Kaskus

News

novitawindiAvatar border
TS
novitawindi
Ketika “Inlanders” Ramai-Ramai Mengadu ke Luar Negeri
Ketika “Inlanders” Ramai-Ramai Mengadu ke Luar Negeri


“Tidak ada pula hukum internasional yang dilanggar sekiranya kasus Rizieq dan Ahok masuk ke dalam agenda lembaga peradilan internasional. Mahkamah ini memiliki wewenang yang diakui secara internasional.”

Di luar dugaan, Rizieq Syihab berencana melaporkan kasusnya ke PBB. Alasannya kasus Rizieq sudah menjadi perhatian dunia internasional, sampai-sampai Rizieq ditawari bantuan hukum oleh pengacara internasional sekaligus diundang ke Jenewa untuk mempresentasikan kejadian yang menimpa dirinya selama ini.

Apa yang dilakukan Rizieq sejatinya tidak beda jauh dengan manuver para pendukung Basuki Tjahaja Purnama yang habis-habisan mengampanyekan isu Gubernur DKI Jakarta non aktif tersebut di dunia internasional. Tanggapan dari dunia internasional, baik secara tokoh-tokoh perorangan maupun institusi sudah bermunculan terkait vonis bersalah atas penodaan agama yang dilakukan Ahok.

Dalam konteks HAM, kedua manuver ini sah-sah saja. Setiap manusia memiliki hak dasar untuk tegak setara di depan hukum, juga terbebas dari teror. Tidak ada pula hukum internasional yang dilanggar sekiranya kasus Rizieq dan Ahok masuk ke dalam agenda lembaga peradilan internasional. Mahkamah ini memiliki wewenang yang diakui secara internasional.

Tentu saja mahkamah internasional memiliki mekanisme sebelum suatu kasus diangkat ke persidangannya. Dan terkait mekanisme ini, dalam konteks kedaulatan hukum Indonesia, menurut saya kedua manuver yang dilakukan pendukung Rizieq dan Ahok tidak tepat momennya. Pasalnya, mekanisme hukum di Indonesia atas kedua kasus itu belum lagi tuntas.

Pasalnya, manuver internasional hanya relevan jika sistem hukum di Indonesia sudah dinilai bobrok dan penuh dusta. Pada saat keadilan sudah tidak mungkin lagi didapatkan, baik akibat intervensi kekuatan massa, pemodal atau pemerintah; maka satu-satunya jalan adalah membawa masalah hukum tersebut ke kancah internasional. Tetapi, semua ini harus bermula pada berlakunya mekanisme hukum kepada mereka yang tersangkut perkara. Dan kita sama-sama paham, mekanisme hukum terhadap Rizieq dan Ahok belum lagi tuntas.

Ahok kendati sudah divonis dua tahun, masih memiliki peluang untuk mendapatkan keadilan yang diyakininya dengan cara menempuh pengadilan banding. Jikapun keputusan di pengadilan tinggi kelak tidak memuaskannya, Ahok masih bisa mengajukan kasasi dan akhirnya peninjauan kembali.

Dalam konteks kebangkitan nasional, hal ini tentu berefek negatif. Pasalnya, yang dikejar oleh momen kebangkitan nasional bukan sekadar organisasi perjuangan modern melainkan pijakan awal untuk mengerus mental “inlanders”.

Rizieq bahkan belum “diapa-apakan”. Statusnya masih seorang saksi, di mana polisi berkepentingan untuk mendengarkan kesaksian Rizieq atas screenshoot chat mesum tersebut. Sebagai warga negara yang baik seharusnya Rizieq memenuhi pemanggilan tersebut. Jika Rizieq merasa tidak bersalah, atau dizalimi, silakan melakukan pembelaan sesuai mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia. Persiapkan bukti-bukti yang mendukung untuk menghadapi pemeriksaan, atau jika harus berjibaku di sidang pengadilan.

Demikianlah mekanisme hukum yang berlaku, yang seharusnya dipahami dan ditaati oleh segenap bangsa Indonesia, tanpa terkecuali. Jika kelak keputusan pengadilan di tingkat kasasi tetap tidak memuaskan, dan masih juga merasa telah dizalimi oleh tangan-tangan jahat, barulah pembelaan di kancah internasional dilakukan.

Tahapan-tahapan ini penting karena ketika suatu kasus menjadi urusan peradilan internasional, konsekuensinya adalah kedaulatan hukum negara tersebut akan dipreteli. Jika tidak pandai-pandai menyikapi, manuver ini akan menjadi bahaya besar bagi kedaulatan negara. Salah-salah, akan menjadi pintu masuk pihak-pihak asing untuk mengintervensi kebijakan negara Indonesia.

Ilustrasinya begini. Kasus Ahok bisa bergulir menjadi tuntutan dunia internasional untuk mencabut peraturan perundang-undangan terkait penodaan agama. Sebaliknya, kasus Rizieq akan menjadi ruang desakan akan pemerintah mengevaluasi UU ITE atau pasal-pasal terkait pornogafi misalnya.

Mari kita belajar dari sejarah pra kemerdekaan. Banyak nian kasus penjajahan di negeri ini dimulai dari pertikaian dua kubu. Lalu kubu yang kalah meminta bantuan kaum Belanda. Lacurnya, setelah kubu yang kalah itu dimenangkan, akhirnya mereka terpaksa “mengabdi” kepada bangsa asing tersebut. Inilah politik devide et empire yang tidak pernah lenyap dari geliat bangsa kita –politik ini hanya berganti perkakas tempurnya, bukan lagi dengan senjata melainkan instrument politi, hukum, ekonomi dan lainnya.

Di atas segalanya, kampanye kasus lokal di dunia internasional juga terkait dengan marwah sebagai Indonesia sebagai bangsa beradab yang menjunjung tinggi hukum. Ada pencitraan negatif di sini. Yakni, negara Indonesia tidak bisa mengurus sektor hukumnya, sehingga anak bangsanya harus membawa masalah internal ini ke dunia internasional.

Dalam konteks kebangkitan nasional, hal ini tentu berefek negatif. Pasalnya, yang dikejar oleh momen kebangkitan nasional bukan sekadar organisasi perjuangan modern melainkan pijakan awal untuk mengerus mental “inlanders”. Ini adalah menyal yang memandang bangsa asing lebih superior – suatu mental yang mampus-mampus hendak dibunuh demi membangkitkan kesadaran bahwa bangsa Indonesia sanggup dan mampu mengurus dirinya sendiri tanpa perlu intervensi dari bangsa lain. Inilah yang didengung-dengungkan dalam perjuangan pergerakan menuju kemerdekaan.

Dengan ujug-ujug melibatkan pihak asing sama halnya dengan menepuk dada –pemerintah sudah gagal melaksanakan tujuan negara, yakni melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Intinya, janganlah grasa-grusu begitu. Jangan karena merasa dizalami, lalu ujug-ujug melapor ke dunia internasional. Indonesia adalah negara berdaulat, juga negara yang berasas hukum, jika ada kesalahan, mari diselesaikan bersama-sama di tingkatan nasional terlebih dahulu. Patuhi mekanisme hukum yang ada, dan sama-sama awasi pelaksanaannya. Sekiranya semua alternatif yang dibolehkan tidak membuahkan hasil, maka pintu kampanye internasional silakan dilakukan.

Bagaimanapun, ini bukan cuma perihal Rizieq atau Ahok. Ini masalah kedaulatan hukum Indonesia. Ini masalah marwah bangsa di mata dunia internasional. Jadi, berhati-hatilah!

TS thought: Masih saja ribut tentang Habib Rizieq, ayo dong move on perbaiki Negara saja jangan urusi politik terus...emoticon-Shakehand2

Sumber berita: http://politiktoday.com/ketika-inlan...luar-negeri-2/
0
2.7K
28
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan