- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tarif Listrik dan Sepatu Mahal,Selera Mewah Pemimpin Kita


TS
purrious
Tarif Listrik dan Sepatu Mahal,Selera Mewah Pemimpin Kita
Quote:

Sebuah kenyataan pahit tengah dihadapi rakyat Indonesia. Melambungnya tarif dasar listrik (TDL) yang hampir mencapai tiga kali lipat, membuat mereka menjerit. Masyarakat berharap kearifan penguasa agar tidak berlaku semena-mena. Namun apa dikata, di saat bersamaan, Presiden Jokowi yang selama ini mencitrakan diri sederhana, tampil di depan publik dengan penuh kemewahan. Sebuah ironi yang mempertontonkan arogansi luar biasa.
Beberapa waktu lalu, para pendukung Jokowi mempopulerkan sepatu sneakers
yang dipakai orang nomor satu di Indonesia ini, kala berkunjung ke Tasikmalaya. Itu seperti kelakuan mereka yang sudah-sudah, selalu membahas apa yang dipakai junjungannya. Herannya, media massa ikut-ikutan latah memberitakan informasi yang tak ada manfaatnya bagi rakyat tersebut.
Namun kali ini rupanya mereka melakukan blunder . Upaya pencitraanyang dilakukan Jokowi dan digaungkan para pendukungnya itu, malah menjadi kampanye negatif yang menjadi bumerang terhadap dirinya. Pasalnya, sepatu yang ia pakai itu, bagi sebagian besar rakyat di negeri ini, merupakan produk mahal, barang mewah. Harganya saja mencapai Rp2,3 jutaan.
Sangat berbeda dengan gaya Jokowi semasa kampanye dulu. Sebelum menjadi presiden, ia selalu mencitrakan diri sebagai sosok yang sederhana. Bahkan pada sejumlah baliho, ia merinci harga-harga pakaian yang ia gunakan sehari-hari. Semuanya barang murah, tidak ada yang mahal. Begitulah ia memikat hati rakyat agar bersedia memilihnya.
Jika sekarang ini penampilan dan seleranya mulai berubah, sebenarnya itu tidak terlalu menjadi masalah. Hanya saja yang menjadi penyesalan bagi rakyat, adalah janji yang tidak ditepati Jokowi. Apa sudah lupa, pada waktu kampanye dulu ia berujar akan menurunkan tarif dasar listrik (TDL) jika terpilih menjadi presiden?
Saat itu ia juga menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang dianggap tidak cakap bekerja sehingga harga listrik menjadi mahal. Dulu Jokowi dan partai politik pendukungnya PDI Perjuangan, memang selalu “berisik” terhadap Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Berdalih membela nasib rakyat miskin, mereka selalu menentang upaya pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan TDL.
Misalnya pada 2012 lalu, saat SBY menaikkan TDL sebanyak 20 persen, mereka melakukan protes keras. Dengan memobilisasi massa, mereka mendemo Istana. Air mata para politikus partai berlambang banteng itu, bercucuran karena mengaku iba dengan nasib rakyat kecil. Puan Maharani, Rieke Diah Pitaloka, dan aktivis Fadjroel Rachman, adalah orang-oang yang paling lantang bersuara kala itu.
Tetapi kini, saat mereka berkuasa, menikmati empuknya singgasana, mereka tak lagi peduli dengan rakyat. Dulu TDL naik 20 persen mereka keras berteriak. Sekarang tarif listrik melambung hampir 300 persen, mereka diam saja.
Tampaknya kursi kekuasaan telah membuat akal mereka tumpul dan mata hati mereka buta.
Jokowi juga tidak lebih baik. Dulu ia berjanji untuk menurunkan TDL dengan mewacanakan konversi BBM ke migas. Dengan energi murah itu, beban produksi yang selama ini membengkak bisa ditekan. Sistem pengalihan bahan bakar untuk pembangkit listrik itu menurutnya akan bisa menurunkan harga listrik yang dikonsumsi masyarakat.
Janji tinggallah janji. Wacana hanya untuk meraih singgasana. Setelah itu, lupa semuanya. Di tahun ini, rezim sudah empat kali menaikkan harga TDL untuk golongan 900 VA. Bahkan bulan depan, akan dinaikkan lagi untuk kelima kalinya. Jumlah kenaikannya gila-gilaan, dari Rp605 per KWh pada 2016, menjadi Rp1.467 per KWh di awal Juli mendatang.
Tentu saja kebijakan ini sangat mencekik masyarakat. Konsumen golongan 900 VA adalah rakyat rumah tangga sederhana yang hidup pas-pasan. Apalagi, kenaikan ini akan mendorong inflasi berdampak negatif terhadap perekonomian, khususnya pelaku usaha mikro.
Jelang awal tahun kemaren, Jokowi beralasan, harga TDL yang mahal disebabkan oleh banyaknya broker dan makelar listrik. Jika memang sudah tahu, kenapa tidak makelar itu yang diberantas? Sudah enam bulan berjalan, belum terdengar upaya pemerintah mengatasi persoalan tersebut, kecuali hanya menaikkan TDL pada hampir setiap bulan.
Pemerintah bisa saja beralasan, kenaikan TDL dengan mengurangi subsidi, dilakukan demi penghematan uang negara. Dengan begitu, anggaran subsidi tersebut bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Ini hanya akal-akalan, sebagai upaya pembenaran kenaikan tarif listrik.
Jika ingin berhemat, kenapa tidak PLN yang dibereskan? Benahi segala inefisiensi, berantas para makelar. Apabila penghematan biaya produksi bisa dilakukan, subsidi anggaran akan bisa dilakukan, tanpa perlu mencekik rakyat dengan menaikkan TDL yang gila-gilaan.
Sudah saatnya Jokowi mulai memikirkan rakyat, mementingkan nasib bangsa ini. Jangan melulu menyibukkan diri dengan penampilan dan kemewahan, demi menyemai sanjung dan puji dari pendukung sendiri.
Adalah tugas kita untuk harus nyinyir mengingatkan penguasa negara. Supaya dia berkenan membuka mata, telinga, dan yang lebih utama, hati nurani. Sebab, jika pemimpin sudah mati rasa, maka bencana besar segera melanda seluruh bangsa.
http://politiktoday.com/tarif-listri...medium=twitter
ENTAHLAH....!!

0
7.5K
Kutip
85
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan