- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kondisi Jalan Menuju Konut Rusak Parah


TS
kodokteotekdung
Kondisi Jalan Menuju Konut Rusak Parah
Akhir-akhirnya masyarakat Konawe Utara mengeluhkan kondisi jalan utama menuju daerahnya yang rusak parah. Namun kerusakan itu berada di daerah Kabupaten Konawe tepatnya Wilayah kecamatan Morosi. Di wilayah ini banyak mobil terbalik, sehingga sering kali terjadi antrean panjang kendaraan.

Laporan – VELY SARMAN, WANGGUDU
Konawe Utara merupakan salah satu anak dari kabupaten Konawe yang memisahkan diri sejak 10 tahun lalu. Sehingga hampir seluruh wilayah kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten induk. Dengan kata lain, akses keduanya selalu terhubung baik darat maupun laut.
Dari kabupaten Konawe, belakangan terbentuk beberapa akses darat atau jalan umum yang bisa dilalui masyarakat untuk mencapai kabupaten tetangga yaitu Konut yang menempatkan pusat perkantoran di Kelurahan Wanggudu Kecamatan Asera.
Jika menilik kebelakang, pada awal pemekaran, untuk menuju ibukota kabupaten harus butuh perjuangan ekstra. Di beberapa titik jalan yang harus dilalui berserahkan batu yang besarnya mencapai ukuran kepala manusia. Begitu sulit untuk mencapai ibukota kala itu.
Lebih kebelakang, konon dahulu ibukota Konut ini tidak mampu dicapai. Transportasi saat itu hanya mengandalkan transportasi air. Sehingga saat itu banyak kapal kayu komersil yang beroperasi memberikan jasa perhubungan. Namun sejak terbentuknya jalan darat, kapal-kapal ini kehilangan job. Lapuk dengan sendirinya karena tidak lagi dioperasikan.
Saat ini, kondisi perhubungan alias transportasi darat nyaris sama dengan masa lampau. Betapa tidak, Jalan utama yang berstatus jalan nasional yang menghubungkan kota Kendari-Konawe-Konut saat ini mengalami kerusakan yang teramat parah. Hampir tidak bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
Sehingga demi menuju ibukota dari arah Kota Kendari maupun Konawe atau sebaliknya, masyarakat harus menambah waktu tempuh hingga tiba ditujuan. Bisa mencapai dua kali lipat, atau bahkan lebih. Bahkan ada pula yang tidak mampu melanjutkan perjalanan akibat kendaraan terjebak dalam jalan penuh lumpur.
Dalam kondisi itu, tak jarang pengguna jalan melontarkan cacian dengan penuh emosi kepada kontraktor maupun pemerintah. Kontraktor dianggap tidak profesional karena pengerjaan jalannya yang sudah memakan waktu lama. Sedangkan pemerintah dianggap tidak ada perhatian atau cuek dengan kondisi itu.
Meskipun titik kerusakan parah ini berada di wilayah Konawe yakni kecamatan Morosi, kerusakan jalan ini sangat dirasakan oleh masyarakat Konut. Begitu juga pegawai negeri maupun pegawai swasta dari luar kabupaten yang bekerja dan menggantungkan hidupnya di kabupaten itu.
Karena enggan melalui jalan utama yang berlumpur itu, masyarakat pun mencari jalan alternatif. Bagi pengguna kendaraan roda dua, ada beberapa jalan alternatif yang bisa digunakan. Melalui jalur Lasolo-Meluhu-kota Kendari atau memotong di desa Samasubur, Motui-desa Puuruy, Konawe.
Beberapa waktu lalu, jalan alternatif kedua lebih banyak dipilih oleh pengendara mobil yang menuju kota Kendari. Hanya saja, mereka harus menantang resiko dengan menyeberangkan mobil menggunakan rakit diatas sungai Konaweeha di kecamatan Bondoala. Meskipun beresiko, rute ini sudah menjauhkan pengendara dari jalan nasional yang rusak parah.
Sayangnya, sudah hampir dua pekan, rute alternatif yang melintasi areal industri di Morosi ini sudah tidak bisa diakses. Pasalnya, beberapa titik jalan terputus akibat meluapnya saluran pengairan tambak yang membentang sejajar dengan badan jalan.
“Dulu sebelum air naik kita lewat disitu terus. Lebih dekat kalau lewat disitu. Hanya sekarang mobil tidak bisa lagi lewat karena jalannya terendam air. Tingginya sampai pinggang orang dewasa,” ungkap Alan, Salah satu pengguna jalan.
Sedangkan alternatif pertama yakni Lasolo-Meluhu kini sama mengalami kerusakan yang parah. Meskipun berat, tetapi jalan ini masih bisa dilalui kendaraan dari arah Unaaha-Lasolo dan sebaliknya.
Bagi pengendara motor, masih ada satu jalan alternatif lain yang bisa ditempuh untuk menuju atau keluar dari Konut. Jalur itu yakni melalui desa Lambuluo kecamatan Motui. Tak sedikit pengendara yang menempuh jalur tersebut setiap harinya.
Dari Desa Lambuluo, pengendara mesti menaiki rakit untuk menyeberang ke desa Tani Indah, Konawe yang berjarak sekira 200 meter. Setiap motor beserta pengendara dikenakan tarif Rp 10 ribu setiap kali menyeberang.
“Lumayan banyak juga pak yang lewat disini. Setiap kali menyeberang paling sedikit dua yang saya seberangkan,” ujar Rudi, Operator Rakit.
Pantauan wartawan koran ini, rupanya jalur ini banyak dipilih pengendara motor. Meskipun terdapat beberapa titik jalan yang berkubang, jalur ini lumayan untuk dilalui dibanding jalur utama di desa Paku kecamatan Morosi.
Jalannya pun menurut pengendara lain mudah ditelusuri bagi pengguna baru karena tidak banyak bercabang atau minim persimpangan. “Saya pilih lewat disini Karena menurut saya dekat. Walaupun banyak kubangan. Tapi tidak banyak hambatan. Kalau lewat jalan utama kadang kita antri kalau ada mobil yang kandas,” ungkap Rusli, warga Motui yang hendak menuju kota Kendari.
Lepas dari desa Tani Indah, pengendara selanjutnya melintasi jalan holling perusahaan kemudian masuk di Desa Kapoiala baru, Kecamatan Kapoiala. Selanjutnya menggunakan rakit yang disediakan warga dengan tarif Rp 10 ribu. Rakit akan sandar di desa seberang, Kapoiala yang bertetangga dengan kecamatan Lalonggasumeeto.
Betapa sulitnya perjalanan menuju Konut atau sebaliknya. Jalan utama dan jalan alternatif hampir tidak bisa dilalui. Jika kondisi ini terus dibiarkan, tidak lama lagi Konut akan menjadi daerah terisolir.
http://bkk.fajar.co.id/2017/06/13/ko...t-rusak-parah/
kerjaaa... kerjaaa... infrastruktur... infrastruktur...

Laporan – VELY SARMAN, WANGGUDU
Konawe Utara merupakan salah satu anak dari kabupaten Konawe yang memisahkan diri sejak 10 tahun lalu. Sehingga hampir seluruh wilayah kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten induk. Dengan kata lain, akses keduanya selalu terhubung baik darat maupun laut.
Dari kabupaten Konawe, belakangan terbentuk beberapa akses darat atau jalan umum yang bisa dilalui masyarakat untuk mencapai kabupaten tetangga yaitu Konut yang menempatkan pusat perkantoran di Kelurahan Wanggudu Kecamatan Asera.
Jika menilik kebelakang, pada awal pemekaran, untuk menuju ibukota kabupaten harus butuh perjuangan ekstra. Di beberapa titik jalan yang harus dilalui berserahkan batu yang besarnya mencapai ukuran kepala manusia. Begitu sulit untuk mencapai ibukota kala itu.
Lebih kebelakang, konon dahulu ibukota Konut ini tidak mampu dicapai. Transportasi saat itu hanya mengandalkan transportasi air. Sehingga saat itu banyak kapal kayu komersil yang beroperasi memberikan jasa perhubungan. Namun sejak terbentuknya jalan darat, kapal-kapal ini kehilangan job. Lapuk dengan sendirinya karena tidak lagi dioperasikan.
Saat ini, kondisi perhubungan alias transportasi darat nyaris sama dengan masa lampau. Betapa tidak, Jalan utama yang berstatus jalan nasional yang menghubungkan kota Kendari-Konawe-Konut saat ini mengalami kerusakan yang teramat parah. Hampir tidak bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
Sehingga demi menuju ibukota dari arah Kota Kendari maupun Konawe atau sebaliknya, masyarakat harus menambah waktu tempuh hingga tiba ditujuan. Bisa mencapai dua kali lipat, atau bahkan lebih. Bahkan ada pula yang tidak mampu melanjutkan perjalanan akibat kendaraan terjebak dalam jalan penuh lumpur.
Dalam kondisi itu, tak jarang pengguna jalan melontarkan cacian dengan penuh emosi kepada kontraktor maupun pemerintah. Kontraktor dianggap tidak profesional karena pengerjaan jalannya yang sudah memakan waktu lama. Sedangkan pemerintah dianggap tidak ada perhatian atau cuek dengan kondisi itu.
Meskipun titik kerusakan parah ini berada di wilayah Konawe yakni kecamatan Morosi, kerusakan jalan ini sangat dirasakan oleh masyarakat Konut. Begitu juga pegawai negeri maupun pegawai swasta dari luar kabupaten yang bekerja dan menggantungkan hidupnya di kabupaten itu.
Karena enggan melalui jalan utama yang berlumpur itu, masyarakat pun mencari jalan alternatif. Bagi pengguna kendaraan roda dua, ada beberapa jalan alternatif yang bisa digunakan. Melalui jalur Lasolo-Meluhu-kota Kendari atau memotong di desa Samasubur, Motui-desa Puuruy, Konawe.
Beberapa waktu lalu, jalan alternatif kedua lebih banyak dipilih oleh pengendara mobil yang menuju kota Kendari. Hanya saja, mereka harus menantang resiko dengan menyeberangkan mobil menggunakan rakit diatas sungai Konaweeha di kecamatan Bondoala. Meskipun beresiko, rute ini sudah menjauhkan pengendara dari jalan nasional yang rusak parah.
Sayangnya, sudah hampir dua pekan, rute alternatif yang melintasi areal industri di Morosi ini sudah tidak bisa diakses. Pasalnya, beberapa titik jalan terputus akibat meluapnya saluran pengairan tambak yang membentang sejajar dengan badan jalan.
“Dulu sebelum air naik kita lewat disitu terus. Lebih dekat kalau lewat disitu. Hanya sekarang mobil tidak bisa lagi lewat karena jalannya terendam air. Tingginya sampai pinggang orang dewasa,” ungkap Alan, Salah satu pengguna jalan.
Sedangkan alternatif pertama yakni Lasolo-Meluhu kini sama mengalami kerusakan yang parah. Meskipun berat, tetapi jalan ini masih bisa dilalui kendaraan dari arah Unaaha-Lasolo dan sebaliknya.
Bagi pengendara motor, masih ada satu jalan alternatif lain yang bisa ditempuh untuk menuju atau keluar dari Konut. Jalur itu yakni melalui desa Lambuluo kecamatan Motui. Tak sedikit pengendara yang menempuh jalur tersebut setiap harinya.
Dari Desa Lambuluo, pengendara mesti menaiki rakit untuk menyeberang ke desa Tani Indah, Konawe yang berjarak sekira 200 meter. Setiap motor beserta pengendara dikenakan tarif Rp 10 ribu setiap kali menyeberang.
“Lumayan banyak juga pak yang lewat disini. Setiap kali menyeberang paling sedikit dua yang saya seberangkan,” ujar Rudi, Operator Rakit.
Pantauan wartawan koran ini, rupanya jalur ini banyak dipilih pengendara motor. Meskipun terdapat beberapa titik jalan yang berkubang, jalur ini lumayan untuk dilalui dibanding jalur utama di desa Paku kecamatan Morosi.
Jalannya pun menurut pengendara lain mudah ditelusuri bagi pengguna baru karena tidak banyak bercabang atau minim persimpangan. “Saya pilih lewat disini Karena menurut saya dekat. Walaupun banyak kubangan. Tapi tidak banyak hambatan. Kalau lewat jalan utama kadang kita antri kalau ada mobil yang kandas,” ungkap Rusli, warga Motui yang hendak menuju kota Kendari.
Lepas dari desa Tani Indah, pengendara selanjutnya melintasi jalan holling perusahaan kemudian masuk di Desa Kapoiala baru, Kecamatan Kapoiala. Selanjutnya menggunakan rakit yang disediakan warga dengan tarif Rp 10 ribu. Rakit akan sandar di desa seberang, Kapoiala yang bertetangga dengan kecamatan Lalonggasumeeto.
Betapa sulitnya perjalanan menuju Konut atau sebaliknya. Jalan utama dan jalan alternatif hampir tidak bisa dilalui. Jika kondisi ini terus dibiarkan, tidak lama lagi Konut akan menjadi daerah terisolir.
http://bkk.fajar.co.id/2017/06/13/ko...t-rusak-parah/
kerjaaa... kerjaaa... infrastruktur... infrastruktur...

0
1.8K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan