Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

p0congkaskusAvatar border
TS
p0congkaskus
Sejenak Tinggal di Kabul, Kota yang Berdampingan dengan Teror Bom
Sejenak Tinggal di Kabul, Kota yang Berdampingan dengan Teror Bom

Sejenak Tinggal di Kabul, Kota yang Berdampingan dengan Teror Bom

Oleh Aubrey Kandelila Fanani

"Khus Omadid!" Selamat datang di Kabul, jantung dari Republik Islam Afghanistan, tempat di mana masyaraktnya hidup berdampingan dengan teror bom yang dapat terjadi setiap saat.

Musim semi telah menyapa, panasnya matahari mulai menggarang setelah istirahat saat musim dingin. Mawar berukuran sebesar telapak tangan dengan segala warna, seperti merah, putih, pink, atau oranye telah bermekaran. Wanginya yang segar dapat dinikmati meski kita tak menempelkan hidung ke bunganya.

Pada awal musim semi ini jugalah, Taliban telah memberikan pengumuman bahwa mereka kembali bergeriliya, maka bersiaplah dengan kontak senjata dan ledakan bom di berbagai penjuru Afghanistan.

Hari pertama kedatangan Antara di negara yang memiliki 34 provinsi ini, sudah disambut dengan ledakan bom di salah satu ruas jalan yang baru saja di lewati, menurut kabar dari KBRI ada dua orang yang tewas pada ledakan itu.

"Saya baru saja dapat kabar, baru saja terjadi ledakan di jalan yang baru saja kita lewati," kata staf KBRI Kasim Adam.

Namun, bom-bom tersebut tidak menghentikan aktivitas di Kota Kabul, daerah-daerah yang tidak dekat dengan TKP tetap beraktivitas. Pria-pria berpakaian gamis lengkap dengan pakol (topi tradisional Afghanistan yang bentuknya seperti topi baret) masih senantiasa menjajakan dagangannya.

Mobil-mobil tua era 70 dan 80-an masih saling silang memadati jalan raya sehingga membuat jalanan menjadi macet. Bagi sebagian besar masyarakat Afghan serangan bom bukanlah hal yang luar biasa, bahkan ledakan bom dapat terjadi hingga seminggu sekali.

"Di sini kita tidak pernah menduga akan terjadi bom, karena memang tidak ada tanda-tanda. Bisa saja ini kelihatannya sedang aman tetapi tiba-tiba terjadi bom. Seperti digigit nyamuk saja, korbannya bisa siapa saja," kata Duta Besar Indonesia di Kabul Arief Rachman.

Meskipun mereka sudah terbiasa, bukan berarti tidak ada pengamanan di sana. Pasukan keamanan menggunakan jaket antipeluru dan senjata di sekeliling badannya, ditempatkan di setiap wilayah yang dianggap rawan, seperti di sekitar bandara.

Gedung-gedung, seperti kedutaan, kementerian dan hotel berbintang haruslah berpagar tembok dan di atasnya dilapisi oleh kawat berduri. Seperti hotel berbintang empat Serena yang pernah menjadi target pemboman, untuk masuk ke dalamnya harus melewati pagar beton, kemudian melewati empat portal yang di setiap gerbangnya ada pasukan keamanan.

"Di sini memang harus dipagar beton, karena dalam beberapa kasus mereka setelah ngebom dibelakangnya akan ada mobil yang menembak ke dalam gedung," kata staf politik dan keamanan KBRI Kabul Alfin Prasetya.

Dia mengatakan bom yang digunakan pun bermacam-macam bentuknya, dan saat ini yang sedang "ngetren" adalah bom magnet.

"Pembuat bom di sini kreatif-kreatif, sekarang lagi musim bom magnet. Jadi bom tersebut nanti ditempelkan ke mobil yang telah ditarget untuk diledakan," kata Alfin.

Bahkan Menteri Pertahanan Afghanistan Ahmad Shah Massoud dibunuh dengan bom kamera oleh seorang yang menyamar sebagai wartawan pada 2001. Sejak saat itu penggunaan kamera dibatasi di berbagai tempat, terutama di Istana Negara.

Memang di Afghanistan cukup banyak larangan, beberapa tempat tidak boleh difoto dengan kamera profesional, begitu juga dengan tentara atau tempat "check point".

"Di sini jangan sembarang motret, terutama motret tentara. Kalau ketahuan mereka bisa langsung merampas kameramu," kata Alfin.

Memotret bisa dilakukan dengan meminta izin, atau diam-diam mengambil gambar menggunakan kamera ponsel.

Di Afghan juga tidak boleh sembarangan memfoto seorang perempuan, jika mengambil foto tanpa izin, mereka akan marah besar dan mengusir pemotret. Memotret perempuan di sini haruslah seizin suami atau keluarga perempuan tersebut.

Berbelanja di Kabul Meskipun kota yang dikelilingi gunung batu ini sedang tidak stabil, namun bukan berarti kegiatan ekonomi berhenti. Di mehara ini ada tiga pusat perbelanjaan walau tidak semewah yang ada di Jakarta.

Salah satu yang populer adalah Majeed Mall. Untuk masuk ke dalamnya harus melewati satu pos yang dijaga oleh seorang petugas bersenjata dan memakai seragam berwarna biru gelap. Di dalam tak terlihat hiruk pikuk orang-orang yang sedang berbelanja, semua terasa senyap. Hanya satu atau dua orang yang berbelanja, semua toko dijaga oleh laki-laki.

Salah satu toko yang menjadi kesukaan WNI adala toko sepatu Clarks asal Inggris. Do tempat itu semua sepatu dijual dengan potongan harga hingga 50 persen. Harga sepatu berkisar 3.000 hingga 6.000 Afghani, belum termasuk potongan, atau jika dikonversikan ke rupiah sama dengan RP500 ribu hingga Rp1 juta.

Setelah dipotong 50 persen, maka harga jualnya bisa hanya Rp250 ribu hingga Rp500 ribu, sedangkan di Indonesia sepatu yang sama dapat dibeli dengan harga jutaan rupiah.

"Di Indonesia mode sepatunya telat dua session dari Afghanistan. Jadi kalau aku pulang ke Indonesia semua teman-teman pasti nitip dibelikan sepatu ini," kata Alfin.

Salah satu barang yang jadi incaran WNI di Kabul adalah gawai iPhone yang harganya bisa lebih murah Rp2 - Rp3 juta, misalnya iPhone 7 dijual sekitar Rp8 juta. Jika ingin berbelanja pakaian tradisional seperti pakol, gamis, pashmina berbahan sutra, perhiasaan antik atau karpet dari bulu domba kita bisa pergi ke Chicken Street. Ini adalah area paling terkenal untuk membeli cenderamata Afghan.

Sepintas toko di sana seperti toko tradisional biasa, setiap toko akan menjual barang yang spesifik saja, misalnya toko karpet akan menjual karpet saja, toko perhiasan akan mejual perhiasan saja.

Namun di sepanjang jalan ada pasukan Nato lengkap dengan senjata laras panjang berjaga. Hal ini membuat pembeli dari luar Afghanistan merasa was-was. Sebelum kedatangan NATO ke daerah tersebut, pasar ini gegap gempita, namun saat ini pasar tersebut terasa sepi.

Berbelanja di Afghan kita tidak perlu menggunakan Afghani (mata uang Afghanistan) yang cukup sulit ditemui di jasa penukaran uang. Di Kota itu para pedagang menerima mata uang lain selain Afghani, yaitu Dollar Amerika, Euro dan Rupee. Satu Dolar Amerika setara dengan 65 Afghani, satu Afghani setara dengan Rp190.

Sama dengan di Indonesia berbelanja di toko perlu kemampuan tawar menawar untuk mendapatkan harga terbaik. Toko-toko di Afghanistan biasanya akan tutup saat jam 7 malam, dan hanya beberapa toko yang buka hingga jam 10 malam. Maka tak heran ketika hari sudah gelap jalanan Kabul terasa sepi.

Afghan Burger Di Kabul, kini mulai populer makanan cepat saji, namun tak seperti di Indonesia dimana gerai makanan cepat saji didominasi oleh merek-merek Amerika. Di kota itu makanan cepat saji banyak dari Turki atau merek lokal.

Salah satunya adalah Afghan Burger yang menjadi idola penduduk setempat saat jam makan siang, antrean bisa mengular untuk mendapatkan roti Afghan diisi dengan kentang, sayur-mayur, sosis, daging, telur ditambah saus dan mayones ini. Bagi orang Indonesia, beberapa gigitan Afghan burger dapat membuat perut kenyang.

Gerai cepat saji lainnya yang buka hingga malam adalah "Turkish Fast Food", menjual makanan ala Turki, seperti shawarma, salad, kentang goreng dan lainnya. Porsinya? tentu besar, bagi orang Indonesia. Satu porsi shawarma bisa dimakan oleh dua orang, satu porsi kentang goreng bisa dimakan beramai-ramai bersama empat orang.

Saat musim panas, orang-orang Afghan suka meminum "dough" atau yoghurt encer seperti susu yang ditambah mentimun, rasanya sangat masam, sedikit asin tetapi tubuh merasa segar setelah meminumnya.

Kasim Adam yang telah menetap di Kabul selama 11 tahun dan menikahi perempuan setempat, mengatakan orang Afghan bisa minum satu botol besar dough saat musim panas.

"Mereka minum untuk menyegarkan badan, sekali minum bisa satu botol besar," kata dia.

Peminum Teh

"Chae." kata seorang kakek Afghan meminta segelas teh kepada pramugari di dalam penerbangan Emirats dari Dubai ke Kabul.

Orang Afghan sangat menyenangi minum teh, kapan pun dan apa pun makanannya, mereka akan selalu minum teh.

Saat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Yohana Yembise diundang ke Istana Negara Afghanistan oleh Presiden Ashraf Ghani dan Ibu Negara Rula Ghani, segala jenis teh dihidangkan di atas meja.

"Apakah anda mau kopi? Maaf kalau kami hanya menyajikan teh, orang Afghan adalah peminum teh. Seperti orang Cina kami senang minum teh hijau," kata Presiden.

Pada hidangan pertama, para pelayan menuangkan teh hijau, saat lanjut kehidangan berikutnya mereka mengganti teh hijau dengan teh merah seperti yang biasa diminum oleh orang Indonesia.

Teh merah yang disajikan di sini haruslah pekat dan tanpa gula, kalau tidak pekat bukan minum teh, kata mereka. Jika ingin teh manis biasanya akan disediakan gula batu di tempat yang terpisah. Teh yang disajikan juga biasanya bervariasi, mereka biasanya menambahkan beberapa bahan seperti jahe atau juga saffron (rempah dari bunga Crocus sativus).

Selain tidak bisa lepas dari teh, orang Afghan juga tidak lepas dari roti (naan). Saat sarapan mereka lazim mengonsumsi naan bersama teh manis, saat makan siang dan malam walaupun sudah menyantap nasi mereka juga akan memakan naan.

Naan adalah roti berbahan dasar gandum yang dibakar tawar atau ditambah kentang di dalamnya, rasanya seperti roti pizza tanpa isian, dapat dimakan tawar atau bersama makanan yang lainnya. Naan bisa didapatkan di toko roti, dijual seharaga 10 Afghani atau sekitar Rp2 ribu rupiah.

Namun jangan heran, saat kita berbelanja akan ada segerombolan pengemis meminta uang. Jika ingin berderma, boleh memberikan uang atau juga makanan.

Negara yang terkurung daratan ini sesungguhnya sangat indah, namun konflik yang berkepanjangan membuat penduduknya menjadi miskin, tidak banyak lapangan pekerjaan yang tersedia.

Pengemis dapat ditemui dimana-mana baik orang tua maupun anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka menghampiri setiap mobil yang ada di jalan, mengetuk-ngetuk memaksa diberikan uang atau pun makanan.

Jika tidak diberi, mereka tidak akan pergi, mereka akan terus meminta hingga diberi. Jika diberi uang, maka pengemis lain akan datang dan meminta uang. Pemandangan seperti ini ada di setiap Kabul.

Mengunjungi Kabul, membuat kita sangat bersyukur dapat tinggal di Indonesia di mana masyarakatnya masih bisa hidup tenang dan damai.


sumber: rilis.id
Diubah oleh p0congkaskus 19-05-2017 12:23
0
2.5K
31
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan