Hak menrima informasi
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi.
Di sana dituliskan berapa pasal tentang hak masyarakat menrima informasi melalu media cetak, termasuk media elektronik.
Sementara ini memang kami sudah menerima informasi dengan akses yang ada.

Ane berbicara tentang keadilan.
Bayangin aja gan di perkotaan kalau ingin memiliki tayangan televisi hanya perlu membeli tv dan antena, misalkan
tv termurah 1.000.000,-
antena termurah : 30.0000,-
dengan dana 1.5 juta itu sudah bisa menyaksikan berbagai acara dari chanel nasional mapun lokal tanpa adanya blok dari pihak ke 3.



Sedangkan yang kami rasakan di perkampungan pedalaman Indonesia.
Untuk membeli tv termurah : 1.000.000,-
Reciver Digital : 500.000,-
Parabola : 500.000,-



itu paket yang bisa yang hanya bisa menangkat siaran nasional

Harus rela siaran yang dianggap ratingnya tinggi hilang sementara, contohnya saat tayangan sepakbola liga 1 yang sekarang lagi bergulir, bagi kami yang menggunakan reciver parabola sederhana tidak bisa menonton karena pihak reciver sengaja memblok dengan alasan reciver tersebut tidak berafiliasi atau kerjasama dengan pihak liga 1.




Jangan berharap bisa melihat liga eropa, itali dan spayol wkwkwkw
Bagi kami untuk menyaksikan tayangan itu terpaksa harus membeli reciver parabola yang menggunakan tv berbayar, hebatkan kalau di kota termasuk kelas menengah ke atas yang menggunakan tv berbayar,
Sedangkan kami hanya buruh harian lepas, tapi demi hobi dan kecintaan terhadap tim jagoan rela membayarnya gan.

Apakah ini adil ???
Tentu tidak bagi kami.

Oke mungkin banyak yang berfikiran gitu aja kok repot tinggal beli reciver bisa nonton, iya gan tidak sesimple itu ternyata kami dipedalaman dipermainkan oleh pihak reciver, mereka hampir tiap tahun mengganti produk, seperti update alat gitu gan.
Misalkan ane masih ingat tahun 1993-1997 kami bisa menggunakan antena walaupun yang nampak hanya TVRI.

Awal dari maraknya reciver pada tahun 1998 tepat di reformasi negeri ini, tahun ini mungkin awal tahun parabola kami menyebutnya.
Waktu itu ane masih ingat harga untuk satu paket reciver manual tanpa remot yang pindahin chanel dengan analog seperti radio gitu, harga dibandrol 1.5 juta kebetulan tepat moneter dolar mungkin lagi tinggi.
Yang mampu beli hanya pak Haji, Pak Mantri, Pensiunan Aparat dan orang kaya tentunya.

Tahun berganti tepatnya 1999 satu persatu chanel tv menghilang, yang tersisa hanya TVRI dan Tv malayasia, pasti aga nanya kok ane tahu pasti, ya iya kan ane anak pak haji

Tahun 2000 Setelah siaran mulai menghilang sales reciver datang dengan produk terbaru lebih cangggih ini menggunakan remot control gan gak usah disebutin merknya ane takut disangka iklan.
Itu reciver bener canggih menurut kami, selain bisa nonton tv nasional juga internasional, waktu itu satelit hanya satu Palapa saja.

Tapi itu hanya bertahan 2 tahun saja.
2002 Tepatnya piala Dunia kami tidak bisa melihat dan secara sepihak reciver menerbitkan reciver model terbarunya.

Tahun ke tahun terus berganti kami dijadikan objek untuk membeli alat mereka, sampai detik ini.
Apakah ini keadilan ??

Yang lucu gini gan, di Provinsi ane ada berapa tv lokal yang hanya bisa ditangkap oleh antena, berhubung ane menggunak reciver gak bisa nonton gan, tapi tv lokal darah lain yang kerjasama dengan digital bisa ditonton