Kaskus

Story

blue041Avatar border
TS
blue041
Tak Memihak
Satu tahun, ya selama satu tahun aku menunggu dia. Menunggu cinta yang tak pasti, cinta palsu dan kepalsuan yang membawa aku seakan sangat mencintai dia selama satu tahun itu.

Tak menarik untuk terlalu diungkapakan, ini cinta biasa, bukan cinta istimewa yang seperti orang lain lihat. Tapi ini terlalu dalam untuk aku rasakan. Aku mencintainya disisi kebodohanku, kebodohanku karena membiarkan dia lepas dari jangkauanku. Dia yang selama ini aku nanti, dan ku tunggu untuk waktu satu tahun, namun itu cukup menyakitkan.

Dia sering kujumpai, menatapku disela senda guraunya dengan temannya. Memberikan bayangan semu akan cintanya yang palsu. Aku tak berputus asa menjangkau hatinya, yang terlalu tinggi untuk ku gapai. Bagaikan langit dan bumi, terlalu lebay mungkin jika diungkapkan. Kami tak pernah bertegur sapa. Saling melontar senyum pun tak pernah, hanya sesungging senyum saat dia atau salah satu dari kami tak sengaja beradu mata, itu lah saat aku begitu jatuh kedalam cinta palsu ini.

“Ran, mau kemana?”. Tanya Bela, sahabatku.

“Ke kantin, mau ikut?”. Ajakku.

“Eh mau-mau.” Sambung Bela.
~
Kulihat dirinya yang ku cinta, duduk dibangku panjang salah satu kantin di sekolah kami. Aku hanya memandang dia sekilas, memandang dia yang mungkin tak tahu keberadaanku ini.
“Ciee ada yang lagi seneng nih.” Goda Bela yang membuatku tersenyum kecil.

Bela tahu semua perasaanku terhadap dia yang selama ini aku cinta, Bela selalu mendukung dan memberi semangat akan cinta palsu ini. Ia tahu sekali apa yang aku rasakan.

“Apa si Bel? Dieeem.” Jawabku yang kemudian menundukan kepalaku karena malu.

Kami, ya kami yaitu aku dan Bela. Bukan aku dan dia yang ku cinta. Duduk berhadapan. Selama di kantin, dan selama itu pula aku mencuri pandang kearahnya. Memperhatikan dia yang terlalu manis untuk ku lihat. Dia yang memberi warna di hariku, memberikan gairah di setiap langkah mimpiku, dan dia juga yang memberi mimpi palsu dalam anganku.

“Ran, udah tau belum. Besok classmeet ada futsal?”.

“Udah, kenapa emangnya? Bukannya tiap ada acara itu ada futsal?”

“Iya si, tapi kali ini si dia ikut main loh.” Goda Bela lagi, yang membuatku semakin merasa malu akan pembicaraannya.

“Sssttt jangan keras-keras dong bilangnya, ntar dia tahu. Tapi beneran nih, pastilah aku nonton di barisan paling depan buat semangatin dia.” Jawabku.

“Gapapa lah, yang penting dia bisa tau juga kamu bisa lega. Eh iya beneran lah, sip kalo gitu.” Kami pun mengakhiri pembicraan di kantin siang itu.

Masih dengan cinta palsu ini, ku pandang dia yang di seberang sana tertawa kecil bersenda gurau dengan sahabatnya. Tawanya yang khas membuatku tersenyum kecil kala itu. Sembari ku tinggalkan kantin, tak lepas pandanganku melihat dia yang aku cinta, dia yang berada dikepalsuan.
~
Pertandingan futsal berlangsung, acara semakin meriah saat atlit-atlit kebanggaan sokolah kami hadir mewarnai acara di tengah lapangan hijau itu. Aku dan Bela memilih menyaksikan acara itu dari depan kelas. Yang jaraknya tak jauh dari lapangan, tepatnya di sudut sisi sekolah.

Pandanganku tak terlepas dari dia yang kucinta, dia sosok tinggi putih yang selama ini aku kagumi dan dia yang membawa aku masuk dalam kepalsuan yang aku perbuat sendiri. Aku hanya bisa memandanginya dari kejauhaan, melihat dan ikut serta bersorak menyemangati seperti yang lain itu pun sudah cukup bagiku. Cukup membuatku bahagia melihat dia sejelas ini, tanpa ada kecanggungan untuk memandangnya lama.

Senyum merekah yang bisa ku hadirkan untuk menyemangati dia yang sedang bermain. Dipenghujung acara itu, dia yang aku cinta ternyata cedera alhasil posisinya digantikan dengan yang lain. Hati ini sempat tergerak untuk menghampirinya, namun apa daya kepalsuan ini menahanku membeku di sudut sisi sekolah itu. Aku hanya bisa memandanginya, memandangnya dengan rasa iba dan berharap dia tak akan apa-apa. Walaupun aku tak bisa menjangkaunya, menemani dia dan menggenggam tangannya karena rasa sakit itu.

“Ran, liat deh. Dia cedera kasian banget ya? Kamu tolongin gih.” Ucap Bela padaku, yang masih setia untuk terus memandangi dia yang ku cinta.

“Iyaa, tapi engga deh Bel. Aku ngga berani, semoga aja gapapa walaupun keliatannya dia kesakitan banget.” Jawabku pasrah, dalam ketidak berdayaan ini yang tak bisa membantunya.

Tercengangan, kaget, ya itu lah suatu rasa yang aku rasakan saat aku melihat sosok wanita menghampiri dia yang aku cinta. Wanita itu duduk di sampingnya, merangkul pundaknya dan dengan senyuman wanita itu mencoba menenangkan dia yang aku cinta. Entahlah harus bagaimana aku menyikapi hal ini, aku hanya bisa memandangi mereka. Wanita itu mencoba mengobatinya, mencuci lukanya, mengolesi obat merah hingga memberikan perban keluka yang ada di kaki dia yang aku cinta. Seharusnya itu aku, aku yang sedang menemani dia berbuat sama seperti yang wanita itu lakukan. Tapi ternyata itu bukan aku, aku masih disini, di tempat di sisi sudut sekolah. Berdiri sembari menatap mereka, dalam tawa dan kebersamaan. Hati ini kacau saat melihat mereka nampaknya bahagia dalam suasana itu, dan mungkin suasana dimana mereka penuh cinta dan kebersamaan. Miris rasanya, namun apa daya tak ada hal lain yang bisa kuperbuat.

Bela tahu akan dia yang aku cinta sedang cedera dan di obati oleh seorang wanita. Bela hanya mengelus pundaku, menandakan dia mencoba memberiku semangat untuk tak menggoyahkan cinta yang di selimuti kepalsuan ini.
~
Waktu terus berputar, hari demi hari ku lewati, pagi siang dan malam terus berganti. Hingga kini telah tiba dipenghujung semester dua di sekolah kami. Aku yang masih setia mencintai dia yang aku cinta dalam kepalsuan, semakin bergantinya hari semakin aku merasa cinta ini tak memihak ku. Tak ada hal lain selain aku mengagumi dan mencintai diam-diam. Tak pernah ada kesempatan untukku bisa meraih dan menggapai hatinya, seolah waktu dan kesempatan tak memihakku untuk bisa lebih dekat dengannya. Kepalsuan besar ini membawaku dan membiarkan hatiku terhanyut akan dalamnya cinta.

Aku dan dia masih sering berjumpa, seperti biasa dalam kekosongan perjumpaan seolah kami ingin bersapa satu sama lain. Namun kecanggungan ini menahan kami yaitu aku dan dia. Hanya pandangan yang berbicara akan rasa yang tak pernah terungkap, dan tak pernah terbaca. Mungkinkah dia rasa yang sama? Itulah persaan yang terus menghantuiku, mencoba menelaah disuatu sisi kehidupannya. Aku hanya bisa mengikuti alur kisah ini. Mencoba menerima kenyataan akan keegoisan kami karena tak ada satu pun diantara aku dan dia yang ku cinta untuk mencairkan kebekuan di antara kami berdua. Keegoisan itu sampailah saat ini, saat dimana aku tak bisa menamai lagi hal ini keegoisan. Karena hal ini lebih dari keegoisan besar.

Dia yang ku cinta, dia menghianati kepalsuan cinta ini. Tak pantaslah aku menyebut dia penghianat. Namun semua ini telah terjadi, aku sakit hati, sakit yang begitu sakit, membuatku seolah jatuh dan tak bisa berdiri, dan aku menangis dalam kesendirianku karena dia yang ku cinta. Dia menorehkan pedih dan luka dalam hati ini. Aku kecewa, kecewa yang seharusnya tak pantas aku limpahkan semua kekecewaan ini kepadanya. Karena dia bukan siapa-siapaku, dia hanya sebatas sosok yang selama ini aku cinta tanpa kehadirannya.

Semua telah terjadi, aku menahan perih ini saat ku jumpai dia. Meski pun ku tahu, aku tak bisa berpura-pura untuk tak ingin dia mengerti. Bela memberi tau semua kabar tentang dia, termasuk kekecewaan ini. Nyatanya inilah yang terjadi, dia yang ku cinta kini sudah menjadi milik wanita itu, ya wanita yang menolongnya saat dia cedera. Wanita yang membasuh lukanya, memberikan obat merah, dan memberi perban ke dia yang aku cinta itu kini mereka telah menjadi sepasang kekasih dalam ikatan cinta.
Aku tak tahu lagi, aku tak kuasa lagi menerima kepalsuan cinta ini. Hingga kuputuskan untuk mengakhiri rasa cinta ini, cinta yang terlanjur begitu dalam kurasakan. Menorehkan luka yang dalam pula.
~
Waktu kembali bergulir, hari jam menit dan detik terlewati. Hembusan angin yang membawa cinta pun terlewati, setelah lama aku putuskan untuk tak mencintainya lagi. Kini ku coba mengenalnya sebagai teman, teman satu perjuangan di sekolah ini. Sekolah yang mengajariku bersikap santu, bijak dan memberiku petunjuk dengan ilmu yang ku peroleh, dan juga sekolah ini yang mengajariku bagaimana cinta palsu ini berlangsung.

Seiring waktu, sering kujumpai mereka dia yang ku cinta bersama wanita itu. Mereka berjalan berdua beriringan. Pahit rasanya, aku hanya bisa menghembuskan nafas dalam-dalam, menundukan kepalaku akan kekecewaanku ini. Penyesalan karena keegoisanku untuk merelakannya dimiliki wanita lain. Namun apa daya semua itu telah terjadi, dan semua itu adalah kisah lalu saat aku mencintainya dalam kepalsuan selama setahun lamanya.

Masih ku jumpai dia, dia yang aku cinta kini telah berganti menjadi dia. Ya dia kini temanku, dia ku panggil Reno. Iyalah orang yang ku cinta dalam kepalsuan selama ini. Kini kami berteman, setelah pergantian tahun dan kenaikan kelas itu.

“Hei, Ran kemana aja si kamu? Aku nyariin kamu, katanya tadi mau ngajarin aku bikin tugas?.” Tanya dia, Reno, pria yang selama ini aku cintai. Kini dia temanku.

“Ooh iya, aku hampir lupa. Nanti ya Reno.” Ucapku, dan kami pun saling memandang. Menenggelamkanku kembali dalam tatapan dan senyumnya yang manis itu.
~
Namun, kepalsuan ini kini telah lenyap, karena aku, Renifa Putri yang selama ini mencintai Reno Bahktiar Pratama kami berdua telah menjadi teman, dan mungkin akan menjadi sahabat. Meskipun terkadang penyesalan itu masih ada, dan kini aku merelakan Reno memilih wanita itu, yaitu salah satu temanku namanya Nanda.

Terkadang cinta itu penuh kepalsuan, hingga akhirnya aku merelakan dia bersama rasa itu lenyap dalam kenyataan yang harus kuterima. Ini menjadi kisah cinta yang mungkin hanya aku dan mereka yang ku percayai mengetahuinya, menjadikan ini lembaran kenangan di satu tahun yang lalu.

Selesai
Diubah oleh blue041 16-07-2017 06:50
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
902
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan