Waktu ogut KKN dulu, setiap kelompok harus maju dan presentasi program kerja. Dan, setiap kelompok harus mengajukan program unggulan untuk dilombakan. Singkat cerita, ada satu kelompok yang maju dan presentasi.

Terus si ketua kelompok ditanya gini.

Dosen: Apa program unggulan kalian?
Si ketu: Semua program kami program unggulan pak.
Dosen: Siapa sasarannya?
Si ketu: Semua warga desa pak!

Kalau kita katakanlah mau bisnis, mau bikin program kerja, dsb dsb dll, kita harus sadar kalau nggak semua orang cocok sama kita.
Nggak semua orang sepaham sama kita. Bener nggak?

Kalau kita yakin bahwa semua orang suka sama kita, akhirnya kita nggak bisa menarget dengan tepat. Siapa yang mau ditarget? Kita nggak kenal sama sasarannya.

Yang terbaik yang bisa kita lakukan ya fokus aja sama orang yang bakal suka sama kita. Produk kita, program kerja kita, atau pikiran kita. Udah fokus aja di situ, terus dikembangin. Nanti kalaupun ada haters yang nggak suka sama karya kita, yaudah biarin, emang dari awal kita udah memprediksi, kan?

Ini namanya realistis.

Kadang kita terlalu optimis, sampai lupa melihat resiko dan faktor X.



Siapapun yang pernah bikin acara pasti menemukan faktor kejutan yang nggak terduga, yang nggak kita antisipasi.
Ogut dulu pernah bikin acara training untuk anak SMA. Semua materi oke, persiapan oke, latihan juga udah.

Pas hari H, baru ketauan kalau laptop ogut nggak cocok sama colokan proyektornya. Nggak ada converternya pula.
Mampus, nggak kepikiran. Pucet. Untung waktu itu ada panitia yang bawa leptop, akhirnya leptopnya ogut culik.

Inilah kenapa kita jangan terlalu optimis. Kalau kelewat optimis, kita terlalu fokus sama hal yang besar-besar. Kita terlalu yakin bakal berhasil, sampai lupa sama kemungkinan gagal. Masalah kecil jadi kurang diperhatikan.

Faktor X selalu muncul. Akan ada kejutan yang kita nggak tau kapan munculnya. Dan, yang terlalu optimis biasanya nggak siap.

Punya ketakutan belum tentu penakut. Takut bukan berarti cemen.
Malah, punya ketakutan justru bagus buat kita. Takut gagal dan takut mengecewakan orang bikin kita waspada.

Takut ditipu bikin kita teliti sebelum ngejualin barang. Takut ditilang bikin kita inget bawa SIM dan STNK. Takut kena virus bikin kita nggak sembarangan klik yes saat ngedownload program bajakan (ehehe).

Ketakutan bikin kita waspada, bikin kita mikir.

Yang paling penting adalah jangan membiarkan ketakutan kita menghalangi kita bertindak. Hidup akan penuh hal mencurigakan. Jadi, sedikit ketakutan akan membantu.

Apple punya Newton. Microsoft punya Zune dan tablet PC. Google punya Google+.

Sebagus apapun kita, kita pasti bakal nemu kegagalan. Ini terjadi pada siapapun.
Kalau kita terlalu optimis, kegagalan yang nggak terduga ini bikin hancur lebur.

Tapi kegagalan nggak perlu disikapi dengan buruk juga. Kegagalan sebenarnya bukan lawan dari sukses, tapi kegagalan adalah batu loncatan menuju kesuksesan.

Kegagalan menguatkan kita, dan setiap langkah mundur menginspitasi kita ke kesuksesan berikutnya.

Motivator dan buku motivasi nyuruh kita untuk terus berusaha. Padahal, kesuksesan nggak selalu ditentukan sama berusaha. Kesuksesan juga ditentukan oleh kapan harus mundur.

Ada waktunya bisnis yang udah megap-megap harus ditutup. Daripada terus-terusan bakar duit, mending cari yang baru.

Nyerah nggak selalu berarti salah. Yang penting, kita perlu yakin: nyerah memang satu-satunya jalan.

12 Hal yang Jangan Dikatakan ke Pacar
Pedofilia nggak semua jahat?
Kenapa Flappy Bird, Candy Crush, dan Tetris bikin kecanduan