- Beranda
- Komunitas
- News
- Melek Hukum
Analogy pasal pembunuhan dan pasal 156 a penodaan agama dan pembunuhan


TS
malina025
Analogy pasal pembunuhan dan pasal 156 a penodaan agama dan pembunuhan
Ibaratnya A didakwa membunuh B
Kalau A sengaja, dan B mati, itu pembunuhan berencana
Kalau A tidak sengaja, dan B mati, itu man slaughter. Hukumannya lebih ringan
Kalau A sengaja, tapi B tidak mati, itu percobaan pembunuhan. Hukumannya lebih ringan.
Kalau A tidak sengaja dan B tidak mati, ya helloooo.... mustinya nggak masalah dong.
Nah ini Bnya bunuh diri supaya A dihukum.
Undang undang penistaan agama ke ahok itu kayak gitu. Tapi itu hukum dalam praktek bisa diartikan sempit dan lebar.
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Interpretasi nastak itu lebih "sempit". Jadi semua yang ditebelin itu harus dipenuhi.
Bagi nastak, Ahok bersalah bila Ahok membakar mesjid misalnya. Tindakan seperti itu adalah tindakan yang
1. Sengaja melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan. Semua frase ini harus dilihat sebagai satu kesatuan. Tidak cukup Ahok sengaja berbicara. Ahok harus berbicara, tau kalau perkataanya bersifat permusuhan, tetap melakukan, karena memang tujuannya untuk memotivasi orang untuk memusuhi agama tertentu.
2. Dengan maksud supaya orang jadi atheist atau polytheist (bagian b)
Kalau dalam arti sesempit itu ya saya juga tidak tahu siapa yang bisa kena pasal ini mungkin tidak ada. Bakar vihara, bakar mesjid, kan bukan sesuatu yang bisa bikin orang murtad. Dan murtadnya harus ke atheism atau ke polytheism (tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ketuhanan yang maha esa). Ya lucu juga kan.
Nasbung itu melihat hukum ini dalam arti selebar mungkin. Kalau pakai definisinya nasbung, hampir siapapun bisa kena pasal ini kalo pihak lawan mau "usaha". Ahok kena karena dia berantas korupsi. Jadi banyak orang punya incentive kuat untuk jatoin dia.
Kalau menurut nasbung, Ahok tidak perlu melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan. Ahok hanya perlu sengaja melakukan sesuatu. Misal berbicara. Tidak ada kan orang berbicara tidak sengaja.
Lalu hakim kemudian memutuskan apakah tindakan tersebut bersifat permusuhan. Hakim mempertimbangkan demo yang ada dalam menimbang itu. Jadi bohong kalo demo tidak berpengaruh.
Tindakannya juga tidak harus bersifat permusuhan dalam pokoknya. Ahok, misalnya kan sedang memotivasi nelayan untuk menanam ikan krapu. Nah pokok dari perbuatan Ahok adalah tanam ikan krapu. Bukan kitab suci bohong.
Nasbung juga melihat bagian b "optional".
Jadi begitulah hukum di Indo. Sedemikan arguablenya ya wajar hakim kita disogok.
Ada ahli hukum yang bisa menjelaskan aturan apa yang baku dalam hukum seperti ini?
Kalau A sengaja, dan B mati, itu pembunuhan berencana
Kalau A tidak sengaja, dan B mati, itu man slaughter. Hukumannya lebih ringan
Kalau A sengaja, tapi B tidak mati, itu percobaan pembunuhan. Hukumannya lebih ringan.
Kalau A tidak sengaja dan B tidak mati, ya helloooo.... mustinya nggak masalah dong.
Nah ini Bnya bunuh diri supaya A dihukum.
Undang undang penistaan agama ke ahok itu kayak gitu. Tapi itu hukum dalam praktek bisa diartikan sempit dan lebar.
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Interpretasi nastak itu lebih "sempit". Jadi semua yang ditebelin itu harus dipenuhi.
Bagi nastak, Ahok bersalah bila Ahok membakar mesjid misalnya. Tindakan seperti itu adalah tindakan yang
1. Sengaja melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan. Semua frase ini harus dilihat sebagai satu kesatuan. Tidak cukup Ahok sengaja berbicara. Ahok harus berbicara, tau kalau perkataanya bersifat permusuhan, tetap melakukan, karena memang tujuannya untuk memotivasi orang untuk memusuhi agama tertentu.
2. Dengan maksud supaya orang jadi atheist atau polytheist (bagian b)
Kalau dalam arti sesempit itu ya saya juga tidak tahu siapa yang bisa kena pasal ini mungkin tidak ada. Bakar vihara, bakar mesjid, kan bukan sesuatu yang bisa bikin orang murtad. Dan murtadnya harus ke atheism atau ke polytheism (tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ketuhanan yang maha esa). Ya lucu juga kan.
Nasbung itu melihat hukum ini dalam arti selebar mungkin. Kalau pakai definisinya nasbung, hampir siapapun bisa kena pasal ini kalo pihak lawan mau "usaha". Ahok kena karena dia berantas korupsi. Jadi banyak orang punya incentive kuat untuk jatoin dia.
Kalau menurut nasbung, Ahok tidak perlu melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan. Ahok hanya perlu sengaja melakukan sesuatu. Misal berbicara. Tidak ada kan orang berbicara tidak sengaja.
Lalu hakim kemudian memutuskan apakah tindakan tersebut bersifat permusuhan. Hakim mempertimbangkan demo yang ada dalam menimbang itu. Jadi bohong kalo demo tidak berpengaruh.
Tindakannya juga tidak harus bersifat permusuhan dalam pokoknya. Ahok, misalnya kan sedang memotivasi nelayan untuk menanam ikan krapu. Nah pokok dari perbuatan Ahok adalah tanam ikan krapu. Bukan kitab suci bohong.
Nasbung juga melihat bagian b "optional".
Jadi begitulah hukum di Indo. Sedemikan arguablenya ya wajar hakim kita disogok.
Ada ahli hukum yang bisa menjelaskan aturan apa yang baku dalam hukum seperti ini?
Diubah oleh malina025 17-05-2017 02:47
0
1.4K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan