Trit ini asli kisah hidup ane, tapi berhubung ane agak-agakjadi ane tulis dengan sudut pandang orang ketiga. Semua nama di trit ane samaran, tenang aja

Ana sedang menikmati waktu liburannya, maklum karena baru lulus SMP ia punya waktu libur terlalu panjang, sampai ia bosan menikmatinya padahal baru seminggu lebih diwisuda. Ana sendiri telah diterima di salah satu SMA swasta favorit di kotanya, tapi kabar kenakalan siswanya dan hobi mereka melakukan perundungan (baca: bullying) membuatnya lumayan resah.
Bukannya apa-apa, sejak masih kecil Ana tidak suka berpenampilan ala anak-anak gaul, bahkan mencobanya sekali saja ia tidak mau. Kalau mau dibilang korban s***tron mungkin iya, tapi anehnya Ana lebih menyukai sosok kutu buku yang culun bin aneh dibandingkan teman-temannya yang bertolak belakang dengannya.
Kalau mau dibilang masa remaja itu waktunya mencari jati diri, waktu dimana seseorang memiliki tingkat kebadungan tertinggi maka bukannya Ana tidak punya. Apabila teman-temannya berusaha memberontak terhadap apa yang ada di sekolah, mereka hanya mau jadi diri mereka dan tidak ada yang boleh mendikte mereka, padahal ujung-ujungnya mereka mengijinkan tren untuk mendikte mereka, Ana sebaliknya. Ia ingin menjadi dirinya, dan yang tidak berhak untuk mendiktenya adalah tren dan teman-temannya, sahabatnya sekalipun.
Sejak SD, Ana sangat bertolak belakang dengan teman-temannya. Kalau teman-temannya lagi demam Korea, Ana justru demam politik sampai suka mendebat temannya untuk urusan apaun. Kalau teman-temannya ada yang nekat menyemir rambut, Ana justru berkepang dua. Kalau teman-temannya berkata ingin pergi dari Indonesia, ia justru memakai batik waktu foto kelas untuk buku kenangan. Kalau teman-temannya suka memakai kaos kaki yang pendek cuma segaris di atas mata kaki, Ana suka memakai kaos kaki putih panjang sebetis. Kalau teman-temannya suka memakai sepatu sportyang berwarna-warni, Ana melihatnya saja sudah pusing. Ia paling suka dengan mary jane shoes berwarna hitam alias sepatu paskibra cewek. Bayangkan saja betapa anehnya dia waktu itu.




Ok, jadi ini masalahnya:

Seperti kata paragraf pertama tadi, Ana diterima di sekolah swasta yang notabene lebih bebas soal urusan seragam dan lumayan banyak aksi perundungan entah modelnya apa. Di sekolah Ana nanti kaos kaki dan sepatu dibebaskan, jadi bisa ditebak kalau mayoritas teman-teman Ana akan memakai sepatu olahraga warna-warni dan kaos kaki super pendek, dan Ana akan tampak persis kayak cewek paskibra. Buat orang lain mungkin itu penderitaan, tapi buat Ana itu adalah kesenangan.
Itu bukan masalah, sejak SMP pun Ana memakai kaos kaki panjang dan pernah diledek temannya untuk menariknya jadi stocking sekalian, dan untungnya Ana akan punya beberapa teman yang sudah kompakan berkaos kaki panjang juga, bahkan ada yang mengatakan bahwa sepatunya unik, tapi masalahnya adalah kemungkinan perundungan alias bullyyang lebih parah yang mungkin menimpanya.
Ana merasa dikekang oleh kebebasan, ia merasa dibebaskan oleh sekolah, tapi justru dikekang kebebasannya oleh teman-temannya yang entah akan berbuat apa. Kalau cuma mendebat saja tak masalah, Ana cukup profesional dalam mengerjai orang dengan kata-kata.
Tapi kabar angin berhembus, bahwa anak sekolahnya nanti nakalnya minta ampun, punya geng besar dan sebaiknya tidak usah berurusan dengan mereka. Teman kos Ana yang seorang kakak kelas pun menperingatkannya akan hal itu, dan memperingatkannya untuk berhenti mengikat dua rambutnya.
Kalau soal rambut ia masih terima, lagipula ia sering kesiangan sehingga tidak sempat mengepang rambut. Tapi, masa iya Ana harus merelakan kebebasannya berekspresi? Apa ia harus tunduk pada sekelompok orang yang beraninya keroyokan? Para kaskuser dibawah yang akan menyuarakan pendapatnya.

Sekian trit ane, terima kasih