- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sepuluh Anak Petani Telukjambe Ikut Aksi Kubur Diri di Monas


TS
trimusketeers
Sepuluh Anak Petani Telukjambe Ikut Aksi Kubur Diri di Monas
Quote:

Sepuluh anak petani Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, ikut aksi kubur diri di depan pintu keluar Monas dekat Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, pada Senin, 1 Mei 2017. Kesepuluh anak yang berusia antara 10-14 tahun itu ikut aksi sebagai bentuk keprihatinan terhadap perjuangan orang tua mereka dalam menghadapi konflik agraria melawan PT Pertiwi Lestari.
Madhari, 46 tahun, petani Telukjambe, yang ikut aksi mengatakan dirinya dan orang tua lain sudah melarang anak-anak ikut aksi kubur diri. Namun mereka tetap bersikeras ikut.
“Sudah dari empat hari yang lalu mereka memaksa ikut. Anak saya kasian sama saya, dia bilang kok dari kemarin aksi tapi Jokowi (Presiden Joko Widodo) enggak dengar-dengar acan (juga). Kalo anak-anak yang kubur diri mungkin Jokowi akan kasihan,” ujar Madhari, peserta aksi kubur diri termuda.
Aksi ini dimulai pukul 08.00 WIB. Sekitar lima jam kemudian, tiga anak pingsan karena kepanasan. Pukul 16.00, Bayu (10 tahun) masih bertahan. Harapan anak kelas tiga SD itu sederhana, “Saya ingin cepat pulang ke kampung biar bisa puasa di sana dan main ke sawah lagi sama teman-teman.”

Sejak rumah, perkebunan, dan peternakan mereka digusur, anak-anak petani Telukjambe tidak dapat bersekolah lagi. Bayu yang sebelumnya rangking satu di kelas, mengaku ingin bisa belajar di sekolah lagi. Dia paling menyukai pelajaran matematika.
“Walaupun sekolahnya tidak ikut digusur, tapi anak-anak ini kan harus ikut orang tuannya. Sudah delapan bulan mereka tidak sekolah,”kata Madhari, orang tua Bayu.
Senada dengan Bayu, Inggi (14 tahn) juga berharap Presiden Jokowi mendengar tuntutan orang tuanya.
“Bapak saya dipenjara. Mama saya enggak boleh ikut kubur diri, mama kan sakit-sakitan mulu. Saya enggak mau Ibu saya meninggal. Jadi saya dan adik yang kubur diri,” kata Inggi.
Inggi juga berharap bapaknya segera dikeluarkan dari penjara. "Bapak saya membela haknya. Membela hak itu kan enggak salah. PT Pertiwi Lestari duluan yang mulai duluan kenapa masyarakat yang ditangkap,” kata siswa kelas 2 SMP ini.
Inggi bertekad akan ikut aksi kubur diri hingga selesai, sampai Jokowi mau bertemu dan mendengar tuntutan petani Teluk Jambe. “Saya berani karena pengin masalahnya cepat kelar, bosan hidup ngungsi dan tergantung orang mulu,” ucapnya.
Perusahaan pengembang PT Pertiwi Lestari menggusur warga dari tiga desa di Telukjambe untuk keperluan proyek industri. Menurut warga di sana, PT Pertiwi Lestari melakukan penggusuran dengan cara menggali tanah dari atas perbukitan, hingga pemukiman, perternakan, dan perkebunan warga ikut tertimbun. “Rumah sampai isi-isinya terkubur, ternak kita juga pada hilang semua,” ujar Madhari.
Selama mengungsi dari kampungnya, para petani Telukjambe ditampung di kawasan Tanah Abang oleh organisasi Muhammadiyah. Selain Muhammadiyah, pengungsi asal Karawang juga dibantu oleh beberapa organisasi seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dan Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dompet Dhuafa, dan lainnya.
Pemerintah Kabupaten Karawang sempat memberikan bantuan berupa tempat tinggal, logistik, dan pendidikan. Namun itu hanya bertahan selama 1,5 bulan.
sumber
Jgn sampai ada yg meninggal dalam aksi ini baru ditanggapi oleh pemerintah.

Quote:
Diintimidasi Aparat, Petani Karawang Mengadu ke Jokowi
Serikat Tani Telukjambe Bersatu (STTB) melaporkan dugaan intimidasi aparat terhadap ratusan petani Telukjambe Barat, Karawang ke Kantor Staf Presiden (KSP) terkait konflik lahan di tiga desa.
Aris Wiyono, Koordinator Aksi STTB, mengatakan pihaknya kemarin menyampaikan pengaduan ke KSP terkait dengan konflik lahan di Karawang, Jawa Barat antara petani dengan PT Pertiwi Lestari, satu perusahaan properti yang berkantor di Jakarta Pusat. Tak hanya penyelesaian konflik, dia mengungkapkan, pihaknya juga melaporkan dugaan intimidasi oleh aparat.
“Kami melaporkan konflik itu ke Deputi IV KSP Eko Sulistyo. Intimidasi aparat adalah memaksa warga untuk tanda tangan bersedia pindah tanpa adanya kompensasi,” kata Aris ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (8/9).
Pada 2013, konflik tanah itu terjadi antara PT Pertiwi Lestari, Perum Perhutani, dan Legiun Veteran Republik Indonesia namun melibatkan para petani di tiga desa, yakni Desa Margakaya, Desa Margamulya dan Desa Wanajaya. Saat ini, sekitar 500 aparat Brimob—dari sebelumnya sekitar 1.500 personel— dari Polda Jawa Barat dan Polres Karawang masih berada di lokasi.
Berdasarkan dokumen STTB, masyarakat mulai menggarap lahan itu sejak 1960 yakni ketika Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria diterapkan. Pada masa Orde Baru, lahan kemudian berubah kepemilikan dan fungsi untuk dijadikan area komersial. PT Pertawi Lestari sendiri masuk ke lahan warga dan diduga menggusur pada 1998 lalu dengan alasan memiliki sertifikat HGB Nomor 5, HGB Nomor 10, Sertifikat Nomor 40 tahun 1995.
Pada awal Agustus, Aris mengatakan,warga mendirikan tenda darurat di Desa Wanajaya sebagai tempat berkumpul di kalangan mereka. Posko itu juga berdekatan Posko Brimob dan enam alat berat yang digunakan untuk pembuatan batas area.
PT Pertiwi Lestari berencana membangun kawasan industri dengan alasan sudah dikabulkannya Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung pada awal tahun ini. Kawasan itu meliputi di Desa Margamulya dan Desa Wanajaya. Sejak 1 Agustus lalu, perusahaan bersama dengan Muspida Kabupaten Karawang diketahui melakukan pembuatan batas area, yang menyebabkan dugaan intimidasi ke warga.
Menteri Agraria Ferry Mursyidan Baldan pada April lalu menyatakan larangan untuk melakukan kegiatan di atas lahan dengan sertifikat HGB Nomor 11, HGB Nomor 40 dan areal Perhutani. Dia menuturkan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat itu tengah diajukan permohonan sertifikatnya. Posisi Ferry pada akhir Juli lalu diganti oleh Sofyan Djalil, yang digeser dari pos sebelumnya yakni Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Bahwa terhadap tanah sertifikat HGB Nomor 11, HGB Nomor 40 dan pada areal Perhutani,” demikian Ferry dalam suratnya yang diperoleh CNNIndonesia.com, “Untuk tidak ada kegiatan apa pun sampai ada penyelesaian terhadap status tanah yang dimanfaatkan oleh masyarakat.”
STTB juga pada akhir Juli lalu menyampaikan surat resminya ke Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan terkait dengan konflik lahan tersebut. Dalam suratnya disebutkan, warga memprotes tidak dilibatkannya mereka oleh PT Pertiwi Lestari dan Perum Perhutani atas konflik yang terjadi.
“Tindakan Muspida Karawang menimbulkan suasana tak kondusif dalam masyarakat dan menimbulkan potensi instabilitas keamanan,” demikian STTB dalam suratnya. “Instabilitas itu mengarah kepada konflik fisik terbuka pada prosesnya nanti.”
STTB mencatat sejak 1 Agustus lalu alat berat sudah bekerja di area konflik tersebut. Keesokan harinya, sejumlah warga melakukan perlawanan dengan memasang badan di depan buldozer sehingga ada yang pingsan. Mereka yang pingsan adalah Bu Anih, Bu Anis, Pak Madhari dan Pak Ganda. Selain ke Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, para petani Karawang juga melaporkan masalah itu ke Komnas HAM.
sumber
Diubah oleh trimusketeers 02-05-2017 22:33
0
8.2K
Kutip
88
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan