ia enggak punya nilai berharga apapun sepanjang hidupnya.
Ketika penderita DTP memiliki lebih dari satu anak, akan ada ada 'anak emas' dan 'kambing hitam'.
Si 'anak emas' enggak akan pernah berbuat salah dan selalu dicintai ortu DTP, sedangkan 'kambing hitam' akan selalu disalahkan. Dengan kondisi seperti itu, ortu DTP cenderung suka untuk 'mengadu' anak-anak mereka dan menciptakan persaingan di antara keduanya.
Jika ada anaknya lebih dari dua, (tiga anak), akan ada yang menjadi "anak yang hilang" dan diabaikan sama sekali. "Jika ortu tersebut narsistik, maka anaknya akan selalu dianggap rendah dan diperlakukan semaunya sendiri,"
Menurut blog NarcissisticMother.com yang ditulis oleh psikoterapis Michelle Piper, kasus seperti ini jarang ditemukan. Dalam tulisannya, Pipper mengungkapkan bahwa ortu narsistik membenci anak-anaknya yang tumbuh dewasa. Mereka akan berusaha mencegah hal tersebut untuk "terus membelai ego mereka yang rapuh".
Apakah ortu DTP akan membuat anaknya mengidap DTP juga?
"Anak DTP yang tumbuh dewasa akan selalu mempertimbangkan apa yang mereka lakukan dengan tuntutan ortu mereka, karena itu sudah menjadi hukum alam keluarganya," ujar Pipper.
Salah satu cara yang kurang umum oleh anak DTP adalah "respons pengepungan", memanipulasi orang lain sebagai bentuk "pembalasan" terhadap ortu mereka yang nuntut segala hal.
Sedangkan respons yang lebih umum adalah "respons kepatuhan". Dalam kondisi ini, anak akan mengesampingkan kepentingan pribadinya dan berusaha menyenangkan setiap orang yang ia temui.
"Saat itulah mereka menjadi orang yang berempati, terlalu banyak memberi, dan dimanfaatkan oleh para narsisis lain," tulis Pipper
Bagaimana Anda ternyata tergantung pada bagaimana sistem keluarga Anda. Sebagian besar ‘anak emas’ justru lebih bernasib buruk daripada anak yang dijadikan sebagai ‘kambing hitam’.
Menurut Neo, ketika si ‘anak emas’ dikucilkan di lingkungannya, ia akan merasa terpuruk seketika, karena perbuatan apapun yang ia lakukan selalu berlandaskan dari orangtuanya.
Hal yang berbeda terjadi pada si ‘kambing hitam’. Ia akan tumbuh sebagai anak yang mandiri dan menemukan kebebasan. Mereka dapat melepaskan diri dan menciptakan kehidupan baru yang sehat.
Sumber: http://nationalgeographic.co.id/beri...naknya-sendiri
http://nationalgeographic.co.id/beri...is-apa-bedanya
www.harleytherapy.co.uk/counselling/machiavellianism-psychology.htm

Quote:
Di internet, TS nemu situs tes kepribadian DTP. Kalo ente pada penasaran apakah ente termasuk DTP atau gak, mungkin tes kepribadian online ini bisa ngebantu. Cuma bentar kok isinya. LINK:http://personality-testing.info/tests/SD3/
Kalau mau akurat sih, emang ikutan tes resmi dari psikolog, Gan Sis!
Kalau mau akurat sih, emang ikutan tes resmi dari psikolog, Gan Sis!
Diubah oleh tinylady 21-07-2017 03:33
0
26.7K
Kutip
151
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan