Salam gan
Kasus Ahok masih anget nih gan
di luar dugaan ternyata doi di vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa 
aneh bin ajaib gan
masalahnya vonis hakim jatuh setelah tekanan massa mulai agak berkurang karena you knowPilkada DKI kan udah kelar
tapi eh tapi ternyata hakim lebih mutusin ahok di bui dibanding percobaan gan 
aneh? sama 
padahal fakta persidangan udah jelas
tapi ada yang lebih aneh gan 
hayooo apa???
Presiden kemana yah gan?
apa bener istana lagi ditekan?
duh bukan pengadilan doang dong yang ditekan

atau jangan jangan lagi siapin amunisi 
tapi tetep kebenaran meja hijau gak boleh di korbanin yah pak Jokowi
Quote:
INFONAWACITA.COM – Vonis Ahok sudah dijatuhkan. Dua tahun penjara menjadi putusan Majelis Hakim atas dugaan penistaan agama yang disangkakan pada mantan Wakil Gubenur DKI Jakarta ini.
Presiden Joko Widodo yang juga pernah menjadi teman seperjuangan Ahok ketika memimpin DKI Jakarta sudah mengeluarkan tanggapan atas vonis hakim terhadap Ahok.
“Saya meminta semua pihak menghormati proses hukum yang ada serta putusan yang telah dibacakan majelis hakim, termasuk juga kita harus menghormati langkah yang akan dilakukan Basuki Tjahaja Purnama untuk mengajukan banding. Dan yang paling penting, ini yang paling penting, kita semua percaya terhadap mekanisme hukum untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada,” kata Presiden dalam rilis resminya pada Selasa (9/5).
Pernyataan Presiden ini pun dianggap sangat normatif oleh akademisi Arif Susanto. Hal ini kata Arif, karena sedari awal Presiden jelas mengetahui jika kasus hukum Ahok sangatlah kental nuansa politis.
“Pernyataan presiden bukan hanya normatif tapi tidak memiliki makna etis. Jadi menyerahkan kepada hukum seolah-olah benar secara normatif, tapi sebenarnya kosong dalam makna etis. Karena hukumnya sendiri dari awal bermasalah, dan Presiden tahu itu,” kata Arif pada Infonawacita.com pada Rabu (10/5).
Ada tekanan besar mengancam istana
Arif menduga di balik pernyataan Presiden yang normatif itu ada tekanan politik yang sangat besar yang sedang mengancam istana. Tekanan tersebut akan terus berlangsung sampai Pemilu Presiden 2019 mendatang.
“Putusan ini jelas diorientasikan untuk kepentingan politik tertentu. Ini yang perlu kita sama-sama periksa, sebab dugaan saya ada satu kekuatan yang sangat besar yang sekarang sedang menekan istana untuk lakukan pembalikan politik, dan ini akan terus di jaga sampai 2019 mendatang,” kata peneliti di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia (PSIK Indonesia) ini.
Maka Arif menduga lagi saat ini sedang berlangsung sebuah pertarungan yang sangat kuat antara pihak istana dan oposisi. Putusan hakim yang lebih tinggi dari tuntutan Jaksa diduga untuk menghindarkan istana dari guncangan politik yang luar biasa.
“Saya menduga sekarang ini sedang berlangsugn sebuah pertarungan yang sangat kuat antara pihak istana dan oposisi istana. Jadi jika putusan hakim itu tidak puaskan pihak lawan, ada kemungkinan kita akan alami sebuah guncangan politik luar biasa,” kata Arif.
Maka kata Arif, tidak heran jika saat ini istana terkesan bermain aman terhadap kasus hukum Ahok.
“Sehingga besar kemungkinan kalkulasi Istana mengambil playsave dalam tanda kutip mengorbankan Ahok,” kata pria yang mengambil magister politik di Universitas Gajah Mada ini.
Mengharap sikap tegas presiden
Salah satu pendiri Setara Institute Romo Benny Susetyo juga mengatakan bahwa seharusnya Presiden bisa mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas terkait vonis Ahok. Apalagi bukan rahasia umum jika kasus hukum Ahok digunakan hanya karena politisasi praktis belaka.
“Seharusnya memang diharapkan Presiden bisa lebih tegas. Jelaskan ini akar masalahnya apa, memang Presiden tidak boleh intervensi hukum, tapi ketika hukum terlukai, maka Presiden harusnya mulai melihat kembali,” kata pria yang juga aktifis Forum Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Indonesia (FKDHI) ini.
Jika Presiden bisa mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas, kata Benny, maka kejadian hukum digunakan hanya untuk politisasi praktis tidak akan terulang. Sehingga hukum kembali berpihak pada nilai-nilai kebenaran yang universal.
“Maka nantinya harus dikawal dimana hukum ini tidak boleh lagi digunakan hanya karena politisasi praktis, jelaskan jika langkah hukum harus berpihak pada nilai-nilai kebenaran yang universal,” kata Benny menambahkan.
Koalisi partai?
Pengamat pun kemudian menganalisa mengenai adanya pertimbangan koalisi Partai. Arif Susanto meyakini hal tersebut. Padahal keterpilihan Presiden pada Pemilu 2014 lalu juga melibatkan masa non partai.
Maka jika Presiden tetap bermain aman, hal itu menunjukkan jika Presiden lebih peduli dengan keberlanjutan kekuasaannya. Ia abai pada pemenuhan janji Nawacita poin ke-9 tentang memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
“Kalo hari ini kita saksikan Jokowi playsave maka itu berarti Jokowi lebih peduli pada keberlanjutan kekuasaanya dibandingan pemenuhan janji-janji kampanye yang dia buat tiga tahun lalu. Kalau begitu semua pemegang kekuasaan hanya jangka pendek, lima tahunan, sedangkan kita tahu pembangunan bukan hanya jangka pendek,” kata pria yang mengajar di Universitas Tarumanegara itu.
Supremasi hukum
Benny kemudian menyampaikan harapannya. Menurutnya, sebagai pemegang tertinggi kekuasaan Presiden bisa lebih menegaskan kembali pernyataannya agar masyarakat dapat melihat jika Presiden berpegang teguh pada supremasi hukum.
“Pertama Presiden sebagai kepala negara harusnya dia memegang tinggi supremasi hukum tapi jika statemen kemarin kan posisinya tidak jelaskan itu. Maka rakyat berharap lebih jelas lah dalam posisinya dia harus berpegang pada supremasi hukum. Misalnya hukum harus berlaku adil untuk semuanya, jangan berlaku subjektif, jadi harus ada keberanian itu,” kata Benny.
Akan tetapi ia percaya bahwa nantinya Presiden akan bisa bersikap tegas dalam kasus hukum Ahok mengingat rakyat cukup terpukul dengan peristiwa ini.
“Dan saya percaya Presiden akan memperhatikan ini. Presiden akan sungguh sungguh, karena peristiwa ini telah melukai publik,” kata Benny dengan yakin. (DS/yi)
Sumur