p0congkaskusAvatar border
TS
p0congkaskus
Mengapa HTI Laris di Kampus bukan di Pesantren?
Mengapa HTI Laris di Kampus bukan di Pesantren?



RILIS.ID, Jakarta— Sejarah perkembangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menunjukkan fakta yang anomali. Sebagai ormas islam, HTI nampak teralienasi dari basis kekuatan umat muslim seperti pesantren dan pedesaan. Ideologi yang dibawanya malah lebih laris di kampus-kampus negeri, terutama di fakultas eksakta ketimbang di pesantren.

Tak seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki basis kuat di pedesaan, dakwah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendapat tempat di kalangan masyarakat urban dan terdidik. Buktinya, di kampus negeri di kota-kota besar, HTI lebih mudah ditemukan dibanding ormas keislaman lainnya.

HTI menawarkan jalan baru pengelolaan negara melalui ideologi khilafah atau negara islam. Bagi kalangan HTI, kegagalan bangsa kerena mengikut sistem demokrasi liberal yang banyak digunakan di negara-negara barat.

Pesantren sendiri, banyak berafiliasi dengan ormas Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Lembaga pendidikan islam ini, bukan hanya memiliki ikatan formal dengan NU atau Muhammadiyah.

Namun, telah terlibat dalam membangun ideologi kebangsaan yang disepakati dengan pancasila. Seperti yang terlihat dalam persidangan konstituante 1955 yang menyepakati untuk menganut pancasila bukan negara islam seperti yang diperjuangkan HTI.

Akibatnya, keinginan HTI ingin berjuang membangun khilafah tidak mendapat tempat dikalangan pesantren. Sebaliknya, tawaran perjuangan menegakkan khilafah mendapat perhatian bagi aktivis dakwah di kampus-kampus.

Sosilog Universitas Nasional Sigit Rochadi saat dihubungi rilis.id ihwal kerentanan kampus-kampus yang banyak terpedaya dengan wacana yang dimainkan HTI. Menurut Sigit, biasanya HTI tumbuh di kampus-kampus yang miskin dalam gerakan-gerakan demokrasi. Atmosfer kampus juga jarang diisi dengan isu-isu politik sehingga yang marak wacana-wacana monilitik soal keagamaan.

"Kampus-kampus seperti ini tidak memiliki catatan sejarah pergerakan politik yang memadai menumbang otoritarianisme orde baru atau lama," tukas Sigit, Selasa (6/6/2017).

Dukungan warga Indonesia terhadap ideologi yang diperjuangan HTI tak signifikan. Mayoritas warga Indonesia malah tidak sepakat dengan konsep khilafah yang ditawarkan HTI.

Hal itu bisa dilihat dari hasil riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada akhir pekan lalu. Sikap umum bangsa Indonesia, 99 persen warga negara bangga sebagai warga negara. 68,8 persen warga dari 28,2 persen warga yang tahu soal HTI menolak tawaran khilafah HTI.

sumber: http://rilis.id/mengapa-hti-laris-di...pesantren.html
Polling
0 suara
Dukung HTI atau NKRI
0
8.2K
75
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan