- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gubernur Jatim Tolak Full Day School Menteri Muhadjir


TS
annisaputrie
Gubernur Jatim Tolak Full Day School Menteri Muhadjir
Gubernur Jatim Tolak Full Day School Menteri Muhadjir
Penerapan kebijakan itu ditunda di Surabaya.
Sabtu, 17 Juni 2017 | 21:28 WIB
VIVA.co.id – Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengeluarkan surat Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah Delapan Jam atau fullday school ditentang banyak pihak, bahkan oleh sejumlah pemerintah daerah. Keputusan itu dinilai akan menghapus ciri khas pendidikan daerah.
Salah satu daerah yang mempersoalkan Permendikbud itu ialah Provinsi Jawa Timur. Gubernur Jatim, Soekarwo, bahkan mengirim surat terkait itu kepada bupati/walikota di Jatim. Surat bertanggal 16 Juni 2017 itu berisi imbauan penundaan pelaksanaan Permendikbud baru tersebut.
Soekarwo mengaku sudah memanggil Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Saiful Rahman, membicarakan soal itu. Dia meminta agar pelaksanaan fullday school di Jatim ditunda atau bahkan dihentikan.
"Berhenti dulu sambil mencari rumusan yang baik," kata Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 17 Juni 2017.
Dia mengatakan, pendidikan di Jatim memiliki ciri khas yang membedakan dengan daerah lain. Penguatan spiritual dan moralitas diutamakan, seperti diajarkan di pesantren dan madrasah diniyah.
"Pemerintah Jawa Timur keuntungannya satu, spiritulanya kuat. Moralnya menjadi lebih kuat," katanya.
Jikapun menginginkan pengembangan pengetahuan eksakta, itu sudah dilakukan di pesantren-pesantren.
"Tinggal di atasnya mengisi tentang teknologi, tentang macam-macam, science and technology, bisa, tetapi basis terhadap spiritualitas dan moralitas ini jangan (diubah)," katanya.
Pakde Karwo mengaku akan mempertahankan sistem pendidikan yang sudah berjalan baik di Jatim, termasuk mempertahankan madrasah diniyah. Selain ke bupati/walikota, dia juga akan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo soal penundaan pelaksanaan sistem fullday school yang diinginkan Kemendikbud.
"Saya juga menyampaikan surat kepada presiden agar ini ditunda lebih dulu. Dibicarakan secara matang, dan stakehodernya dilibatkan. Mereka yang mengelola Diniayah Salafiah, mereka yang memiliki fullday school itu diketemukan, dibicarakan, dan berdialog," tegasnya.
http://nasional.news.viva.co.id/news...nteri-muhadjir

Gubernur Minta Mendikbud Menunda Penerapan Full Day School
source: http://kominfo.jatimprov.go.id/read/...ull-day-school
Gubernur Minta Mendikbud Menunda Penerapan Full Day School
18 Jun 2017 02:44:15 AM
Jatim Newsroom - Gubernur Jawa Timur mengirimkan surat ke menteri Pendidikan untuk menunda penerapan program Full day School. Penundaan dilakukan atas aspirasi dan permintaan para ulama dan kiai Jatim.
"Saya sudah memerintahkan pak Saiful Rahman Kadis Pendidikan Jatim dan pak Himawan Biro Hukum untuk mengirim surat ke kementerian Pendidikan. Kami juga meminta kadis Pendidikan tidak membahas masalah Full Day School di media sosial apapun. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik sosial di masyakat," tegas Gubernur Jatim, Soekarwo di Grahadi Surabaya, Sabtu (17/6).
Dikatakannya, apabila penerapan full day ini diterapkan bisa membuat program yang diterapkan di jaman Gubernur Pak Imam Utomo bisa berhenti, karena Jatim ini basis pendidikan Diniyah dan Salafiyah yang dinilai menjadi kunci kekuatan spritual dan moralitas pelajar. "Basis terhadap spritual dan moralitas ini jangan diganggu. Justru kami pertahankan Diniyah Salafiyah di Jawa timur itu, ini khas Jawa timur," katanya.
Tidak hanya itu, ia juga akan mengeluarkan edaran kepada seluruh Bupati dan Walikota se-Jawa Timur agar pelaksanaan Full Day School ditunda terlebih dahulu. Tak terkecuali Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang telah menyatakan akan menerapkan kebijakan baru tersebut. "Saya akan membuat edaran agar semua ditunda," pungkasnya.
Anggota DPRD Jatim, Sri Untari mengatakan, meskipun hanya belajar selama 5 hari, kebijakan sistem belajar full day dinilai tidak efektif bagi para murid, terutama yang ada di perdesaan. Mengingat kebijakan tersebut secara perlahan-lahan dapat menghapus kultur dan interaksi si anak kepada lingkungan sekitarnya.
Untari mengaku selama ini anak yang hidup di pedesaan, setelah pulang sekolah membantu orang tuanya. Seperti memandikan sapi, bercocok tanam, dan mencari buah-buahan. Anak-anak terbiasa beriteraksi dengan lingkungannya yang sudah menjadi kultur. “Setelah aktifitas di lapangan, anak-anak mengaji di sekitar tempat tinggalnya,” katanya.
Maka, full day sangat tidak bijak, jika diterapkan di seluruh sekolah, mengingat kultur anak pedesaan dengan perkotaan berbeda. “Kalau full day, anak-anak tidak dapat mengaji di kampungnya. Mengaji itu juga bagian dari adaptasi dengan orang sekitarnya,” paparnya.
Full day sangat cocok diterapkan bagi masyarakat urban atau perkotaan. Mengingat masyarakat perkotaan tidak banyak ikut mencari nafkah, seperti anak perdesaan. Di sisi lain, full day di perkotaan dapat mencegah terjadinya perbuatan negatif. Oleh karena itu, ia berharap agar mendikbud mengkaji ulang rencana penerapan full day bagi seluruh sekolah. Full day sebaiknya diterapkan bagi sekolah diperkotaan, atau sekolah keluarga menengah ke atas.
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/...ull-day-school
---------------------------
Pakde Karwo yang sebentar lagi lengser karena sudah 2 kali jadi Gubernur Jatim, nggak ada beban apa-apa untuk berani melawan sebuah kebijakan Pemerintah Pusat yang dinilainya kurang bijaksana dan bisa mematikan sistem pendidikan keagamaan (Islam) yang selama ini baik-baik saja dan dan telah memberikan konstribusi besar untuk pendidikan akhlak anak-anak kita. Tak selamaya kebijakan Pemerintah itu memang cocok untuk diterapkan di daerah-daerah.
Seorang teman saya yang mengenal pak Muhadjir ini ketika di Malang, bercerita, bahwa ketika beliau masih aktif sebagai Dosen di kota itu dan menjabat sebagai rektor sebuah PTS, anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu bersekolah di sebuah SD Islam yang menerapkan 'full day school (FDS)". Sekolah ini memang cukup favorit di kota Malang. Sistem pembelajarannya yang mulai pagi hingga waktu sholat dhuhur tiba, di isi dengan pendidikan dan pelajaran umum biasa. Setelah itu, siang hari sampai sore hari (sekitar pk 16.00), anak-anak SD FDS itu di isi dengan kegiatan extra-kurikuler. Tapi karena itu adalah SD Islam, tentulah banyak di isi dengan pendidikan akhlak dan karakter Islami, seperti sholat berjemaah, istighosah, mengaji ilmu agama, dan pendidikan akhlak islami lainnya. Tapi konsekwensinya adalah di biaya. Biayanya cukup mahal, karena biaya makan siang dibebankan kepada orang tua siswa. Hanya orang-orang se level pak Muhadjir saja yang mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit seperti itu. Tak semua orang di kota Malang mampu menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang memang favorit di kota Malang itu hingga hari ini. Mungkin hal inilah yang bikin pak Menteri sekarang, jadi "kesemsem" dengan model pendidikan FDS ini.
Tapi mungkin ada yang dilupakan pak Menteri dalam melihat kemajuan dan perkembangan karaker anak-anaknya yang cukup memuaskan dirinya ketika studi di sekolah FDS seperti itu. Bahwa Malang itu adalah memang kota besar di Jawa dan dikenal sebagai kota pendidikan yang memiliki lembaga-lembaga pendidikan terbaik di seluruh tanah air, mulai SD hingga SMA, mulai TK, TPQ dan madrasah serta Ponpes hingga ke Universitas. Saya tak bisa membayangkan di kota-kota kecil lainnya di Jawa, atau mungkin diluar Jawa, yang kondisinya tentulah bertolak belakang 360 derajat dengan sistem pendidikan seperti di kota Malang itu, yang dikenal memang sudah sangat maju.
SD Islam dimana anak-anak pak Menteri itu studi, memang kebetulan bukan sekedar SD seperti umumnya, tapi SD Islam yang memang sengaja menggabungkan konsep proses belajara-mengajar seperti SD biasa dengan konsep pendidikan di Ponpes atau Madrasah. Sekarang bagaimana bila itu hanya SD umum biasa? Tentu jenis tambahan skill dan 'soft skill' serta pendidikan karakter si anak, akan banyak di arahkan gurunya untuk bermain-main semata atau tak terkait dengan pendidikan akhlak si anak akibat keterbatasan SDM sekolah itu misalnya. Apalagi misalnya itu SD Katholik atau SD Kristen misalnya, tentu anak-anak muslim yang banyak sekolah disana, akan mendapat tambahan pendidikan extra-kurikuler bidang keagamaan yang sesuai dengan misi SD itu, seperti halnya SD Islam dimana pak menteri kita pernah menyekolahkan anaknya, yang sarat dengan memasukkan pelajaran pendidikan akhlak dan karakter Islami di sekolahnya..
Penerapan kebijakan itu ditunda di Surabaya.
Sabtu, 17 Juni 2017 | 21:28 WIB
VIVA.co.id – Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengeluarkan surat Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah Delapan Jam atau fullday school ditentang banyak pihak, bahkan oleh sejumlah pemerintah daerah. Keputusan itu dinilai akan menghapus ciri khas pendidikan daerah.
Salah satu daerah yang mempersoalkan Permendikbud itu ialah Provinsi Jawa Timur. Gubernur Jatim, Soekarwo, bahkan mengirim surat terkait itu kepada bupati/walikota di Jatim. Surat bertanggal 16 Juni 2017 itu berisi imbauan penundaan pelaksanaan Permendikbud baru tersebut.
Soekarwo mengaku sudah memanggil Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Saiful Rahman, membicarakan soal itu. Dia meminta agar pelaksanaan fullday school di Jatim ditunda atau bahkan dihentikan.
"Berhenti dulu sambil mencari rumusan yang baik," kata Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 17 Juni 2017.
Dia mengatakan, pendidikan di Jatim memiliki ciri khas yang membedakan dengan daerah lain. Penguatan spiritual dan moralitas diutamakan, seperti diajarkan di pesantren dan madrasah diniyah.
"Pemerintah Jawa Timur keuntungannya satu, spiritulanya kuat. Moralnya menjadi lebih kuat," katanya.
Jikapun menginginkan pengembangan pengetahuan eksakta, itu sudah dilakukan di pesantren-pesantren.
"Tinggal di atasnya mengisi tentang teknologi, tentang macam-macam, science and technology, bisa, tetapi basis terhadap spiritualitas dan moralitas ini jangan (diubah)," katanya.
Pakde Karwo mengaku akan mempertahankan sistem pendidikan yang sudah berjalan baik di Jatim, termasuk mempertahankan madrasah diniyah. Selain ke bupati/walikota, dia juga akan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo soal penundaan pelaksanaan sistem fullday school yang diinginkan Kemendikbud.
"Saya juga menyampaikan surat kepada presiden agar ini ditunda lebih dulu. Dibicarakan secara matang, dan stakehodernya dilibatkan. Mereka yang mengelola Diniayah Salafiah, mereka yang memiliki fullday school itu diketemukan, dibicarakan, dan berdialog," tegasnya.
http://nasional.news.viva.co.id/news...nteri-muhadjir

Gubernur Minta Mendikbud Menunda Penerapan Full Day School
source: http://kominfo.jatimprov.go.id/read/...ull-day-school
Gubernur Minta Mendikbud Menunda Penerapan Full Day School
18 Jun 2017 02:44:15 AM
Jatim Newsroom - Gubernur Jawa Timur mengirimkan surat ke menteri Pendidikan untuk menunda penerapan program Full day School. Penundaan dilakukan atas aspirasi dan permintaan para ulama dan kiai Jatim.
"Saya sudah memerintahkan pak Saiful Rahman Kadis Pendidikan Jatim dan pak Himawan Biro Hukum untuk mengirim surat ke kementerian Pendidikan. Kami juga meminta kadis Pendidikan tidak membahas masalah Full Day School di media sosial apapun. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik sosial di masyakat," tegas Gubernur Jatim, Soekarwo di Grahadi Surabaya, Sabtu (17/6).
Dikatakannya, apabila penerapan full day ini diterapkan bisa membuat program yang diterapkan di jaman Gubernur Pak Imam Utomo bisa berhenti, karena Jatim ini basis pendidikan Diniyah dan Salafiyah yang dinilai menjadi kunci kekuatan spritual dan moralitas pelajar. "Basis terhadap spritual dan moralitas ini jangan diganggu. Justru kami pertahankan Diniyah Salafiyah di Jawa timur itu, ini khas Jawa timur," katanya.
Tidak hanya itu, ia juga akan mengeluarkan edaran kepada seluruh Bupati dan Walikota se-Jawa Timur agar pelaksanaan Full Day School ditunda terlebih dahulu. Tak terkecuali Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang telah menyatakan akan menerapkan kebijakan baru tersebut. "Saya akan membuat edaran agar semua ditunda," pungkasnya.
Anggota DPRD Jatim, Sri Untari mengatakan, meskipun hanya belajar selama 5 hari, kebijakan sistem belajar full day dinilai tidak efektif bagi para murid, terutama yang ada di perdesaan. Mengingat kebijakan tersebut secara perlahan-lahan dapat menghapus kultur dan interaksi si anak kepada lingkungan sekitarnya.
Untari mengaku selama ini anak yang hidup di pedesaan, setelah pulang sekolah membantu orang tuanya. Seperti memandikan sapi, bercocok tanam, dan mencari buah-buahan. Anak-anak terbiasa beriteraksi dengan lingkungannya yang sudah menjadi kultur. “Setelah aktifitas di lapangan, anak-anak mengaji di sekitar tempat tinggalnya,” katanya.
Maka, full day sangat tidak bijak, jika diterapkan di seluruh sekolah, mengingat kultur anak pedesaan dengan perkotaan berbeda. “Kalau full day, anak-anak tidak dapat mengaji di kampungnya. Mengaji itu juga bagian dari adaptasi dengan orang sekitarnya,” paparnya.
Full day sangat cocok diterapkan bagi masyarakat urban atau perkotaan. Mengingat masyarakat perkotaan tidak banyak ikut mencari nafkah, seperti anak perdesaan. Di sisi lain, full day di perkotaan dapat mencegah terjadinya perbuatan negatif. Oleh karena itu, ia berharap agar mendikbud mengkaji ulang rencana penerapan full day bagi seluruh sekolah. Full day sebaiknya diterapkan bagi sekolah diperkotaan, atau sekolah keluarga menengah ke atas.
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/...ull-day-school
---------------------------
Pakde Karwo yang sebentar lagi lengser karena sudah 2 kali jadi Gubernur Jatim, nggak ada beban apa-apa untuk berani melawan sebuah kebijakan Pemerintah Pusat yang dinilainya kurang bijaksana dan bisa mematikan sistem pendidikan keagamaan (Islam) yang selama ini baik-baik saja dan dan telah memberikan konstribusi besar untuk pendidikan akhlak anak-anak kita. Tak selamaya kebijakan Pemerintah itu memang cocok untuk diterapkan di daerah-daerah.
Seorang teman saya yang mengenal pak Muhadjir ini ketika di Malang, bercerita, bahwa ketika beliau masih aktif sebagai Dosen di kota itu dan menjabat sebagai rektor sebuah PTS, anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu bersekolah di sebuah SD Islam yang menerapkan 'full day school (FDS)". Sekolah ini memang cukup favorit di kota Malang. Sistem pembelajarannya yang mulai pagi hingga waktu sholat dhuhur tiba, di isi dengan pendidikan dan pelajaran umum biasa. Setelah itu, siang hari sampai sore hari (sekitar pk 16.00), anak-anak SD FDS itu di isi dengan kegiatan extra-kurikuler. Tapi karena itu adalah SD Islam, tentulah banyak di isi dengan pendidikan akhlak dan karakter Islami, seperti sholat berjemaah, istighosah, mengaji ilmu agama, dan pendidikan akhlak islami lainnya. Tapi konsekwensinya adalah di biaya. Biayanya cukup mahal, karena biaya makan siang dibebankan kepada orang tua siswa. Hanya orang-orang se level pak Muhadjir saja yang mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit seperti itu. Tak semua orang di kota Malang mampu menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang memang favorit di kota Malang itu hingga hari ini. Mungkin hal inilah yang bikin pak Menteri sekarang, jadi "kesemsem" dengan model pendidikan FDS ini.
Tapi mungkin ada yang dilupakan pak Menteri dalam melihat kemajuan dan perkembangan karaker anak-anaknya yang cukup memuaskan dirinya ketika studi di sekolah FDS seperti itu. Bahwa Malang itu adalah memang kota besar di Jawa dan dikenal sebagai kota pendidikan yang memiliki lembaga-lembaga pendidikan terbaik di seluruh tanah air, mulai SD hingga SMA, mulai TK, TPQ dan madrasah serta Ponpes hingga ke Universitas. Saya tak bisa membayangkan di kota-kota kecil lainnya di Jawa, atau mungkin diluar Jawa, yang kondisinya tentulah bertolak belakang 360 derajat dengan sistem pendidikan seperti di kota Malang itu, yang dikenal memang sudah sangat maju.
SD Islam dimana anak-anak pak Menteri itu studi, memang kebetulan bukan sekedar SD seperti umumnya, tapi SD Islam yang memang sengaja menggabungkan konsep proses belajara-mengajar seperti SD biasa dengan konsep pendidikan di Ponpes atau Madrasah. Sekarang bagaimana bila itu hanya SD umum biasa? Tentu jenis tambahan skill dan 'soft skill' serta pendidikan karakter si anak, akan banyak di arahkan gurunya untuk bermain-main semata atau tak terkait dengan pendidikan akhlak si anak akibat keterbatasan SDM sekolah itu misalnya. Apalagi misalnya itu SD Katholik atau SD Kristen misalnya, tentu anak-anak muslim yang banyak sekolah disana, akan mendapat tambahan pendidikan extra-kurikuler bidang keagamaan yang sesuai dengan misi SD itu, seperti halnya SD Islam dimana pak menteri kita pernah menyekolahkan anaknya, yang sarat dengan memasukkan pelajaran pendidikan akhlak dan karakter Islami di sekolahnya..
Diubah oleh annisaputrie 17-06-2017 22:53
0
7.6K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan