- Beranda
- Komunitas
- Sports
- Liga Italia
Bukti Kejeniusan Massimiliano Allegri


TS
Kaskus Sport
Bukti Kejeniusan Massimiliano Allegri
Utamanya, klub-klub besar sangat jarang melakukan perubahan dalam skala masif di tim mereka. Tentunya itu adalah untuk mencegah hilangnya momentum yang sudah dibangun, terlebih bila tim tersebut mampu meraih prestasi yang mengagumkan. Namun, hal itu nampaknya tidak berlaku untuk Juventus. Sekilas, Juve memang tidak terlihat melakukan banyak perubahan. Namun, menilik lebih dalam, perubahan yang dilakukan oleh Massimiliano Allegri cenderung dalam skala yang masif.

Keberhasilan mereka mengalahkan AS Monaco pada leg kedua semi final Liga Champions memastikan Bianconeri lolos ke final dengan agregat 4-1. Ketika mereka kelak bermain di Cardiff, Juni mendatang, maka hanya tersisa dua nama; Leonardo Bonucci dan Gianluigi Buffon sebagai pemain yang juga bermain di final 2015. Jumlah itu sebenarnya bisa saja menjadi tiga namun Giorgio Chiellini mengalami cedera kala itu. Yang lebih hebatnya, dari 18 pemain yang dibawa Allegri pada pertandingan final itu, 12 diantaranya sudah meninggalkan klub.
Itu jelas merupakan perubahan yang cukup masif. Mari bandingkan dengan Barcelona pada 2009 dan 2011. Dengan jarak sama dua tahun, Barcelona hanya kehilangan 10 dari 18 pemain pada skuat final mereka--lima diantaranya bahkan bermain sebagai starter. Juga dengan Real Madrid pada final 2014 dan 2016. Hanya empat nama yang hilang dari starter pelatih Carlo Ancelotti hingga pada Zinedine Zidane tahun lalu. Secara skuat final keseluruhan pun Madrid membawa 10 pemain yang sama dalam dua tahun tersebut. Hal ini terbukti efektif karena momentum yang mereka rasakan mampu terbawa pada final berikutnya.
Kecuali klub itu adalah klub yang benar-benar dijalankan dengan baik, maka perubahan dalam skala masif itu justru bisa menjadi bumerang. Tentu ini tidak hanya soal bagaimana Allegri menangani timnya. Direktur Olahraga Fabio Paratici dan CEO Beppe Marotta juga memiliki perannya tersendiri. Dengan kerjasama ketiganya, Juventus mampu memperlihatkan pada dunia bahwa perubahan itu tidak selamanya memberikan kerugian.
Memang, ketika Juventus kehilangan pemain seperti Andrea Pirlo, Arturo Vidal, Carlos Tevez, Paul Pogba, Patrice Evra, hingga Alvaro Morata, mereka pun mendapatkan pengganti yang dibilang sepadan. Sami Khedira, Paulo Dybala, Miralem Pjanic, Alex Sandro, Dani Alves, Mario Mandzukic, hingga Gonzalo Higuain datang ke Juventus Stadium. Beberapa pemain yang disebutkan diatas memang memiliki beberapa posisi yang sama. Namun secara gaya permainan, jelas perbedaan itu benar-benar terlihat.
Dybala--yang kerap dibandingkan dengan Tevez--sebenarnya adalah pemain dengan gaya yang sudah lama tidak ada di Juventus. Apabila Tevez masih bisa mengandalkan fisiknya, maka tidak dengan Dybala yang kekuatan utama permainannya adalah otak dan tekniknya. Pjanic mungkin bisa dibandingkan dengan Pirlo pada aspek sebagai seorang playmaker dan eksekutor tendangan bebas. Namun, perbandingan itu berhenti disana. Dengan pemahaman Allegri akan perbedaan gaya bermain Pirlo dan Pjanic, iapun tidak memaksakan gelandang Bosnia itu untuk bermain di 'Pirlo-role' dan justru mengubah taktik yang sudah ia gunakan.
Berbicara perubahan besar yang dilakukan Allegri tentu tak lengkap bila tidak menyebut nama Mandzukic. Siapa sangka, penyerang setinggi 6 kaki 3 inci dan berusia 30 tahun ini kian mentereng ketika ditempatkan sebagai sayap. Bila gaya bermain Mandzukic adalah penyerang lincah seperti Dybala mungkin hal ini diwajarkan. Namun, Mandzukic adalah penyerang dengan gaya bermain target man murni. Ditempatkan di sayap kiri pun, Mandzukic lebih kepada penyerang lebar yang memberikan ancaman di tiang jauh daripada seorang winger--terlihat pada gol yang ia cetak melawan Monaco.
Ini merupakan final kedua Allegri bersama Juventus dalam tiga tahun terakhir--sesuatu yang hanya menjadi mimpi ketika Antonio Conte menjabat sebagai pelatih Bianconeri. Selain ahli dalam memperbaiki dan mencari alternatif bagi timnya, tentu Allegri juga harus belajar dari kesalahan pada final sebelumnya. Secara taktis, Barcelona dan Madrid tentu adalah tim berbeda. Yang harus dilakukan Allegri sudah jelas adalah ia harus menyiapkan mental anak asuhnya. Lolos ke final Liga Champions bukanlah sesuatu yang mudah diraih tiap musimnya, dan Juventus tidak boleh lagi menyia-nyiakan hal itu.

Keberhasilan mereka mengalahkan AS Monaco pada leg kedua semi final Liga Champions memastikan Bianconeri lolos ke final dengan agregat 4-1. Ketika mereka kelak bermain di Cardiff, Juni mendatang, maka hanya tersisa dua nama; Leonardo Bonucci dan Gianluigi Buffon sebagai pemain yang juga bermain di final 2015. Jumlah itu sebenarnya bisa saja menjadi tiga namun Giorgio Chiellini mengalami cedera kala itu. Yang lebih hebatnya, dari 18 pemain yang dibawa Allegri pada pertandingan final itu, 12 diantaranya sudah meninggalkan klub.
Itu jelas merupakan perubahan yang cukup masif. Mari bandingkan dengan Barcelona pada 2009 dan 2011. Dengan jarak sama dua tahun, Barcelona hanya kehilangan 10 dari 18 pemain pada skuat final mereka--lima diantaranya bahkan bermain sebagai starter. Juga dengan Real Madrid pada final 2014 dan 2016. Hanya empat nama yang hilang dari starter pelatih Carlo Ancelotti hingga pada Zinedine Zidane tahun lalu. Secara skuat final keseluruhan pun Madrid membawa 10 pemain yang sama dalam dua tahun tersebut. Hal ini terbukti efektif karena momentum yang mereka rasakan mampu terbawa pada final berikutnya.
Kecuali klub itu adalah klub yang benar-benar dijalankan dengan baik, maka perubahan dalam skala masif itu justru bisa menjadi bumerang. Tentu ini tidak hanya soal bagaimana Allegri menangani timnya. Direktur Olahraga Fabio Paratici dan CEO Beppe Marotta juga memiliki perannya tersendiri. Dengan kerjasama ketiganya, Juventus mampu memperlihatkan pada dunia bahwa perubahan itu tidak selamanya memberikan kerugian.
Memang, ketika Juventus kehilangan pemain seperti Andrea Pirlo, Arturo Vidal, Carlos Tevez, Paul Pogba, Patrice Evra, hingga Alvaro Morata, mereka pun mendapatkan pengganti yang dibilang sepadan. Sami Khedira, Paulo Dybala, Miralem Pjanic, Alex Sandro, Dani Alves, Mario Mandzukic, hingga Gonzalo Higuain datang ke Juventus Stadium. Beberapa pemain yang disebutkan diatas memang memiliki beberapa posisi yang sama. Namun secara gaya permainan, jelas perbedaan itu benar-benar terlihat.
Dybala--yang kerap dibandingkan dengan Tevez--sebenarnya adalah pemain dengan gaya yang sudah lama tidak ada di Juventus. Apabila Tevez masih bisa mengandalkan fisiknya, maka tidak dengan Dybala yang kekuatan utama permainannya adalah otak dan tekniknya. Pjanic mungkin bisa dibandingkan dengan Pirlo pada aspek sebagai seorang playmaker dan eksekutor tendangan bebas. Namun, perbandingan itu berhenti disana. Dengan pemahaman Allegri akan perbedaan gaya bermain Pirlo dan Pjanic, iapun tidak memaksakan gelandang Bosnia itu untuk bermain di 'Pirlo-role' dan justru mengubah taktik yang sudah ia gunakan.
Berbicara perubahan besar yang dilakukan Allegri tentu tak lengkap bila tidak menyebut nama Mandzukic. Siapa sangka, penyerang setinggi 6 kaki 3 inci dan berusia 30 tahun ini kian mentereng ketika ditempatkan sebagai sayap. Bila gaya bermain Mandzukic adalah penyerang lincah seperti Dybala mungkin hal ini diwajarkan. Namun, Mandzukic adalah penyerang dengan gaya bermain target man murni. Ditempatkan di sayap kiri pun, Mandzukic lebih kepada penyerang lebar yang memberikan ancaman di tiang jauh daripada seorang winger--terlihat pada gol yang ia cetak melawan Monaco.
Ini merupakan final kedua Allegri bersama Juventus dalam tiga tahun terakhir--sesuatu yang hanya menjadi mimpi ketika Antonio Conte menjabat sebagai pelatih Bianconeri. Selain ahli dalam memperbaiki dan mencari alternatif bagi timnya, tentu Allegri juga harus belajar dari kesalahan pada final sebelumnya. Secara taktis, Barcelona dan Madrid tentu adalah tim berbeda. Yang harus dilakukan Allegri sudah jelas adalah ia harus menyiapkan mental anak asuhnya. Lolos ke final Liga Champions bukanlah sesuatu yang mudah diraih tiap musimnya, dan Juventus tidak boleh lagi menyia-nyiakan hal itu.
MAU NONTON GRATIS SERIE A DI ITALIA?
IKUTAN KUIS TEBAK SKOR DI SINI!
Supported by:



www.kaskus.id
IKUTAN KUIS TEBAK SKOR DI SINI!
Supported by:



www.kaskus.id
0
4.5K
20


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan