- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal 4 Ratu Hebat di Nusantara Lewat Ilustrasi Kuy ~
TS
illustory
Mengenal 4 Ratu Hebat di Nusantara Lewat Ilustrasi Kuy ~
Quote:
Tribhuwana Wijayatunggadewi
"Wahai Mahapatih, utamakan diplomasi kesatuan daripada senjata, niscaya Lamuri (aceh) Hingga wanin (papua) dapat dipersatukan"
-Tribhuwana Wijayatunggadewi 1336 M setelah sumpah palapa Gajah Mada
Setelah itu muncul nama Nusantara diberbagai literatur jawa dan melayu yang menyebutkan wilayah kekuasaan majapahit.
Masa kepemimpinan Tribhuwana Wijayatunggadewi merupakan titik awal masa keemasan Majapahit dimana kekuasaan selanjutnya diteruskan kepada anaknya Hayam Wuruk.
Tribhuwana Wijayatunggadewi
Meski ia adalah wanita dan seorang raja, namun Tribhuwana ternyata juga memiliki keberanian tinggi di medan perang. Pada tahun 1331, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Karena Gajah Mada dan Ra Kembar ribut sendiri untuk memperebutkan posisi panglima dan cara menumpas pemberontakan dalam misi menumpas Sadeng, ia akhirnya juga berangkat sebagai panglima perang.
-Tribhuwana Wijayatunggadewi 1336 M setelah sumpah palapa Gajah Mada
Setelah itu muncul nama Nusantara diberbagai literatur jawa dan melayu yang menyebutkan wilayah kekuasaan majapahit.
Masa kepemimpinan Tribhuwana Wijayatunggadewi merupakan titik awal masa keemasan Majapahit dimana kekuasaan selanjutnya diteruskan kepada anaknya Hayam Wuruk.
Tribhuwana Wijayatunggadewi
Meski ia adalah wanita dan seorang raja, namun Tribhuwana ternyata juga memiliki keberanian tinggi di medan perang. Pada tahun 1331, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Karena Gajah Mada dan Ra Kembar ribut sendiri untuk memperebutkan posisi panglima dan cara menumpas pemberontakan dalam misi menumpas Sadeng, ia akhirnya juga berangkat sebagai panglima perang.
Spoiler for Tribhuwana Wijayatunggadewi:
Quote:
Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat adalah putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, bukti dari sebuah garis keturunan kesultanan yang bertahta di demak bintoro dengan sah di abad 15. Peranan ratu kalinyamat adalah sebagai putri bangsawan yang memiliki daerah di jepara yang dikenal dengan nama ujung muara kemudian menjadi jumpara dan japara. Transisi sebuah nama yang memiliki arti persinggahan bagi para pedagang dan pelaku navigasi di tanah jawa yang sampai di pantai utara jepara.
Pada masa pemerintahannya (1549-1579),Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, dengan sekala internasional.
Beliau bersama Suaminya membangun dan mengembangkan industri galangan kapal besar-besaran yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Tenaga tersebut melibatkan Arsitek, Tukang kayu dan para pekerja kasar, yang dipimpin langsung oleh suaminya sultan Hadiri dan sang Ratu. Kemajuannya tidak terbatas pada terpenuhinya tujuan –tujuan transportasi di bidang perniagaan saja, tetapi juga untuk mendukung kegiatan militer. Kesibukan Bandar dan pembuatan galangan kapal di jepara telah member peluang terserapnya angkatan kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sultan Hadiri yang memiliki pengalaman panjang sebagai mariner dan ahli di bidang pembuatan kapal mempunyai pegaruh besar terhadap pengembangan tenaga tehnik. Singkat cerita Sultan Hadiri meninggal terbunuh oleh anak buah aryo penagsang tanpa mempunyai keturunan.
Dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Cerita tentang Ratu Kalinyamat memang tidak berakhir dengan digelari duchesse atau lord dari Kerajaan Inggris Raya, tetapi namanya ditulis Diego de Couto menyebutnya dalam sejarah Portugis dengan julukan yang menggetarkan hati: ”Rainha de Jepara, Senora Pade Rosa e Rica” (Ratu Jepara yang penuh kekuatan dan kekuasaan). Orang Portugis menjulukinya sebagai De kranige dame yaitu seorang wanita yang pemberani. Sifat berani Ratu Kalinyamat ini jarang ditemui pada diri perempuan ningrat Jawa lainnya. Keberanian Ratu Kalinyamat diakui baik oleh kawan maupun lawan. Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal jung jawa yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat. Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia. Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “Quilimo atau Quilidamao”. Di akhir hayat Ratu kalinyamat juga pernah membantu orang-orang bugis mengusir portugis. Betapa besarnya pengaruh Ratu Kalinyamat terhadap nama Besar Jawa.
Pada masa pemerintahannya (1549-1579),Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak. Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, dengan sekala internasional.
Beliau bersama Suaminya membangun dan mengembangkan industri galangan kapal besar-besaran yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Tenaga tersebut melibatkan Arsitek, Tukang kayu dan para pekerja kasar, yang dipimpin langsung oleh suaminya sultan Hadiri dan sang Ratu. Kemajuannya tidak terbatas pada terpenuhinya tujuan –tujuan transportasi di bidang perniagaan saja, tetapi juga untuk mendukung kegiatan militer. Kesibukan Bandar dan pembuatan galangan kapal di jepara telah member peluang terserapnya angkatan kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sultan Hadiri yang memiliki pengalaman panjang sebagai mariner dan ahli di bidang pembuatan kapal mempunyai pegaruh besar terhadap pengembangan tenaga tehnik. Singkat cerita Sultan Hadiri meninggal terbunuh oleh anak buah aryo penagsang tanpa mempunyai keturunan.
Dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Cerita tentang Ratu Kalinyamat memang tidak berakhir dengan digelari duchesse atau lord dari Kerajaan Inggris Raya, tetapi namanya ditulis Diego de Couto menyebutnya dalam sejarah Portugis dengan julukan yang menggetarkan hati: ”Rainha de Jepara, Senora Pade Rosa e Rica” (Ratu Jepara yang penuh kekuatan dan kekuasaan). Orang Portugis menjulukinya sebagai De kranige dame yaitu seorang wanita yang pemberani. Sifat berani Ratu Kalinyamat ini jarang ditemui pada diri perempuan ningrat Jawa lainnya. Keberanian Ratu Kalinyamat diakui baik oleh kawan maupun lawan. Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal jung jawa yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat. Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia. Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “Quilimo atau Quilidamao”. Di akhir hayat Ratu kalinyamat juga pernah membantu orang-orang bugis mengusir portugis. Betapa besarnya pengaruh Ratu Kalinyamat terhadap nama Besar Jawa.
Spoiler for Ratu Kalinyamat:
Quote:
"Memangnya siapa itu Portugis?! Takkan kubiarkan
kaki mereka menyentuh tanah Jawa" -Nimas Ratu Kalinyamat 1550M
Saat mengetahui Rencana portugis datang ke jayakarta untuk keduakalinnya. Setelah itu sang ratu mengerahkan ribuan tentara dan ratusan jung jawa besar untuk merebut melaka, serangan tersebut memakan banyak korban dikedua belah pihak yang membuat portugis jera. terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16.
kaki mereka menyentuh tanah Jawa" -Nimas Ratu Kalinyamat 1550M
Saat mengetahui Rencana portugis datang ke jayakarta untuk keduakalinnya. Setelah itu sang ratu mengerahkan ribuan tentara dan ratusan jung jawa besar untuk merebut melaka, serangan tersebut memakan banyak korban dikedua belah pihak yang membuat portugis jera. terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16.
Quote:
Ratu Shima
Maharani/ Ratu Sima atau Shima putri Hyang Syailendra putra Santanu (Sriwijaya) adalah istri Raja Kalingga Kartikeyasinga, Ayahanda Kartikeyasinga adalah Raja Kalingga (632-648) M. Sementara itu ibunda Kartikeyasinga berasal dari Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Raja Melayu Sribuja – yang dikalahkan Sriwijaya tahun 683 M – adalah kakak dari ibunda Prabu Kartikeyasinga. Ratu Sima adalah putri seorang pendeta di wilayah Sriwijaya. Ia dilahirkan tahun 611 M di sekitar wilayah yang disebut Musi Banyuasin. Ia adalah istri pangeran Kartikeyasingha (sebelum jadi raja) yang merupakan keponakan dari Kerajaan Melayu Sribuja. Ia kemudian tinggal di daerah yang dikenal sebagai wilayah Adi Hyang (Leluhur Agung), atau yang sekarang bernama Dieng. Perkimpoian Kartikeyasingha dengan Sima melahirkan dua orang anak, yaitu Parwati dan Narayana (Iswara). Ratu Sima adalah pemeluk Hindu Syiwa yang taat.
Tahun 500 M Pulau Sumatera dikuasai dua kerajaan kuat, yaitu Kerajaan Pali (Utara) dan Kerajaan Melayu Sribuja (di timur) yang beribukota Palembang. Sedangkan Kerajaan Sriwijaya baru merupakan kerajaan kecil di Jambi. Tahun 676 M Kerajaan Pali dan Mahasin (Singapura) ditaklukan Sriwijaya. Tahun 683 M, Kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukan Kerajaan Melayu. Ekspansi Sriwijaya terhadap Kerajaan Melayu yang masih memiliki kekerabatan dengan Kalingga tentu sangat mengganggu hubungan dengan Kalingga. Maka, Sriwijaya mencoba mencairkan hubungan dengan Kerajaan Sunda dan Kalingga. Langkah diplomatik dilakukan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Sunda yang sama-sama, sebagai menantu Maharaja Linggawarman dalam sebuah prasasti yang ditulis dalam dua bahasa, Melayu dan Sunda, jalinan persaudaraan dan persahabatan kemudian dikenal dengan istilah Mitra Pasamayan (inti isi perjanjiannya, untuk tidak saling menyerang dan harus saling membantu).
Kerajaan Kalingga pun ditawari persahabatan, namun Kalingga menolak karena sakit hati atas penyerangan Sriwijaya terhadap Melayu, yang merupakan kerabat Kalingga mengingat Ratu Shima -menurut sebuah pendapat- Sang Ratu dan ibunda Kartikeyasinga berasal dari wilayah Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Ketegangan antara Sriwijaya dan Kalingga menajam sehingga keduanya sudah mempersiapkan pasukan dalam jumlah besar namun, masih dapat dilerai oleh Sri Maharaja Tarusbawa dari Kerajaan Sunda, sebagai sahabat dan kerabat sehingga Sri Jayanasa mengurungkan niatnya menyerang Kalingga, karena Kalingga adalah kerabat Kerajaan Sunda. Keadaan ini berlangsung hingga Sri Jayanasa mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704).
Sang Ratu Shima, dalam pemerintahannya, Kerajaan Kalingga aman karena beralinasi dengan Kerajaan Sunda dan Galuh. Terutama karena sikap tegas dan dia sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar tentang kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua kepercayaan Hindu Budha). Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima juga mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama Subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian melahirkan istilah Tanibhala, atau masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam. Kerajaan Kalingga beratus tahun yang lalu bersinar terang emas penuh kejayaan. Memiliki Maharani Sang Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di banyak negeri. Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya luar biasa, amat dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadap muka dengannya, apalagi menantang. Situasi ini justru membuat Ratu Shima amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.
Sebelum mangkat, Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram/ Kalingga Utara (dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M) bersama suaminya Rahyang Mandiminyak atau Prabu Suraghana selanjutnya Sang Sena atau Prabu Sanna. Di bagian selatan disebut Bumi Sambara/ Kalingga Selatan dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala' (695 M-742) M. Sanjaya (cucu Parwati) putra Prabu Sanna dengan Dewi Sanaha, cicit Maharani Shima dan Dewi Sudiwara putri Dewasinga(cucu Narayana) menjadi suami isteri. Perkimpoian mereka adalah perkimpoian antara sesama cicit Ratu Sima. Anak hasil perkimpoian mereka bernama Rakai Panangkaran yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di Jawa Tengah.
Tahun 500 M Pulau Sumatera dikuasai dua kerajaan kuat, yaitu Kerajaan Pali (Utara) dan Kerajaan Melayu Sribuja (di timur) yang beribukota Palembang. Sedangkan Kerajaan Sriwijaya baru merupakan kerajaan kecil di Jambi. Tahun 676 M Kerajaan Pali dan Mahasin (Singapura) ditaklukan Sriwijaya. Tahun 683 M, Kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukan Kerajaan Melayu. Ekspansi Sriwijaya terhadap Kerajaan Melayu yang masih memiliki kekerabatan dengan Kalingga tentu sangat mengganggu hubungan dengan Kalingga. Maka, Sriwijaya mencoba mencairkan hubungan dengan Kerajaan Sunda dan Kalingga. Langkah diplomatik dilakukan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Sunda yang sama-sama, sebagai menantu Maharaja Linggawarman dalam sebuah prasasti yang ditulis dalam dua bahasa, Melayu dan Sunda, jalinan persaudaraan dan persahabatan kemudian dikenal dengan istilah Mitra Pasamayan (inti isi perjanjiannya, untuk tidak saling menyerang dan harus saling membantu).
Kerajaan Kalingga pun ditawari persahabatan, namun Kalingga menolak karena sakit hati atas penyerangan Sriwijaya terhadap Melayu, yang merupakan kerabat Kalingga mengingat Ratu Shima -menurut sebuah pendapat- Sang Ratu dan ibunda Kartikeyasinga berasal dari wilayah Kerajaan Melayu Sribuja yang beribukota di Palembang. Ketegangan antara Sriwijaya dan Kalingga menajam sehingga keduanya sudah mempersiapkan pasukan dalam jumlah besar namun, masih dapat dilerai oleh Sri Maharaja Tarusbawa dari Kerajaan Sunda, sebagai sahabat dan kerabat sehingga Sri Jayanasa mengurungkan niatnya menyerang Kalingga, karena Kalingga adalah kerabat Kerajaan Sunda. Keadaan ini berlangsung hingga Sri Jayanasa mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704).
Sang Ratu Shima, dalam pemerintahannya, Kerajaan Kalingga aman karena beralinasi dengan Kerajaan Sunda dan Galuh. Terutama karena sikap tegas dan dia sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar tentang kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari tiga tahun kemudian, seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan kakinya. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua kepercayaan Hindu Budha). Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima juga mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama Subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian melahirkan istilah Tanibhala, atau masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam. Kerajaan Kalingga beratus tahun yang lalu bersinar terang emas penuh kejayaan. Memiliki Maharani Sang Ratu Shima nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di banyak negeri. Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya luar biasa, amat dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadap muka dengannya, apalagi menantang. Situasi ini justru membuat Ratu Shima amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan menteri, hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.
Sebelum mangkat, Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram/ Kalingga Utara (dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M) bersama suaminya Rahyang Mandiminyak atau Prabu Suraghana selanjutnya Sang Sena atau Prabu Sanna. Di bagian selatan disebut Bumi Sambara/ Kalingga Selatan dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala' (695 M-742) M. Sanjaya (cucu Parwati) putra Prabu Sanna dengan Dewi Sanaha, cicit Maharani Shima dan Dewi Sudiwara putri Dewasinga(cucu Narayana) menjadi suami isteri. Perkimpoian mereka adalah perkimpoian antara sesama cicit Ratu Sima. Anak hasil perkimpoian mereka bernama Rakai Panangkaran yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di Jawa Tengah.
Spoiler for Ratu Shima:
Quote:
"Kenapa wong cilik juga para pejabat Mahapatih,
Patih, Mahamenteri, dan Menteri, Hulubalang,
Jagabaya, Jagatirta, Ulu-ulu, tak ada yang
berani menentang sabda pandita Ratunya?" - Ratu Shima
676M.
perkataan tersebut diucapkan saat tidak ada yang berani membela anggota keluarga kerajaan yang sedang dijatuhkan hukuman dimana ia tak sengaja mengambil/menyentuh kantong berisikan koin emas di jalan.
namun hukum harus tetap berjalan. sampai pada akhirnya ada anggota kerajaan yang meminta untuk meringankan hukuman terdakwa.
-----------------------
Kondisi penerapan hukum yang adil, tegas dan tidak pandang bulu berimplikasi terhadap turunya tindak kejahatan di wilayah Kerajaan Kalingga yang mendorong terwujudnya pola tatanan pemerintahan yang stabil, kondusif, aman, nyaman dan sejahtera.
Angka kemiskinan berangsur-angsur turun drastis pada ambang zero, karena mayarakatnya bisa berkonsentrasi untuk bekerja, tidak kuatir lagi adanya perampokan, tidak ada lagi penindasan kalangan pengusaha terhadap konsumenya, masyarakat saling hidup berdampingan dengan baik miskipun berbeda ideologi sekalipun, yang miskin menghormati yang kaya dan yang kaya menyantuni yang miskin, sungguh suatu pemandangan tatanan sosial dan pemerintahan yang sangat menakjubkan dan menyejukkan hati.
Kebijakan yang dilakukan Ratu Shima dalam pemerintahan yang begitu adil dan tegas membuat berdecak kagum bagi rakyatnya sendiri dan para pedagang dalam negeri maupun manca negara apalagi ditopang dengan keberadaan wilayahnya yang sangat strategis di Pantai Utara Jawa sehingga lalu lalang perdagangan dapat berjalan dengan lancar, kondisi dalam negeri yang stabil dan kondusif serta keuntungan yang berlimpah dari hasil alam dan perdagangan internasional membuat Kerajaan Kalingga terkenal kaya raya baik yang berupa berlian, emas, perak dan sebagainya. Konon harta peninggalan Ratu Shima sampai sekarang masih tersimpan rapi tak tersentuh manusia sampai pada suatu saat akan berguna untuk kejayaan dan kemakmuran rakyatnya ketika kejujuran dan keadilan benar-benar telah ditegakkan oleh para penguasa terutama aparat penegak hukum.
Patih, Mahamenteri, dan Menteri, Hulubalang,
Jagabaya, Jagatirta, Ulu-ulu, tak ada yang
berani menentang sabda pandita Ratunya?" - Ratu Shima
676M.
perkataan tersebut diucapkan saat tidak ada yang berani membela anggota keluarga kerajaan yang sedang dijatuhkan hukuman dimana ia tak sengaja mengambil/menyentuh kantong berisikan koin emas di jalan.
namun hukum harus tetap berjalan. sampai pada akhirnya ada anggota kerajaan yang meminta untuk meringankan hukuman terdakwa.
-----------------------
Kondisi penerapan hukum yang adil, tegas dan tidak pandang bulu berimplikasi terhadap turunya tindak kejahatan di wilayah Kerajaan Kalingga yang mendorong terwujudnya pola tatanan pemerintahan yang stabil, kondusif, aman, nyaman dan sejahtera.
Angka kemiskinan berangsur-angsur turun drastis pada ambang zero, karena mayarakatnya bisa berkonsentrasi untuk bekerja, tidak kuatir lagi adanya perampokan, tidak ada lagi penindasan kalangan pengusaha terhadap konsumenya, masyarakat saling hidup berdampingan dengan baik miskipun berbeda ideologi sekalipun, yang miskin menghormati yang kaya dan yang kaya menyantuni yang miskin, sungguh suatu pemandangan tatanan sosial dan pemerintahan yang sangat menakjubkan dan menyejukkan hati.
Kebijakan yang dilakukan Ratu Shima dalam pemerintahan yang begitu adil dan tegas membuat berdecak kagum bagi rakyatnya sendiri dan para pedagang dalam negeri maupun manca negara apalagi ditopang dengan keberadaan wilayahnya yang sangat strategis di Pantai Utara Jawa sehingga lalu lalang perdagangan dapat berjalan dengan lancar, kondisi dalam negeri yang stabil dan kondusif serta keuntungan yang berlimpah dari hasil alam dan perdagangan internasional membuat Kerajaan Kalingga terkenal kaya raya baik yang berupa berlian, emas, perak dan sebagainya. Konon harta peninggalan Ratu Shima sampai sekarang masih tersimpan rapi tak tersentuh manusia sampai pada suatu saat akan berguna untuk kejayaan dan kemakmuran rakyatnya ketika kejujuran dan keadilan benar-benar telah ditegakkan oleh para penguasa terutama aparat penegak hukum.
Quote:
Sultanah Safiatuddin
Sultanah Safiatuddin bergelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul-’Alam Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah. Anak tertua dari Sultan Iskandar Muda dan dilahirkan pada tahun 1612 dengan nama Putri Sri Alam. Safiatud-din Tajul-’Alam memiliki arti “kemurnian iman, mahkota dunia.” Ia memerintah antara tahun 1641-1675. Diceritakan bahwa ia gemar mengarang sajak dan cerita serta membantu berdirinya perpustakaan di negerinya. Safiatuddin meninggal pada tanggal 23 Oktober 1675.
Sebelum berstatus sebagai sultanah, Safiatuddin Syah merupakan istri dari Sultan Iskandar Tsani. Setelah sang suami wafat ketika itu sangat sulit mencari sosok pengganti laki-laki yang masih memiliki ikatan keluarga, sehingga Safiatuddin Syah pun maju untuk dijadikan ratu. Dalam masa kepemimpinannya, terjadi hal-hal luar biasa. Sayangnya, di sisi lain kontra pun terjadi lantaran beliau adalah wanita.
Putri Sri Alam ini merupakan sultanah pertama yang memimpin kerajaan Islam Aceh Darusalam. Masa kepemimpinannya pun tidak main-main untuk sosok perempuan, yakni lebih dari 30 tahun. Inilah masa-masa yang paling sulit karena situasi Malaka saat itu sedang panas dengan adanya perseteruan VOC dengan Potugis merebut pengaruh sehingga sang ratu tidak bisa terhindar darinya karena Aceh merupakan pusat dagang utama. Sultanah sangat memperhatikan pengendalian pemerintahan, pendidikan, keagamaan dan perekonomian. Namun, agak mengabaikan soal kemeliteran. Pada tahun 1668, misalnya, ia mengutus ulama-ulama Aceh ke negeri Siam untuk menyebarkan agama Islam. Sebagaimana ayahnya, ia pun sangat mendorong para ulama dan cerdik pandai mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mensponsori penulisan buku-buku ilmu pengetahuan dan keagamaan. Banyak kebijakan bernilai positif yang dilakukan oleh ratu hebat ini. Salah satu yang terkenal adalah tentang tradisi pemberian hadiah berupa tanah untuk pahlawan perang dan membangun sebuah wilayah untuk para janda dan anak yatim. Masa pemerintahan sultanah Safiatuddin pun dinilai sangat bijak, di mana menyoal hukum serta adat istiadat dijalankan dengan baik.
Selain dapat berbicara dalam 6 bahasa yakni bahasa Aceh, bahasa Melayu, bahasa Spanyol, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Persia, perkembangan sastra sangatlah pesat. Hal ini juga tidak lain karena sang ratu merupakan sosok yang cinta terhadap bacaan. Banyak yang mengetahui apabila beliau sangat menyukai mengarang sajak dan cerita-cerita pendek.
Sultanah Safiatuddin dikenal sebagai pemimpin cerdas serta cakap menyoal urusan negara/pemerintahan. Ketika masa jabatannya berakhir ada sebuah sesi unik atau gebrakan baru dalam kerajaan Islam. Disebabkan tidak memiliki keturunan, sang ratu akhirnya mengangkat tiga orang perempuan meneruskan tahtanya. Lalu di mana nilai uniknya? Ya, ketiga perempuan tersebut justru bukan berasal dari keturunan ningrat atau bangsawan Aceh, melainkan kalangan biasa. Ketiga perempuan tersebut adalah Sultanah Nurul Alam Nkiyahtudin, Sultanah Inyatsyah Zakiatudin serta Sultanah Kemalat Syah. Setelah Safiatuddin, Aceh pun dipimpin oleh ketiga sosok ini.
Sebelum berstatus sebagai sultanah, Safiatuddin Syah merupakan istri dari Sultan Iskandar Tsani. Setelah sang suami wafat ketika itu sangat sulit mencari sosok pengganti laki-laki yang masih memiliki ikatan keluarga, sehingga Safiatuddin Syah pun maju untuk dijadikan ratu. Dalam masa kepemimpinannya, terjadi hal-hal luar biasa. Sayangnya, di sisi lain kontra pun terjadi lantaran beliau adalah wanita.
Putri Sri Alam ini merupakan sultanah pertama yang memimpin kerajaan Islam Aceh Darusalam. Masa kepemimpinannya pun tidak main-main untuk sosok perempuan, yakni lebih dari 30 tahun. Inilah masa-masa yang paling sulit karena situasi Malaka saat itu sedang panas dengan adanya perseteruan VOC dengan Potugis merebut pengaruh sehingga sang ratu tidak bisa terhindar darinya karena Aceh merupakan pusat dagang utama. Sultanah sangat memperhatikan pengendalian pemerintahan, pendidikan, keagamaan dan perekonomian. Namun, agak mengabaikan soal kemeliteran. Pada tahun 1668, misalnya, ia mengutus ulama-ulama Aceh ke negeri Siam untuk menyebarkan agama Islam. Sebagaimana ayahnya, ia pun sangat mendorong para ulama dan cerdik pandai mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mensponsori penulisan buku-buku ilmu pengetahuan dan keagamaan. Banyak kebijakan bernilai positif yang dilakukan oleh ratu hebat ini. Salah satu yang terkenal adalah tentang tradisi pemberian hadiah berupa tanah untuk pahlawan perang dan membangun sebuah wilayah untuk para janda dan anak yatim. Masa pemerintahan sultanah Safiatuddin pun dinilai sangat bijak, di mana menyoal hukum serta adat istiadat dijalankan dengan baik.
Selain dapat berbicara dalam 6 bahasa yakni bahasa Aceh, bahasa Melayu, bahasa Spanyol, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Persia, perkembangan sastra sangatlah pesat. Hal ini juga tidak lain karena sang ratu merupakan sosok yang cinta terhadap bacaan. Banyak yang mengetahui apabila beliau sangat menyukai mengarang sajak dan cerita-cerita pendek.
Sultanah Safiatuddin dikenal sebagai pemimpin cerdas serta cakap menyoal urusan negara/pemerintahan. Ketika masa jabatannya berakhir ada sebuah sesi unik atau gebrakan baru dalam kerajaan Islam. Disebabkan tidak memiliki keturunan, sang ratu akhirnya mengangkat tiga orang perempuan meneruskan tahtanya. Lalu di mana nilai uniknya? Ya, ketiga perempuan tersebut justru bukan berasal dari keturunan ningrat atau bangsawan Aceh, melainkan kalangan biasa. Ketiga perempuan tersebut adalah Sultanah Nurul Alam Nkiyahtudin, Sultanah Inyatsyah Zakiatudin serta Sultanah Kemalat Syah. Setelah Safiatuddin, Aceh pun dipimpin oleh ketiga sosok ini.
Spoiler for Sultanah Safiatuddin:
Quote:
"Bahwa adalah penting menjaga kemakmuran Negeri beradasarkan pada pekerjaan hukum dari pada segala hukum syara' Allah" -Sultanah Safiatuddin Saat memasuki perpustakaan negara yang dibangunya untuk pertama kali, disana banyak berisikan buku buku keagamaan yang kemudian disebarluaskan diseluruh nusantara dalam bahasa melayu dan jawi.
Ke empat Ratu diatas melambangkan sifat - sifat kepemimpinan wanita di Nusantara yang dapat dikategorikan menjadi : Koleris,Plegmantis,Sanguinis, dan Melankolis. ayo coba agan cocokan berdasarkan catatan sejarah pada masing - masing tokoh
Masih banyak lagi karya - karya ane yang lain gan, lebih lengkapnya bisa cek disini:
[URL="S E N S O Rrereillustory/docs/portfolio_book"] Portfolio Book [/URL]
CONTACT
e-mail: rz_xb@yahoo.co.id
Tel: +63-895-1351-7653
Jakarta,
Indonesia.
Thread Sebelumnya :
2013
2015
2016
Jika ada Kekeliruan mohon diperbaiki dengan bijak gan, terima kasih sudah mampir~
Diubah oleh illustory 18-07-2017 10:30
0
19.5K
Kutip
18
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan