Kaskus

Story

tanstoryAvatar border
TS
tanstory
DAUN TEBU
PROLOG

“Ayahku seorang Petani” semua tertawa ketika aku membacakan tugas puisiku didepan kelas. Aku hanya tidak mengerti apa yang salah dengan judul puisiku?
Bu guru Arni hari ini memberikan test kepada kami untuk membuat puisi tentang orangtua kami. Aku sangat sekali bersemangat, aku bias menceritakan kehidupan orangtua kepada semua teman-temanku. Aku tidak pernah malu, siapa ayahku? Apa pekerjaanya? Yang aku tahu hanyalah kebaikannya selama aku hidup sampai umurku sekarang.
Ku lanjutkan membaca puisiku setelah Bu Arni menyuruh temanku berhenti tertawa. Terkadang masih saja ada yang sedikit tertawa kecil memperolokku. Aku tidak terlalu memikirkannya. Setiap kali aku menyelesaikan satu baris puisiku, mereka pasti tertawa.
Aku belum mengerti, apa pekerjaan ayahku patut ditertawakan ? Masa iya, Ayahku sering bilang bahwa pekerjaannya sangatlah modern, itu adalah pekerjaan yang mulia, karena karena ayah mereka semua masih bisa hidup sampai sekarang.


-----

“Anto !... “ Badanku terhenyak kaget saat aku baru saja keluar dari dalam kelas. Sudah waktunya pulang, setelah semua teman kelasku pulang, aku selalu mendapat bagian piket setiap hari sehabis jam belajar selesai. Aku tidak tahu kenapa ?
Dan pada saat itu juga selalu ada dua sahabatku yang selalu menemaniku, mereka tidak pernah meninggalkanku setiap sepulang sekolah.
Kami bertiga hamper mempunyai hal yang sama. Seperti tanggal lahir, meski berbeda bulan. Hobby, makanan kesukaan, pelajaran yang disukai dan lain-lain, semuanya pasti sama. Hanya saja perbedaannya seragamku lebih coklat dan sedikit koyak juga sedikit jahitan dibagian kanan sebelah pinggang dibandingkan mereka. Tapi itu tidak mematahkan kekuatan persahabatan kami.
Namaku Suyanto, aku sering dipanggil Anto. Aku tinggal disebuah desa kecil didaerah selatan banten, desaku sangatlah asri, banyak pohon-pohon, bunga-bunga, dan padang rumput luas tempat kami bermain. Aku sangat menyayangi desa ini.
Dua sahabatku, Arjuna dan Bella, aku sering memanggil arjuna dengan panggilan Una, dan bella yaa bella aku memanggilnya. Mereka adalah orang yang sangat penting untukku setelah ayahku.

Setelah Aku selesai membersihkan kelas, aku bergegas pulang dengan mereka, Karea langit sudah mulai mendung.
Diperjalanan…
“to, tadi piket lagi?” Tanya Una
“iyalah na, kan sudah jadi kewajibanku …” jawabku
“tapi senin sampai sabtu, kamu terus yang piket to ” tambah Bella
“mau gimana lagi bel, kan disemua hari ada namaku dijadwal piket “ ujarku
*semua tiba-tiba terdiam …
“eh … tadi aku kurang ngerti, pas aku baca puisi dikelas, aku membuat puisi tentang ayahku seorang petani, tapi aku ditertawakan, apa yang salah coba?”
“mereka Cuma gatau to … kalo petani itu pekerjaan yang saaangaatt mulia, ayah mereka yang pekerjaannya dokter, petugas kecamatan, atau apalah, kalah sama kerjaan ayah kamu mah to ..” jawab Una panjang lebar
“Iya bener… yaudah jalannya lebih cepet lagi, nanti hujan loh …”

Kamipun bergegas berlari. Mereka berdua selalu mendukungku, mereka selalu tidak buta dengan kebenaran tentang pekerjaan ayahku. Meski pekerjaan ayah mereka berbeda dengan ayahku, tapi pekerjaan ayah mereka tetap mulia.
Ayah Una adalah seorang kepala desa di desa kami, kami memanggilnya Pak Kades. Pekerjaanya sangat mulia, dia membantu semua kesulitan masyarakat desa.
Ayah Bella pun sama, dia bekerja sebagai makelar tanah didesa kami, jika ada yang mau jual tanah tidak perlu mencari jauh-jauh. Ayah Bella selalu membantu mereka.


-----

“Bella …”
“Iyah pah … kenapa kamu tidak pulang dijemput pak ujang?”
“gak ah pah, bella males …”
“males apanya? Si idiot itu lagi?”
“Anto gak idiot pah, dia sahabat bella paling baik”
“Kamu itu kayak gak ada temen lagi aja … kita orang kaya, gak pantes bergaul dengan orang idiot dan miskin seperti si Anto itu”
“Papah… Anto gak idiot !!!”
Percakapan keras selalu terjadi dirumah bella, setiap bella pulang sekolah. Sebenarnya bella memang sudah ada jemputan pulang sekolah. Tapi dia memilih pulang berjalan kaki dengan Una dan Aku. Karena keluarganya yang kaya, mereka selalu menentang jika bella bermain denganku.

“Juna pulanggg… “
“Eh eh den, tasnya bawa ke kamar aja, jangan ditaruh di meja … “
“iya bi … bapak kemana bi?”
“bapak lagi ada rapat didesa sebelah!”
“Ibu?”
“Arisan sama ibu-ibu den”
“heuhh… kaya gitu terus tiap hari”
“iya den , yaudah den… bibi sudah masak, makan siangnya ada dimeja makan ya “
“Juna ga laper bi …”
Setelah obrolan Una dan bibi selesai, dari luar terdengar seseorang memanggil…
“Pak kades … ! Pak ? … Pak Kades! Keluar dong … “ Teriak seorang laki-laki

“bi siapa tuh?”
“bentar bibi cek dulu”
Bi asih pun perlahan endekati jendela depan rumah, dan mengintip siapa yang berteriak sekeras itu didepan rumah Una.
“Duh den, itu Kang Didin”
“kang didin? Mati una …”
“Aden bikin masalah apalagi sama anaknya kang didin?”
“ Itu sih salah si imron bi, … yaudah, juna mau keluar dulu”
“eh den … kemana ?”
“biasa bi, jangan bilang siapa-siapa yaa”

Una pun berlari keluar lewat pintu belakang rumahnya , yang langsung menuju ladang.
Una terkenal memang anak nakal di desa, dia seringkali terlibat perkelahian dengan anak lainnya disekolah. Karena umur Una lebih setahun dariku, dan dia tidak pernah naik kelas satu tahun, Una sering dicap sebagai anak nakal pak kades. Una mempunyai seorang kaka laki-laki, yang sekarang sudah berkuliah di kota, orangtuanya selalu membeda-bedakan Una dan kakaknya. Orangtuanyapun menjadi sering pilih kasih, Una lebih nyaman dengan Bi asih, pembantu dirumahnya yang mengurusnya dari bayi.

-----

Una pergi berlari menuju ladang ayahku.

“ Abah … ssuuttt…. Ssuuuttt”
Seorang pria berumur setengah abad yag sedang duduk disebelah pohon kecapi bingung, mencari-cari asal suara itu.
“ Abah, ini Unaaa …”
“ eh den una, kenapa den kok bisik-bisik gitu?”
“ hehe… Antonya ada ? “
“ Anto? Tadi dia kekebun tebu sama Bella”
“ Oh … oke bah”
Setelah menanyakanku , Una langsung bergegas pergi lagi menuju kebun tebu.
Sebuah rimbun kebun tebu milik seorang juragan dikota, yang dirawat oleh ayahku “Abah”. Menjadi sebuah markas besar kami. Itu yang selalu kami katakan untuk saung kecil beratap daun tebu kering , bertiang bamboo kecil, yang kami buat 4 tahun lalu, terletak dibagian tengah kebun. Ada juga tungku kecil yang kami buat dari bongkahan batu bata sisa pembangunan jembatan desa yang kami pinjam secara diam-diam sering kami gunakan untuk membakar ubi atau memasak ikan yang kami tangkap disungai sebelah rumahku.
Krasak krusuk…
Krassak krusssukkk…
“Anto …!”
“Una ? kok tadi lama ? kita tunggu gak dating jadi kita tinggal! Kamu tidak bawa buku ?”
“aduh to, aku lupa… bukan itu masalahnya sekarang!”
“yaaaa… aku tahu to, Una pasti ada masalah lagi sama si imron! Iya kan?”
“iya bel …”
“bener kan tebakan bella!”
“masalah apa to? “
“Aku Cuma pukul muka si imron aja to, soalnya dia juga yang tadi dikelas lempar penghapus kekepalanya Una to …”
“Oh yaudah, …”
“kok yaudah to?”
“iya udah, kan udah selesai , si imron lempar, kamu pukul si imron, sudah kan? Seimbang jadinya”
“iya juga sih … eh.. eh.. gak gitu to, aku juga ngambil uang jajannya sih”
“oh, yaudah …”
“kok yaudah lagi to”
“tinggal balikin aja uangnya”
Una terlihat sedikit kesal dengan semua jawabanku
“Tapi, bapaknya kerumah tadi, manggil2 pak kades” Una menambahkan
“Hah? Dirumahmu ada orang tidak?”
“Bi asih, …”
“Aduhh, bi asih ya ? Bella … siap dalam posisi, halangin Una”
“Oke to …”
“ 1 … 2 … 3 … “

-----


“Antooooo…” Panggil abah
“iya bah"
"Una kesini gak?”
“Una? Enggak bah,,, Anto Cuma sama bella”
“Kang, Kata Anto Una gak kesini… “
“Ah bohong, awas bah saya mau masuk kekebun, si anto pasti bohong”
“Kang kan tadi saya sudah bilang…”
“Bah, si Una harus tanggung jawab… si imron dirumah lagi uring-uringan dirumah, gara-gara si Una pukul wajah sampai lima kali, gara-gara si una teh malak imron, terus ga dikasih!”
“Tapi kang, Una tidak kesini”
“Dia selalu kesini Bah, anak Idiot abah itu temannya si Una, Abah juga tahu !”
Terlihat samar dibalik dedaunan dan pohon tebu, …
DUGGG…
Abah memukul wajah kang didin tepat dibagian hidung.
“sekali lagi, bilang Anto itu idiot, saya hancurkan keluargamu !”
Kang didin hanya terdiam menahan sakit pada hidungnya,…
Sembari berlalu dengan wajah penuh darah kang didin menatap dan berkata
“Dasar keluarga liar, Anak Idiot, kelakuan bapaknya Kriminal, Saya tahu ibunya si idiot mati bunuh diri”
“PERGIIIIIII !!!!!!!!” Teriak Abah
Aku hany tertegun diam mendengar perkataan kang didin.
Diubah oleh tanstory 01-05-2017 01:27
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.2K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan