Kaskus

Story

evsus.Avatar border
TS
evsus.
Kisah Kopi yang Terbengkalai
Diaroma senja ada tubuh matahari yang hendak pergi, kepada matahari senja kunamakan kalian satu dalam pisah. Malam merangkak menuju gelap yang utuh. Diaroma laut kau membenamkan segala keluh kesah antara masa lalu dan masa depan yang kau namakan kenangan. Diseduhan kopi kita, kata-kata terbengkalai tanpa niat untuk menjadikannya sebuah kalimat. Tak ada apa-apa di atas meja kecuali asbak rokok yang nyaris berisi penuh dengan hisapan-hisapan yang kau tumpahkan putungnya. Sementara tepat di samping meja kita, ada cengkraman perempuan-perempuan yang sesekali kau lirik matanya. Berpapasan mata kalian yang ternyata ada sesuatu yang kurasa telah sengaja kalian ciptakan. Lalu, kau berpindah dari hadapanku, berpindah duduk tepat dihadapan perempuan itu, tanpa membawa kopimu. Sekarang, meja ini semakin sepi, ternyata kopi adalah sebagian dari tanggungan sebuah kesepian. Dan dari sinilah muasal kisah kopi yang terbengkalai dimuali –DIALOGUE-

DIALOGUE adalah gabungan dari Dia-Lo-Gue tanpa spasi, di mana adanya hubungan percakapan yang terkait dalam tiga dimensi suara. Tapi tak salah juga kalau kalian berpendapat bahwa DIALOGUE itu adalah sebuah dialog yang bisa saja dilakukan oleh dua orang, bahkan satu orang pun bisa saja berdialog. Tapi kembali lagi kepada masing-masing pemikiran kalian dalam mengartikannya, tanpa ada unsur pemaksaan dalam menguraikan maknanya, baik dalam pengertian bahasa inggris atau dalam arti Kamus Besar Bahasa Indonesia, tak ada aturan mainnya [menurutku, 2016].

“Kak, Kopi hitam panasnya 2,” pesanku kepada pelayan yang memakai lensa di matanya.

“2 aja? Yang lainnya mana? Kok cuma berdua?” tanya lelaki itu.

“Nyusul!”

Ternyata hujan di langit itu adalah pembangkit kenangan yang beranugrah, selain mampu membangkitkan kenangan dari ingatan-ingatan tuan dan puannya, ternyata dalam situasi apapun, hujan mampu menyepikan perkumpulan hati menjadi sendiri-sendiri.

Sudah lebih dari 30 menit kita berada dalam kopi yang baru 3 kali kau cicipi. Dalam keadaan meja yang sepi, aku sama sekali tak pernah berniat untuk memulai kata demi kata, terlebih lagi menyusunnya menjadi kalimat dengan harapan akan ada dialog diantara kita. Begitupun dengan kau. sepertinya kita adalah sepasang manusia yang diperkenankan duduk dalam satu kafe yang sama. Tapi tiba-tiba saja matamu lebih memliki makna daripada suara yang sama sekali tak kau niatkan untuk kebebasannya. Aku memperhatikanmu diam-diam. Gelisah matamu semakin menjadi-jadi. Langkahmu juga sudah berdiri dan kau menuju meja disebelah meja kita. Menemu perempuan itu.

Aku sebenarnya tak ingin mengumpat tentang kesepian yang dihantarkan hujan malam ini, tapi lagi dan lagi memang perasaan tak mampu untuk dikelabui. Dia mampu membuka mulutmu yang sedari tadi bungkam didepanku. Kalian asik berdialog dan aku penikmat dari makna-makna yang kalian singkronkan. Bukan bermaksud untuk menguping pembicaraan kalian. Terkadang bisikanpun mampu menembus telinga yang amat peka ketika telinga tersebut adalah milik dari seseorang yang hatinya sedang jatuh.

Aku memandang dua gelas kopi kita, kopi yang menyeludup ke dalam pembicaraan kalian berdua. Seketika saja ada kalimatmu yang begitu mampu memjadikan telingaku tuli seketika!

“Kamu pulang jam berapa?” tanya lelaki itu.

“Iya. sebentar lagi. Ini lagi nunggu bilnya datang.”

Jawaban perempuan itu seperti petir yang dikirim hujan untuk menegangkanku. Pertanyaan dan jawaban yang benar-benar mengepung adrenaliku untuk menginjak hatiku sendiri yang telah jatuh. Memang tak ada salah dari percakapan kalian. Tetapi terkadang ucapan seorang lelaki dengan penuh perhatian mampu membuat hati seorang pemerhati sakit hati. Bisa jadi karena perhatiannya juga pernah diberikan kepadaku.

Aku tak ingin menyamakan semua laki-laki. Tapi terkadang ucapan yang sama dikeluarkan oleh lelaki kadang membenarkan kalimat bahwa lelaki itu semuanya sama saja. Lantas untuk apa dikembangkan lagi tentang perasaan yang sudah diketahui jawabannya.

Silakan kutip hatimu yang jatuh itu sebelum hujan membawanya pergi dan kau semakin sakit lagi atas dekapan sepasang kopi hitam yang dari tadi belum kau teguk. Tak ada salahnya jika sepasang kopi itu menjadi segelas kopi yang belum dinikmati.

Adakah DIALOGUE di antara kita setelah perempuan itu pergi?

-----Bersambung,-----
Diubah oleh evsus. 19-06-2017 04:34
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.2K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan