fadw.crtvAvatar border
TS
fadw.crtv
Ironi Pertelevisian Indonesia

Di saat produsen TV bersaing memberikan kualitas gambar terbaik, tidak merusak mata dan hemat energi. Akan tetapi para media yang memberikan layanan isi dari TV tersebut malah mengisinya dengan acara-acara tidak bermutu. Sangat disayangkan memang pihak ketiga pun –dalam hal ini KPI– sebagai lembaga pengatur lalu lintas acara TV, sepertinya bekerja dengan satu mata. Para media mengejar rating sedangkan KPI bekerja sesuka hatinya.

Ane rasa, kebijakan KPI belum sepenuhnya maksimal. Sebagai contoh adalah tentang sensor pada tayangan film-film. Walau terkesan lebai, lebih baik tidak usah ditayangkan sekalian saja film-film itu karena terkena sensor KPI yang merusak esensi dari film itu sendiri. Bagaimana bisa mereka memotong bagian-bagian penting film yang diproduksi dengan susah payah, menghitam-putihkan darah dan mensensor todongan senjata.


Yang terpenting adalah sensor belahan. Kenapa ane bilang terpenting? Karena KPI tidak adil dalam hal ini. Bagaimana mereka mensensor bagian itu tetapi membiarkan sinetron-sinetron dengan tema cinta tak bisa terkendali yang sepertinya mendapat pengecualian atas sensor-sensor diatas, ibarat anak kandung dan anak tiri.

Anak-anak pun sejatinya akan lebih terpengaruh oleh acara cinta-cintaan daripada belahan. Mereka selama dua tahun, setiap harinya pastilah anteng di depan punya emaknya, apakah mereka berfikir negatif? Tentu saja tidak, yang mereka tahu itu untuk mengisi perut bukan untuk melampiaskan syahwat. Sedangkan sinetron-sinetron pacaran, pastinya mendidik anak-anak itu mengetahui hal-hal yang seharusnya belum waktunya mereka ketahui.

Acara-acara reality show pun seperti mengajarkan kebencian, mulai dari acara Termewek-mewek yang tayang jaman dulu sampai Katakan Brutus dan Rumah Ayu sekarang ini, seperti memberi wadah dua pasangan atau lebih untuk bertengkar dan disiarkan seantero Nusantara. Apa manfaatnya masyarakat Indonesia menonton hal seperti itu? Bukankah itu seperti mengajarkan kita senang diatas pertengkaran orang lain?

Selain itu, seperti HT beberapa waktu yang lalu, tentang acara-acara yang menampilkan kesengsaraan orang lain, sepertinya media Indonesia sudah tidak bisa mengekspose hal-hal indah yang ada di Indonesia. Menampilkan drama-drama mereka sedang memasak makanan seadanya atau pun kegiatan mereka sehari-hari mungkin sudah tidak menjadi minat orang-orang kelas atas. Kalau memang berniat membantu mereka, kenapa media harus memviralkan kesengsaraan mereka? Kenapa tidak langsung kasih saja uang dan mengambil gambar tentang semangat mereka secukupnya, bukan kesengsaraan mereka?

Oke, ane tidak mau membahas banyak hal ini, karena terlalu sempit kapasitas ane dalam hal ini dan ane takut adanya kesalah pahaman. Ane disini mengajak kedamaian, bukan kebencian. emoticon-Peace

Kartun untuk anak-anak pun sepertinya semakin sedikit. Walau pun sama-sama animasi, tetapi beberapa kartun seperti Narto atau Larpa sejatinya diperuntukan bagi remaja keatas. Mungkin untuk anak-anak kartun semacam Uvin Ivin yang masih cocok memberikan edukasi.

Ane pernah melihat SS di media sosial tentang saran dari seorang orang tua kepada KPI untuk menghentikan tayangan Narto yang beberapa adegannya ditiru oleh anaknya. Ane sedikit kecewa memang, bukan karena ane fans Narto, akan tetapi anak-anak itu memang sebaiknya bermain sedikit olah raga. Walau mereka meniru, akan tetapi itu hanya pura-pura. Sama seperti kita dulu waktu anak-anak (ane masih muda, ya, gan. emoticon-Embarrassment) yang meniru aksi smack down, kita sejatinya hanya berpura-pura, ya, tapi yang namanya keceplosan enggak ada yang tau kan, gan. emoticon-Big Grin

Di sisi lain ane menyayangkan bahwa yang dilaporkan orang tua itu hanya kartun, kenapa tidak sekalian sinetron dan reality show? Mungkin mereka bangga anaknya punya pacar (belajar dari pengalaman agan-agan yang jomlo. emoticon-Peace), mungkin takut anak-anaknya jadi jomlo perak. emoticon-Ngakak (S)Namun, mereka tidak sadar bahwa pergaulan bebas berawal dari orang tua yang membebaskan anak-anaknya. Akhirnya malu, marahin anaknya habis-habisan dan anaknya mati gantung diri. Ironis.

Pihak terakhir yang seharusnya berperan aktif memang orang tua. KPI atau media semestinya tidak usah capek-capek mengedit gambar, memberi sensor, memotong dan mengganti adegan film jika para orang tua bisa berperan aktif membimbing anaknya. Mereka hanya tinggal memasang huruf D, R, SU, atau BO (Bimbingan Orang tua, ya, gan, jangan ngeres. emoticon-Ngakak (S)) di sudut layar, dan orang tua bisa mengarahkan anaknya untuk mengganti canel TV mereka. Beres, tanpa mengganggu hak penonton yang memenuhi syarat, terdzolimi karena sensor belahan. emoticon-Frown

Ya, walau masih ada beberapa acara yang menghibur dan mendidik seperti Laptop si Usro, Dunia Bin Atang, Si Bohlam. Tapi ane menyayangkan juga, saluran TV yang menayangkan program mendidik itu juga mempunyai banyak acara yang mengambil bahan dari Yusub. Seperti: On The Way, Sisi Tipi, Skotlite. Yang isi dari acara itu hanya saduran dari Yusub. Mereka seperti tidak bermodal untuk membeli tayangan itu dari si empunya video atau merekam sendiri gambar yang akan mereka tayangkan, bukan hanya mengedit hasil orang lain.

Soal Citizen Jurnalis itu ane tidak tahu, apakah yang berkontribusi akan mendapat imbalan atau tidak, karena ane tidak pernah ikut-ikutan. emoticon-Hammer (S)

Kuis dan Games Show? Ah, sudahlah, pertanyaan tidak berbobot dan permainan yang tidak mendidik pula amat digemari penonton. Hadiahnya besar, tapi yang ikutan artis-artis juga. emoticon-Hammer (S)

Kuis seperti Rangking Siji dan Pentagon War harusnya yang bisa lebih dibanyakan, karena banyak pengetahuan yang bisa kita dapat dari sana. Kalau dulu ada kuis galihleo, sampai diperagain ilmu kimia fisikanya. Kuis milioner juga pertanyaan yang bisa memberi pengetahuan, masa hadiah 1 miliar pertanyaannya ecek-ecek. emoticon-Hammer (S)

Sisanya kehidupan seleb dan gosip-gosip ini sungguh sangat-sangat tidak penting sekali. Tapi aneh, banyak masyarakat yang doyan sama acara ginian, padahal ngurus hidup sendiri aja udah kelimpungan, ditambah ngomentarin kehidupan artis. emoticon-thumbdown

Akhir kata, tulisan ini hanya sebuah refleksi diri TS yang kecewa akan pertelevisian Indonesia. Nonton film di TV kaya ngerasa TV ane rusak, kadang hitam putih kadang blur. emoticon-Hammer (S)

Tidak ada niat menjatuhkan satu dua pihak, ane hanya mengutarakan pikiran. Salam perdamaian. QOTD: Semakin tipis TV masa ini, semakin tipis pula kualitas tayangannya.

nona212
nona212 memberi reputasi
1
49.3K
427
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan